a. NI "Di", menunjukkan letak sesuatu.
b. KA tidak memiliki arti, untuk bertanya dan digunakan diakhir kalimat.
c. MO "Juga/Pun", untuk menegaskan kalimat.
d. TO "Dan", sebagai kata depan untuk menyebut keberadaan beberapa buah benda.
e. YA "Dan", sebagai kata depan untuk menyebut keberadaan benda tak terbilang.
f. NADO "Dan Lain-Lain", menyebutkan benda yg ada diluar yg disebutkan.
g. NO tidak memiliki arti, menyatakan kepemilikan/bagian dari suatu benda.
Kata Sifat & Lawan Kata
Sibuk-Santai
Isogashii-Hima
Tinggi-Rendah
Takai-Hikui
Mahal-Murah
Takai-Yasui
Besar-Kecil
Ookii-Chiisai
Panas-Dingin (cuaca)
Atsui-Samui
Panas-Dingin (benda)
Atsui-Tsumetai
Hangat-Sejuk
Atatakai-Suzushii
Baru-Lama
Atarashii-Furui
Lebar-Sempit
Hiroi-Semai
Berat-Ringan
Omoi-kurui
Jauh-Dekat
Tooi-Chikai
Cepat-Lambat
Hayai-Osoi
Gelap-Terang
Kurai-Akurai
Dalam-Dangkal
Fukai-Asai
Keras-Lembek
Kutai-Yawarakai
Sulit-Mudah
Muzukashii-Kantan
Bagus-Jelek
Yoi-Warui
Warna-Warna (Shikisai)
Warna : Iro
Merah : Akai
Hitam : Kuroi
Biru : Aoi
Putih : Shiroi
Merah tua : Makka
Putih jernih : Masshiro
Hitam legam : Makkuro
Biru tua : Massao/Naoukon
Hijau : Midori
Ungu : Murasaki
Abu-abu : Haiiro
Cokelat : Chairo
Biru muda : Mizuiro
Kuning : Kiiroi
Emas : Gin'iro
Perak : Kin'iro
Pink : Momoiro
Biru laut : Kon
Orange : Orenjiiro
Kata Kerja Bentuk ~masu dan Fungsi
Kaerimasu : Pulang
Nemasu : Tidur
Kaimasu: Membeli
Okimasu : Bangun
Kakimasu : Menulis
Tabemasu : Makan
Nomimasu : Minum
Kimasu : Datang
Hatarakimasu : Bekerja
Shimasu : Melakukan
Mimasu : Melihat
Benkyoo shimasu : Belajar
Fungsi :
Menunjukan kebiasaan yg dilakukan
Contoh :
Asa, Okimasu
Pagi-pagi bangun
Ket.Waktu :
Asa : Pagi
Hiru : Siang
Yoru : Malam
Mainichi : Setiap hari
Maiasa : Setiap pagi
Maibun : Setiap malam
Itsumo : Selalu
Taitei : Biasanya
Anjing : Inu
Bebek : Ahiru
Beruang : Kuma
Burung : Tori
Cumi : Ika
Cacing : Mimizu
Cicak : Yamori
Gajah : Zoo
Harimau : Tora
Ikan : Sakana
Katak : Kaeru
Kelinci : Usagi
Kerang : Kai
Kunang-kunang : Kotaru
Kura-kura : Kame
Kuda : Uma
Kucing : Neko
Kambing : Yagi
Lalat : Hae
Laba-laba : Kumo
Monyet : Saru
Sapi : Ushi
Semut : Ari
Tikus : Nezumi
Ular : Hebi
Udang : Ebi
Rikuesuto:
Anggota Keluarga Sendiri:
Kakek : Sofu
Nenek : Sobo
Paman : Oji
Bibi : Oba
Sepupu : Itoko
Ayah : Chichi
Ibu : Haha
Kakak laki : Ani
Kakak peremp. : Ane
Adik laki : Otouto
Adik peremp. : Imouto
Anggota Keluarga Orang Lain:
Kakek : Ojiisan
Nenek : Obaasan
Paman : Ojisan
Bibi : Obasan
Sepupu : Itoko
Ayah : Otousan
Ibu : Okaasan
Kakak laki : Oniisan
Kakak peremp. : Oneesan
Adik laki : Otoutosan
Adik peremp. : Imoutosan
Rikuesuto:
Salam Dalam Bahasa Jepang
Moshi : Hallo
Ohayou Gozaimasu : Selamat pagi
Konnichiwa : Selamat siang
Konbanwa : Selamat malam
Oyasuminnasai : Selamat tidur
Irasshaimase : Selamat datang
Otanjoubi Omodetou : Selamat ulang tahun
Arigatou Gozaimasu : Terimakasih
Sayonara : Selamat tinggal
Mata ashita : Sampai jumpa besok
Mata raishu : Sampai jumpa minggu depan
Sumimasen : Permisi
Gomennasai : Maafkan saya
POLA KALIMAT
Menunjukan Kepemilikan
KB(Orang) + No + KB(Benda)
Contoh:
-Kore wa watashi no kutsu desu
+Ini adalah sepatu saya
-Are wa dare no kaban desuka?
+Itu adalah tas siapa?
Keterangan:
Watashi : saya
Kore : kata tunjuk dekat si pembicara
Sore : dekat dari lawan bicara
Are : jauh dari keduanya
Dare : siapa
Kaban : tas
Kutsu : sepatu
Tambahan:
Buku : hon
Kamus : jishiyo
Pensil : enpitsu
Pena : pena (kata serapan)
Jam : tokei
Payung : kasa
Majalah : zassi
Penggaris : monosashi
ANGGOTA TUBUH
Kepala : Atama
Muka : Kao
Dahi : Hitai
Hidung : Hana
Pipi : Hoppeta
Mata : Me
Air mata : Namida
Mulut : Kuchi
Bibir : Kuchibiru
Gigi : Ha
Husi : Haguki
Gigi geraham : Okuba
Telinga : Mimi
Otak : Noo
Rambut : Kami
Kumis : Kuchihige
Jenggot : Agohige
Leher : Kubi
Tangan : Te
Lengan : Ude
Badan : Karada
Punggung : Senaka
Dada : Mune
Paha : Momo
Lutut : Hiza
Kaki : Ashi
Alis : Mayuge
Bulu mata : Matsugi
Dagu : Shita ago
Jari tangan : Yubi
Jari kelingking : Kooyobi
Jari manis : Kusuriyobi
Jari tengah : Nakayobi
Jari telunjuk : Hitotsashiyobi
Jari ibu : Oyayubi
Mata kaki : Kurubushi
Tumit : kakato
KETERANGAN WAKTU
Pagi hari : Asa
Siang hari : Hiru
Malam hari : Yoru
Tadi pagi : Kesa
Semalam : Yoube
Kemarin : Kinou
Minggu lalu : Senshu
Kapan : Itsu
Besok : Ashita
+Pola Kalimat+
Pola:
(KB/Orang + wa + KB/pekerjaan + desu)
KB/Orang:
-Saya : Watashi
-Kamu : Anata
KB/Pekerjaan:
-Guru : Sensei
-Murid : Seito(L)/Gakusei(P)
-Mahasiswa : Daigakusei
Tentara : Gunjin
-Polisi : Keikan
-Dokter : Isha
-Karyawan : Kaishain
Contoh:
+Saya seorang murid
-Watashi wa seito desu
+Saya seorang polisi
-Watashi wa keikan desu
MATERI
Dalam bahasa Jepang, kata yang biasanya dipakai untuk menunjukkan tempat adalah "koko, soko, asoko"
"Koko" menunjukkan tempat/lingkup pembicara berada.
"Soko" menunjukkan tempat/lingkup lawan bicara berada.
"Asoko" menunjukkan tempat yg jauh dari keduanya.
Pola:
(KB + wa + koko, soko, asoko + Letak + desu)
Contoh:
+Toire wa asoka desu
-Toilet di sebelah sanaKATA KERJA
(Bentuk-Masu) : (Bentuk Kamus) : (Bentuk-Te) : (Arti)
-Suimasu : Suu : Sutte : Menghisap
-Nichimasu : Nitsu : Nitte : Berdiri
-Suwarimasu : Suwaru : Suwatte : Duduk
-Hanashimasu : Hanasu : Hanashite : Berbicara
-Kakimasu : Kaku : Kaite : Menulis
-Asobimasu : Asobu : Asonde : Bermain
-Mimasu : Miru : Mite : Melihat
-Dekimasu : Dekiru : Dekite : Bisa
-Hajimemasu : Hajimeru : Hajimete : Memulai
-Tabemasu : Taberu : Tebete : Makan
-Okimasu : Okiru : Okite : BangunYang Umum diUcapkan Selama Percakapan Berlangsung
Hai : Ya (Menyetujui sesuatu)
Iie : Tidak (Kebalikan "hai")
Arigatou/Arigatou gozaimasu : Terima kasih
Gomen na sai : Mohon maaf
Sumimasen : Permisi
Zannen desu : Sayang sekali/Amat disayangkan
Omedetto, ne : Selamat ya
Dame/Dame desu yo : Jangan/Sebaiknya jangan
Suteki desu ne : Bagus ya/Indah ya
Sugoi!/Sugoi desu yo! : Hebat
Sou desuka : Jadi begitu
Daijoubu desu/Heiki desu : (Saya) tidak apa-apa/(Saya) baik-baik saja
Semoga bermanfaat.
Mulai dari Tulisan ini Penulis membuat dan ingin mengembangkan kreatifitas anak muda sekaligus menambah ilmu dan berbagi bersama.
Jumat, 22 Februari 2013
Selasa, 12 Februari 2013
17 TANDA-TANDA KEMATIAN DALAM KEADAAN BAIK
Alamat mati dalam khusnul khathimah (keadaan baik):
1. Sempat mengucap dua kalimah syahadah.
2. Berpeluh di dahi. Sabda Rasulullah: “Bahwa matinya seseorang mukmin itu dengan keluarnya peluh di dahi”, Riwayat oleh Ahmad dan Tirmidzi.
3. Mati pada malam atau hari Jum'at. Sabda Rasulullah “Tidak seorang muslim pun yang mati pada hari atau malam Jum'at melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”
4. Mati di medan perang karena membela agama Allah.
5. Bagi orang yang mati syahid ada 6 kelebihan: i) Akan diampuni dengan serta merta dosanya serta diperlihatkan tempat duduknya di syurga (kecuali mereka yang masih ada urusan hutang). ii) Diselamatkan dari siksa kubur. iii) Aman dari ketakutan yang teramat besar dan dahsyat. iv) Diperhiasi dengan iman. v) Dikawinkan dengan bidadari (semiskin-miskin ialah 49 bidadari). vi) Dapat memberi syafaat kepada 70 orang keluarganya. Riwayat oleh Tirmizi, Ahamd dan Ibnu Majah.
6. Mati karena melahirkan anak.
7. Mati karena taun, Sabda Rasulullah, “taun itu satu kematian syahid bagi setiap mukmin”. (Hendaklah ia sabar dan redha menganggungnya). Riwayat oleh Muslim.
8. Mati akibat sakit perut maka ia mati syahid, Sabda Rasulullah. Dan barang siapa mati karena sakit perut, maka ia mati syahid”. Riwayat oleh Muslim.
9. Mati tengelam dan tertimbus oleh bangunan.
10. Mati terbakar. Riwayat Tabrani.
11. Mati dalam nifas. Riwayat At-Tabrani.
12. Mati karena sakit TB. Sabda Rasulullullah, “orang yang mati karena menanggung penyakit kurus kering ia mati syahid.” Riwayat Tabrani.
13. Mati akibat luka perang di jalan Allah. Sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang luka karena perang di jalan Allah itu mati, maka berarti ia syahid, atau kena pijak oleh unta atau kudanya atau ia mati di tempat tidurnya (setelah berperang itu) dengan sebab apa-apa pun yang dikehendaki oleh Allah, maka sesungguhnya ia adalah mati syahid dan akan masuk syurga”. Riwayat Daud.
14. Mati mempertahankan harta. Riwayat Bukhari.
15. Mati karena mempertahankan diri. Sabda Rasulullah “Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan darahnya (dirinya), maka ianya mati syahid.” Riwayat Abu Daud.
16. Mati dalam bersiap-siap untuk berperang di jalan Allah.
17. Mati ketika sedang beramal soleh seperti sedang menuntut ilmu (ilmu yang dibolehkan oleh Islam) di masjid atau sedang berdakwah.
Berkata Abu Laith, “Barangsiapa yang ingin selamat dari siksa kubur, maka haruslah ia melazimi
4 perkara dan meninggalkan
4 perkara:
1. Menjaga sembahyang
5 waktu.
2. Banyak bersedekah.
3. Banyak membaca Al-Qur'an.
4. Banyak bertasbih.
Dan hendaklah ia meninggalkan:
1. Meninggalkan dusta.
2. Meninggalkan sifat khianat.
3. Meninggalkan sifat mengadu-domba.
4. Menjaga kencing.
4 ARTI INTI DARI THARIQAH
Taushiyah Habib Luthfi bin Yahya di Maulid Nabi Kanzus Sholawat
Thariqah adalah:
• Pertama, untuk meningkatkan kedudukan atau maqamatil ‘ubudiyyah secara individu, sehingga sadar dan meningkatkan kesadaran apa saja kewajiban-kewajiban yang diperintah oleh Allah dalam meningkatkan taat kepada syari’atillah yang disertai khidmah (pengabdian) kepada Allah Ta’ala.
• Kedua, meningkatkan ketaatan dan khidmahnya kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang disertai mahabbah (cinta) kepada Allah Ta’ala dan RasulNya.
• Ketiga, mengetahui dan mengerti thariqah sebagai pengantar menuju jalan Allah dan RasulNya.
• Keempat, thariqah adalah menghasilkan buah bernama tasawwuf dalam rangka tashfiyatul quluub (membersihkan hati) wa tazkiyatun nufus (menyucikan jiwa). Penyakit hati diantaranya dengki atau hasad, sombong (takabbur), riya’, dan lupa kepada Allah serta lupa kepada RasulNya.
Thariqah adalah:
• Pertama, untuk meningkatkan kedudukan atau maqamatil ‘ubudiyyah secara individu, sehingga sadar dan meningkatkan kesadaran apa saja kewajiban-kewajiban yang diperintah oleh Allah dalam meningkatkan taat kepada syari’atillah yang disertai khidmah (pengabdian) kepada Allah Ta’ala.
• Kedua, meningkatkan ketaatan dan khidmahnya kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang disertai mahabbah (cinta) kepada Allah Ta’ala dan RasulNya.
• Ketiga, mengetahui dan mengerti thariqah sebagai pengantar menuju jalan Allah dan RasulNya.
• Keempat, thariqah adalah menghasilkan buah bernama tasawwuf dalam rangka tashfiyatul quluub (membersihkan hati) wa tazkiyatun nufus (menyucikan jiwa). Penyakit hati diantaranya dengki atau hasad, sombong (takabbur), riya’, dan lupa kepada Allah serta lupa kepada RasulNya.
Manfaat yang dilakukan Sebelum Subuh
1. Sebelum shalat subuh dianjurkan kita sujud sekurang kurangnya satu menit.
Kita akan terhindar dari sakit kepala atau migrain. Ini terbukti oleh ilmuwan yang meneliti kenapa dalam sehari perlu kita sujud.
Para ilmuwan telah menemukan beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yg tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir ke ruang tersebut.
2. Mandi pagi sebelum subuh atau paling tidak sejam sebelum matahari naik.
Air dingin yang meresap ke dalam badan bisa mengurangi lemak mengumpul.
3. biasakan minum segelas air dingin (bukan air es) setiap pagi. Khasiatnya Insya Allah jauh dari penyakit.
Mengonsumsi air di pagi hari bisa meningkatkan metabolisme, membantu seseorang menjadi lebih waspada serta merasa lebih segar karena adanya peningkatan energi di dalam tubuh.
Hal ini karena hampir semua bagian tubuh memerlukan air agar bisa bekerja secara optimal, jika tubuh dehidrasi akan timbul kelelahan dan lesu sehingga menjadi tidak efisien.
Minum air di pagi hari akan membantu meringankan fungsi ginjal dalam hal menghilangkan berbagai racun dan produk buangan (limbah) dari dalam sistem tubuh. Hal ini karena saat malam hari tubuh tidak mendapatkan asupan cairan.
Wallahu A'lam..
Semoga Bermanfa'at.
Kita akan terhindar dari sakit kepala atau migrain. Ini terbukti oleh ilmuwan yang meneliti kenapa dalam sehari perlu kita sujud.
Para ilmuwan telah menemukan beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yg tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir ke ruang tersebut.
2. Mandi pagi sebelum subuh atau paling tidak sejam sebelum matahari naik.
Air dingin yang meresap ke dalam badan bisa mengurangi lemak mengumpul.
3. biasakan minum segelas air dingin (bukan air es) setiap pagi. Khasiatnya Insya Allah jauh dari penyakit.
Mengonsumsi air di pagi hari bisa meningkatkan metabolisme, membantu seseorang menjadi lebih waspada serta merasa lebih segar karena adanya peningkatan energi di dalam tubuh.
Hal ini karena hampir semua bagian tubuh memerlukan air agar bisa bekerja secara optimal, jika tubuh dehidrasi akan timbul kelelahan dan lesu sehingga menjadi tidak efisien.
Minum air di pagi hari akan membantu meringankan fungsi ginjal dalam hal menghilangkan berbagai racun dan produk buangan (limbah) dari dalam sistem tubuh. Hal ini karena saat malam hari tubuh tidak mendapatkan asupan cairan.
Wallahu A'lam..
Semoga Bermanfa'at.
Senin, 11 Februari 2013
KH.ASNAWI CARINGIN ( ULAMA DAN PENDEKAR BANTEN )
Saya teringat sekitar tahun 1992 , ketika
masih di bangku Madarasah Aliyah mengadakan Tour Ziarah keliling Banten
ke maqom para Auliya . Ada satu tempat yang sangat menarik yang saya
kunjungi di suatu kampung bernama Caringin kecamatan Labuan Pandegalang
Banten. Kampung Caringin dengan pesona Laut yang sangat mempesona
diambil dari kata “beringin” yang
artinya “pohon teduh yang Rindang disana terdapat Maqom Auliyaillah
seorang ulama pejuang bernama KH.ASNAWI yang orang kampung biasa
memanggil dengan sebutan “mama Asnawi” yang telah mengayomi masyarakat
yang dianalogikan sebagai pohon beringin .
KH.ASNAWI CARINGIN BANTEN
KH.Asnawi lahir di Kampung caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya bernama Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah . Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim Kh.Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam Agama Islam. Di mekkah beliau belajar dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya bernama Syech Nawawi Al Bantani.Kecerdasan yang di miliki beliau dengam mudah mampu menyerap berbagai dsiplin ilmu yang telah di berikan gurunya. Setelah dirasa cukup lama menimba ilmu dari gurunya maka Syech Nawawi Tanara Banten menyuruh muridnya Kh.Asnawi untuk pulang ketanah air untuk mensyiarkan agama Alloh.
Sekembalinya dari Mekkah Kh.Asnawi mulai melakukan dakwah ke berbagai daerah , karena ketinggian ilmu yang dimiliki nama Kh.Asnawi mulai ramai dikenal orang dan menjadi sosok ulama yang menjadi panutan masyarakat Banten. Situasi Tanah air yang masih di kuasai Penjajah Belanda dan rusak nya moral masyarakat pada waktu membuat Kh.Asnawi sering mendapat Ancaman dari pihak pihak yang merasa kebebasannya terusik. Banten yang terkenal dengan Jawara jawaranya yang memiliki ilmu Kanuragan dan dahulu terkenal sangat sadis dapat di taklukkan berkat kegigihan dan perjuangan Kh.Asnawi . Beliau juga terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat di segani oleh kaum Penjajah Belanda .Kh.Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga mengobarkan semangat Nasionalisme anti Penjajah kepada masyarakat hingga akhirnya Kh.Asnawi di tahan di Tanah Abang di asingkan ke Cianjur oleh Belanda selama kurang lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda , Apa yang dilakukan Kh.Asnawi mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dan para ulama lainnya, seperti para bangsawan dan para jawara. Semenjak runtuhnya kesultanan Banten, terjadi sejumlah pemberontakan yang sebagian besar dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti, pemberontakan di Pandeglang tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria, peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama di pengasingan Kh.Asnawi tetap melakukan Dakwah mengajarkan Alquran dan Tarekat kepada masyarakat sekitar dan setelah dirasa Aman Kh.Asnawi kembali ke kampungnya di Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Salapiah Caringin sekitar tahun 1884 Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi panjang, pada keempat sisinya terdapat serambi. Arsitektur Masjid dipengaruhi oleh unsur arsitektur lokal, terlihat dari bentuk atapnya dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat pada bentuk jendela serta pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga pilar-pilar yang mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut berasal dari sebuah pohon Kalimantan yang di bawa oleh Kh.Asnawi ke Caringin dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya Kh.Asnawi berdo’a memohon kepada Alloh agar diberi kekuatan dan pohon tersebut dapat di tebang serta kayunya dibawa Kh.Asnawi ke Caringin untuk membangun Masjid.
Tahun 1937 Kh.Asnawi berpulang kerahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri ( Hj.Ageng Tuti halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah ) dan di maqomkan di Masjid Salfiah Caringin , hingga kini Masjid Salafiah Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut . Wallohu a’lam
KH.ASNAWI CARINGIN BANTEN
KH.Asnawi lahir di Kampung caringin sekitar tahun 1850 M, ayah beliau bernama Abdurrahman dan ibunya bernama Ratu Sabi’ah dan merupakan keturunan ke 17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah . Sejak umur 9 tahun Ayahnya telah mengirim Kh.Asnawi ke Mekkah untuk memperdalam Agama Islam. Di mekkah beliau belajar dengan Ulama kelahiran Banten yang telah termasyhur namanya bernama Syech Nawawi Al Bantani.Kecerdasan yang di miliki beliau dengam mudah mampu menyerap berbagai dsiplin ilmu yang telah di berikan gurunya. Setelah dirasa cukup lama menimba ilmu dari gurunya maka Syech Nawawi Tanara Banten menyuruh muridnya Kh.Asnawi untuk pulang ketanah air untuk mensyiarkan agama Alloh.
Sekembalinya dari Mekkah Kh.Asnawi mulai melakukan dakwah ke berbagai daerah , karena ketinggian ilmu yang dimiliki nama Kh.Asnawi mulai ramai dikenal orang dan menjadi sosok ulama yang menjadi panutan masyarakat Banten. Situasi Tanah air yang masih di kuasai Penjajah Belanda dan rusak nya moral masyarakat pada waktu membuat Kh.Asnawi sering mendapat Ancaman dari pihak pihak yang merasa kebebasannya terusik. Banten yang terkenal dengan Jawara jawaranya yang memiliki ilmu Kanuragan dan dahulu terkenal sangat sadis dapat di taklukkan berkat kegigihan dan perjuangan Kh.Asnawi . Beliau juga terkenal sebagai Ulama dan Jawara yang sakti yang sangat di segani oleh kaum Penjajah Belanda .Kh.Asnawi dalam melakukan dakwahnya juga mengobarkan semangat Nasionalisme anti Penjajah kepada masyarakat hingga akhirnya Kh.Asnawi di tahan di Tanah Abang di asingkan ke Cianjur oleh Belanda selama kurang lebih satu tahun dengan tuduhan melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda , Apa yang dilakukan Kh.Asnawi mendapat dukungan penuh dari rakyat dan dan para ulama lainnya, seperti para bangsawan dan para jawara. Semenjak runtuhnya kesultanan Banten, terjadi sejumlah pemberontakan yang sebagian besar dipimpin oleh tokoh-tokoh agama. Seperti, pemberontakan di Pandeglang tahun 1811 yang dipimpin oleh Mas Jakaria, peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh KH. Wasid.
Selama di pengasingan Kh.Asnawi tetap melakukan Dakwah mengajarkan Alquran dan Tarekat kepada masyarakat sekitar dan setelah dirasa Aman Kh.Asnawi kembali ke kampungnya di Caringin untuk melanjutkan perjuangan mensyiarkan Islam dengan mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Salapiah Caringin sekitar tahun 1884 Mesjid Caringin ditandai oleh denah empat persegi panjang, pada keempat sisinya terdapat serambi. Arsitektur Masjid dipengaruhi oleh unsur arsitektur lokal, terlihat dari bentuk atapnya dan ditopang oleh arsitektur asing terlihat pada bentuk jendela serta pintu dalam dengan ukuran relatif besar juga pilar-pilar yang mengelilingi Masjid. Menurut cerita bahwa Kayu masjid tersebut berasal dari sebuah pohon Kalimantan yang di bawa oleh Kh.Asnawi ke Caringin dahulu pohon tersebut tidak bisa di tebang kalaupun bisa di tebang beberapa saat pohon tersebut muncul kembali hingga akhirnya Kh.Asnawi berdo’a memohon kepada Alloh agar diberi kekuatan dan pohon tersebut dapat di tebang serta kayunya dibawa Kh.Asnawi ke Caringin untuk membangun Masjid.
Tahun 1937 Kh.Asnawi berpulang kerahmtulloh dan meninggalkan 23 anak dari lima Istri ( Hj.Ageng Tuti halimah, HJ sarban, Hj Syarifah, Nyai Salfah dan Nyai Nafi’ah ) dan di maqomkan di Masjid Salfiah Caringin , hingga kini Masjid Salafiah Caringin dan maqom beliau tak pernah sepi dari para peziarah baik dari sekitar Banten maupun dari berbagai daerah di tanah air banyak pengalaman menarik dari peziarah yang melakukan i’tikaf di masjid tersebut seperti yang diungkap oleh salah seorang jamaah sewaktu melakukan i’tikaf terlihat pancaran cahaya memenuhi ruangan Masjid yang berusia hampir 200 tahun tersebut . Wallohu a’lam
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi sangat terkenal
Disebut Al-Bantani karena ia berasal dari
Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual
yang sangat produktif dalam menulis kitab, meliputi fiqh, tauhid,
tasawwuf, tafsir, dan hadits. Jumlahnya tidak kurang dari 115 kitab.
ULAMA PESANTREN YANG MENDUNIA
Nama Syaikh Nawawi Al-Bantani tentu sudah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Lebih-lebih kalangan santri dan Pesantren. Nama Beliau bahkan sering terdengar disamakan kebesarannya dengan tokoh ulama klasik madzhab Syafi’i, yaitu Imam Nawawi (wafat 676 H/l277 M).
Melalui karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama Syaikh asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat dengan memberikan wejangan ajaran Islam yang menyejukkan.
Di berbagai majlis ta’lim, utamanya di Pesantren, karyanya kerap dijadikan rujukan utama untuk berbagai fan ilmu; dari ilmu tauhid, fiqh, tasawwuf sampai tafsir. Karya-karya Syaikh Nawawi Al-Bantani sangat berjasa dalam mengarahkan mainstream keilmuan yang dikembangkan di lembaga-Iembaga Pendidikan Islam Pesantren.
Di kalangan komunitas Pesantren Syaikh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi juga ia adalah mahaguru sejati (the great scholar). Syaikh Nawawi Al-Bantani telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan Pesantren. Ia turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri Pesantren yang sekaligus juga banyak menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU).
Apabila KH. Hasyim Asy’ari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syaikh Nawawi Al-Bantani adalah guru utamanya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali KH. Hasyim Asy’ari bernostalgia bercerita tentang kehidupan Syaikh Nawawi Al-Bantani, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap Syaikh Nawawi Al-Bantani.
Figur ulama seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani merupakan sosok ulama yang memegang teguh dalam mempertahankan tradisi keilmuan klasik, suatu tradisi keilmuan yang tidak bisa dilepaskan dari kesinambungan secara evolutif dalam pembentukan keilmuan agama Islam. Besarnya pengaruh pola pemahaman dan pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani terhadap para tokoh ulama di Indonesia, sehingga beliau dapat dikatakan sebagai poros dari akar tradisi keilmuan pesantren dan NU. Untuk itu menarik jika di sini diuraikan sosok sang Kyai ini dengan sejumlah pemikiran mendasar yang kelak akan banyak menjadi karakteristik pola pemikiran dan perjuangan para muridnya di Pesantren-pesantren.
KELAHIRAN
Syaikh Nawawi lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami’ Syaikh Nawawi Bantani) pada tahun 1230 H atau 1813 M.
Ayahnya bernama Kyai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin Masjid. Ibunya bernama Zubaedah. Dari silsilahnya, Syaikh Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunya Raras (Tajul ‘Arsy), yang makamnya hanya berjarak 500 meter dari bekas kediaman beliau di Tanara. Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW melalui Imam Ja’far Ash-Shadiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husein, Fatimah Az-Zahra.
PENDIDIKAN
Semenjak kecil Syaikh Nawawi memang terkenal cerdas. Otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya ke berbagai Pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan langsung dari ayahnya (yang sehari-harinya menjadi penghulu Kecamatan Tanara), kemudian berguru kepada Kyai Sahal, Banten; setelah itu mengaji kepada Kyai Yusuf, Purwakarta.
Di usia beliau yang belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang. Sampai kemudian karena karomahnya yang telah mengkilap sebelia itu, beliau mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Pada usia 15 tahun beliau menunaikan haji dan berguru kepada sejumlah ulama terkenal di Mekkah, seperti Syaikh Khâtib As-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Abdul Hamîd Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Ahmad Dimyati, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syaikh Junaid Al-Betawi.
Tapi guru yang paling berpengaruh adalah Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid Al-Betawi dan Syaikh Ahmad Dimyati, ulama terkemuka di Mekkah. Lewat ketiga Syaikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama lain yang berperan besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syaikh Muhammad Khâtib dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama besar di Madinah.
NASIONALISME
Tiga tahun bermukim di Mekkah, beliau pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Ia melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, gelora jihadpun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja Pemerintah Belanda membatasi gerak-geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825- 1830 M).
Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat Syaikh Nawawi terpaksa menyingkir ke Negeri Mekkah, tepat ketika perlawanan Pangeran Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama Besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje.
Begitu sampai di Mekkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketetapan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib ‘Ali, Mekkah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin banyak jumlahnya. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.
Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram, Syaikh Khâtib Al-Minangkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi ‘Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama, masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekkah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia.
Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekkah. Di sanalah beliau menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Belanda pun mengutus Snouck Hourgronje ke Mekkah untuk menemui beliau.
Ketika Snouck --yang kala itu menyamar sebagai orang Arab dengan nama ‘Abdul Ghafûr-- bertanya:
“Mengapa beliau tidak mengajar di Masjidil Haram tapi di perkampungan Jawa?”
Dengan lembut Syaikh Nawawi menjawab:
“Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan seorang professor berbangsa Arab.”
Lalu kata Snouck lagi:
”Bukankah banyak orang yang tidak sepakar seperti anda akan tetapi juga mengajar di sana?”
Syaikh Nawawi menjawab :
“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa."
Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa. Banyak muridnya yang di belakang hari menjadi ulama, misalnya KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), KH. Kholil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Tb. Bakrie Purwakarta, KH. Arsyad Thawil, dan lain-lainnya.
Konon, KH. Hasyim Asy’ari saat mengajar santri-santrinya di Pesantren Tebu Ireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath Al-Qarîb yang dikarang oleh Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati KH. Hasyim Asy’ari hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath Al-Qarib ia ajarkan pada santri-santrinya.
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri wafat mendahului beliau.
GELAR-GELAR
Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai Al-Imam wa Al-Fahm Al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagai As-Sayyid Al-‘Ulama Al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.
TOKOH UTAMA KITAB KUNING INDONESIA
Ada beberapa nama yang bisa disebut sebagai tokoh Kitab Kuning Indonesia. Sebut misalnya, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Abdul Shamad Al-Palimbani, Syaikh Yusuf Makasar, Syaikh Syamsudin Sumatrani, Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Syaikh Ihsan Al-Jampesi, dan Syaikh Muhammad Mahfudz At-Tirmasi. Mereka ini termasuk kelompok ulama yang diakui tidak hanya di kalangan pesantren di Indonesia, tapi juga di beberapa universitas di luar negeri. Dari beberapa tokoh tadi, nama Syaikh Nawawi Al-Bantani boleh disebut sebagai tokoh utamanya (Bapak Kitab Kuning Indonesia).
Dia layak menempati posisi itu karena hasil karyanya menjadi rujukan utama berbagai pesantren di tanah air, bahkan di luar negeri.
KARYA-KARYA
Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syaikh Umar Abdul Jabbâr dalam kitabnya "Ad-Durûs min Mâdhi At-Ta’lîm wa Hadhirih bi Al-Masjidil Al-Harâm” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa Kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:
Ats-Tsamâr Al-Yâni’ah Syarah Ar-Riyâdh Al-Badî’ah, karya Syaikh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
Al-‘Aqd Ats-Tsamîn Syarah Fath Al-Mubîn
Sullam Al-Munâjah Syarah Safînah Ash-Shalâh, karya Abdullah ibn Umar Al-Hadrami
Baĥjah Al-Wasâil Syarah Ar-Risâlah Al-Jâmi’ah Bayn Al-Usûl wa Al-Fiqh wa At-Tasawwuf, karya Sayyid Ahmad ibn Zein Al-Habsyi
At-Tausyîh/Quwt Al-Habîb Al-Gharîb Syarah Fath Al-Qarîb Al-Mujîb, karya Muhammad ibn Qasyim Asy-Syafi’i
Niĥâyah Az-Zayyin Syarah Qurrah Al-‘Ain bi Muĥimmâh Ad-Dîn, karya Zainuddin Abdul Aziz Al-Maliburi.
Marâqi Al-‘Ubûdiyyah Syarah Matan Bidâyah Al-Ĥidâyah, karya Abu Hamid ibn Muhammad Al-Ghazali
Nashâih Al-‘Ibâd Syarah Al-Manbaĥâtu ‘Ala Al-Isti’dâd li Yaum Al-Mi’âd, karya Imam Abi Laits.
Salâlim Al-Fudhalâ΄ Syarah Mandhûmah Ĥidâyah Al-Azkiyâ, karya Zaenuddin ibn Al-Ma’bari Al-Malibari
Qâmi’u At-Thugyân Syarah Mandhûmah Syu’bu Al-Imân, karya Syaikh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad Al-Malibari
At-Tafsir Al-Munîr li Al-Mu’âlim Al-Tanzîl Al-Mufassir ‘an Wujûĥ Mahâsin At-Ta΄wil Musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
Kasyf Al-Marûthiyyah Syarah Matan Al-Jurumiyyah
Fath Al-Ghâfir Al-Khathiyyah Syarah Nadham Al-Jurumiyyah Musammâ Al-Kawâkib Al-Jaliyyah
Nur Adh-Dhalâm ‘Ala Mandhûmah Al-Musammâh bi ‘Aqîdah Al-‘Awwâm
Tanqîh Al-Qaul Al-Hadîts Syarah Lubâb Al-Hadîts, karya Al-Hafizh Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar As-Sayuthi
Madârij Al-Shu’ûd syarah Maulid Al-Barzanji
Targhîb Al-Mustâqîn Syarah Mandhûmah Maulid Al-Barzanjî
Fath Ash-Shamad Al-‘Âlam Syarah Maulid Syarif Al-‘Anâm
Fath Al-Majîd Syarah Ad-Durr Al-Farîd
Tîjân Ad-Darâry Syarah Matan Al-Baijûry
Fath Al-Mujîb Syarah Mukhtashar Al-Khathîb
Murâqah Shu’ûd At-Tashdîq Syarah Sulam At-Taufîq, karya Syaikh Abdullah ibn Husein ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’alawi
Kâsyifah As-Sajâ Syarah Safînah An-Najâh, karya Syaikh Salim ibn Sumair Al-Hadhrami
Al-Futûhâh Al-Madaniyyah Syarah Asy-Syu’ba Al-Îmâniyyah
‘Uqûd Al-Lujain fi Bayân Huqûq Al-Zaujain
Qathr Al-Ghais Syarah Masâil Abî Al-Laits
Naqâwah Al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
An-Naĥjah Al-Jayyidah Syarah Naqâwah Al-‘Aqîdah
Sulûk Al-Jâdah syarah Lam’ah Al-Mafâdah fi Bayân Al-Jumu’ah wa Al-Mu’âdah
Hilyah Ash-Shibyân Syarah Fath Ar-Rahman
Al-Fushûsh Al-Yâqutiyyah ‘Ala Ar-Raudhah Al-Baĥîyyah fi Abwâb At-Tashrîfiyyah
Ar-Riyâdh Al-Fauliyyah
Mishbâh Adh-Dhalâm’Ala Minĥaj Al-Atamma fi Tabwîb Al-Hukm
Dzariyy’ah Al-Yaqîn ‘Ala Umm Al-Barâĥîn fi At-Tauhîd
Al-Ibrîz Al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad As-Sayyid Al-Adnâny
Baghyah Al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid Al-Anâm
Ad-Durrur Al-Baĥiyyah fi Syarah Al-Khashâish An-Nabawiyyah
Lubâb Al-Bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karya tafsirnya, Al-Munîr, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm Jalâluddîn As-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn Al-Mahâlli yang sangat terkenal itu. Sementara Kâsyifah As-Sajâ Syarah merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safînah An-Najâ, karya Syaikh Sâlim bin Sumeir Al-Hadhrami. Para pakar menyebut karya beliau lebih praktis ketimbang matan yang dikomentarinya. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Akidah misalnya Tîjân Ad-Darâri, Nûr Adh-Dhalam, Fath Al-Majîd.
Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih Al-Qaul. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam Al-Munâjah, Niĥâyah Az-Zain, Kâsyifah As-Sajâ. Adapun Qâmi’u Ath-Thugyân, Nashâih Al-‘Ibâd dan Minhâj Ar-Raghibi merupakan karya tasawwuf. Ada lagi sebuah kitab fiqh karya beliau yang sangat terkenal di kalangan para santri Pesantren di Jawa, yaitu Syarah ’Uqûd Al-Lujain fi Bayân Huqûq Al-Zaujain. Hampir semua Pesantren memasukkan kitab ini dalam daftar paket bacaan wajib, terutama di bulan Ramadhan. Isinya tentang segala persoalan keluarga yang ditulis secara detail. Hubungan antara suami dan istri dijelaskan secara rinci. Kitab yang sangat terkenal ini menjadi rujukan selama hampir seabad.
Tapi kini, seabad kemudian kitab tersebut dikritik dan digugat, terutama oleh kalangan muslimah. Mereka menilai kandungan kitab tersebut sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masa kini. Tradisi syarah atau komentar bahkan kritik-mengkritik terhadap karya beliau, tentulah tidak mengurangi kualitas kepakaran dan intelektual beliau.
Dalam menyusun karyanya Syaikh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya. Sebelum dicetak, naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan padat isinya ini nama Syaikh Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia mendapat gelar: A ‘yan ‘Ulama’ Al-Qarn Ar-Ram’ ‘Asyar Li Al-Hijrah, AI-Imam Al-Mullaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama Al-Hijaz.
Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di Mesir (Dhafier, 86):
Syarah Al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
Lubab Al-Bayyan (1884).
Dhariyat Al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syaikh Sanusi, terbit tahun 1886.
Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya Ad-Durr Al-Farid, karya Syaikh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
Dua jilid komentar tentang syair maulid karya Al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan Al-Barzanji.
Syarah tentang syair Asmaul Husna.
Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
Syarah Suluk Al-Jiddah (1883)
Syarah Sullam Al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
Tafsir Murah Labib.
Syaikh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al-Azhar.
Di Indonesia khususnya di kalangan Pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syaikh Nawawi tentu saja sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di Pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Syaikh Nawawi yang ditulis sarjana kita antara lain:
Ahmad Asnawi, Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani tentang Af’al Al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
Ahmad Asnawi, Penafsiran Syaikh Muhammad Nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syaikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
MA Tihami, Pemikiran Fiqh Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi Al-Bantani’s Salalim Al-Fudhala, (Tesis Magister Mc Gill University, Kanada, 1992).
Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi Al-Fiqh Al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
BIDANG TEOLOGI
Karya-karya besar Nawawi yang gagasan pemikiran pembaharuannya berangkat dari Mesir, sesungguhnya terbagi dalam tujuh kategorisasi bidang yakni bidang tafsir, tauhid, fiqh, tasawwuf, sejarah Nabi, bahasa dan retorika. Hampir semua bidang ditulis dalam beberapa kitab kecuali bidang tafsir yang ditulisnya hanya satu kitab.
Dari banyaknya karya yang ditulisnya ini dapat jadikan bukti bahwa memang Syaikh Nawawi adalah seorang penulis produktif multidisiplin, beliau banyak mengetahui semua bidang keilmuan Islam. Luasnya wawasan pengetahuan Syaikh Nawawi yang tersebar membuat kesulitan bagi pengamat untuk menjelajah seluruh pemikirannya secara komprehensif-utuh.
Dalam beberapa tulisannya seringkali Syaikh Nawawi mengaku dirinya sebagai penganut teologi Asy’ari (Al-Asy’ari Al-I’tiqadi). Karya-karyanya yang banyak dikaji di Indonesia di bidang ini di antaranya Fath Al-Majid, Tijan Ad-Durari, Nur Al-Dzulam, Al-Futuhat Al-Madaniyah, Ats-Tsumar Al-Yaniah, Bahjat Al-Wasail, Kasyifah As-Saja dan Mirqat As-Su’ud.
Sejalan dengan prinsip pola fikir yang dibangunnya, dalam bidang teologi Syaikh Nawawi mengikuti aliran teologi Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagai penganut Asy’ariyah, Syaikh Nawawi banyak memperkenalkan konsep sifat-sifat Allah. Seorang muslim harus mempercayai bahwa Allah memiliki sifat yang dapat diketahui dari perbuatannya (his act), karena sifat Allah adalah perbuatan-Nya.
Dia membagi sifat Allah dalam tiga bagian: wajib, mustahil dan mumkin. Sifat Wajib adalah sifat yang pasti melekat pada Allah dan mustahil tidak adanya, dan mustahil adalah sifat yang pasti tidak melekat pada Allah dan wajib tidak adanya, sementara mumkin adalah sifat yang boleh ada dan tidak ada pada Allah. Meskipun Syaikh Nawawi bukan orang pertama yang membahas konsep sifatiyah Allah, namun dalam konteks Indonesia Syaikh Nawawi dinilai orang yang berhasil memperkenalkan teologi Asy’ari sebagai sistem teologi yang kuat di negeri ini.
Kemudian mengenai dalil naqli dan ‘aqli, menurutnya harus digunakan bersama-sama, tetapi terkadang bila terjadi pertentangan di antara keduanya maka naql harus didahulukan. Kewajiban seseorang untuk meyakini segala hal yang terkait dengan keimanan terhadap keberadaan Allah hanya dapat diketahui oleh naql, bukan dari aql. Bahkan tiga sifat di atas pun diperkenalkan kepada Nabi. Dan setiap mukallaf diwajibkan untuk menyimpan rapih pemahamannya dalam benak akal pikirannya.
Tema yang perlu diketahui di sini adalah tentang Kemahakuasaan Allah (absolutenes of god). Sebagaimana teolog Asy’ari lainnya, Syaikh Nawawi menempatkan dirinya sebagai penganut aliran yang berada di tengah-tengah antara dua aliran teologi ekstrim: Qadariyah dan Jabariyah, sebagaimana dianut oleh Ahlussunnah wal-Jama’ah.
Dia mengakui Kemahakuasaan Tuhan tetapi konsepnya ini tidak sampai pada konsep Jabariyah yang meyakini bahwa sebenamya semua perbuatan manusia itu dinisbatkan pada Allah dan tidak disandarkan pada daya manusia, manusia tidak memiliki kekuatan apa-apa. Untuk hal ini dalam konteks Indonesia sebenarnya Syaikh Nawawi telah berhasil membangkitkan dan menyegarkan kembali ajaran Agama dalam bidang teologi dan berhasil mengeliminir kecenderungan meluasnya konsep absolutisme Jabariyah di Indonesia dengan konsep tawakkal bi Allah.
Sayangnya sebagian sejarawan modern terlanjur menuding teologi Asy’ariyah sebagai sistem teologi yang tidak dapat menggugah perlawanan kolonialisme. Padahal fenomena kolonialisme pada waktu itu telah melanda seluruh daerah Islam dan tidak ada satu kekuatan teologi pun yang dapat melawannya, bahkan daerah yang bukan Asy’ariyah pun turut terkena.
Dalam konteks Islam Jawa teologi Asy’ariyah dalam kadar tertentu sebenarnya telah dapat menumbuhkan sikap merdekanya dari kekuatan lain setelah tawakkal kepada Allah. Melalui konsep penyerahan diri kepada Allah umat Islam disadarkan bahwa tidak ada kekuatan lain kecuali Allah. Kekuatan Allah tidak terkalahkan oleh kekuatan kolonialis. Di sinilah letak peranan Syaikh Nawawi dalam pensosialisasian teologi Asy’ariyahnya yang terbukti dapat menggugah para muridnya di Mekkah berkumpul dalam “koloni Jawa”. Dalam beberapa kesempatan Syaikh Nawawi sering memprovokasi bahwa bekerja sama dengan kolonial Belanda (non muslim) haram hukumnya. Dan seringkali kumpulan semacam ini selalu dicurigai oleh kolonial Belanda karena memiliki potensi melakukan perlawanan pada mereka.
Sementara di bidang fiqh tidak berlebihan jika Syaikh Nawawi dikatakan sebagai “obor” mazhab Imam Syafi’i untuk konteks Indonesia. Melalui karya-karya fiqhnya seperti Syarh Safinat An-Naja, Syarh Sullam At-Taufiq, Nihayat Az-Zain fi Irsyad Al-Mubtadi’in dan Tasyrih Ala Fathul Qarib, sehingga Syaikh Nawawi berhasil memperkenalkan madzhab Syafi’i secara sempurna.
Atas dedikasi Syaikh Nawawi yang mencurahkan hidupnya hanya untuk mengajar dan menulis, mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Hasil tulisannya yang sudah tersebar luas setelah diterbitkan di berbagai daerah memberi kesan tersendiri bagi para pembacanya. Pada tahun 1870 para ulama Universitas Al-Azhar Mesir pernah mengundangnya untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah. Mereka tertarik untuk mengundangnya karena nama Syaikh Nawawi sudah dikenal melalui karya-karyanya yang telah banyak tersebar di Mesir.
KAROMAH SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
1. Telunjuk Menjadi Lampu
Konon, pada suatu waktu pernah beliau mengarang kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam sebuah perjalanan.
Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari kanannya yang untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi Al-‘Ubudiyyah Syarah Matan Bidâyah Al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang.
2. Membetulkan Arah Kiblat
Karomah beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan.
Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah SAW, Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya Al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi (sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.
Tak ayal , saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan. Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân. Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat.
“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka΄bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka΄bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka΄bah," Ujar Syaikh Nawawi remaja.
Sayyid Utsmân termangu. Ka΄bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari, remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karomah itu, di mana pun beliau berada Ka΄bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.
3. Mayat Tetap Utuh
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota.
Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.
Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekkah.
Demikianlah karomah Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Tanah organisme yang hidup di dalamnya sedikitpun tidak merusak jasad beliau. Kasih sayang Allah Ta’ala berlimpah pada beliau.
4. Tidur Di Lidah Ular
Konon pada suatu malam di mana beliau melanjutkan perjalanannya ke Mekkah, beliau kelelahan dan mencari sebuah gubuk yang tak berpenghuni atau saung. Setelah mencari-cari akhirnya beliau menemukan lampu yang sangat redup dan kecil. Akhirnya beliau tiba di suatu tempat tersebut dan memulai untuk beristirahat. Dalam hati beliau bertanya:
“Kok dasar saung ini sangat lembut dan empuk ya??”
Saking lelahnya beliau tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut. Tidurlah beliau dengan meletakkan tongkatnya dalam posisi berdiri.
Pagi pun datang dan beliau terbangun dari tidurnya untuk shalat dan kemudian melanjutkan perjalanannya. Setelah kurang lebih 7 langkah dari tempat peristirahatannya itu, beliau menyentuh darah dari ujung tongkatnya tersebut. Dengan heran kemudian beliau menoleh ke belakang dan menemui ular raksasa yang sedang beranjak pergi. Tanpa disadari ternyata semalam beliau tidur di lidah seekor ular raksasa dan tongkatnya yang berposisi berdiri tersebut merintangi kedua gigi ular itu.
Beliau pun langsung menyebut kalimat istighfar dan memuji kebesaran Allah SWT dengan mengucapkan kalimat kebesaran-Nya.
5. Mengeluarkan Buah Rambutan Dari Tangannya
Di Mekkah beliau mendirikan tempat mengajar/sekolah dengan murid yang lumayan banyak. Di suatu hari beliau menerangkan kepada para santri-santrinya.
Syaikh Nawawi:
“Sunnah Islam kalau berbuka puasa itu hendaknya memakan yang manis-manis terlebih dahulu, kalau di sini terdapat buah kurma, di tempatku ada yang tidak kalah manisnya dengan kurma!!”
Santri-santri:
"Betul Syaikh kalo di tempat kami kurma. Lalu bagaimana dengan tempat Syaikh yang tidak tumbuh buah kurma?”
Syaikh Nawawi:
“Sebentar.”
Syaikh Nawawi langsung menyembunyikan tanganya ke belakang tubuhnya. Santri-santri pun sangat heran apa yang dilakukan gurunya tersebut dan terdengar di telinga para santri-santri suara seperti orang yang sedang mengambil buah-buahan dari pohonnya.
Kemudian Syaikh Nawawi menyuguhkan buah Rambutan yang persis seperti baru diambil dari pohonnya. Para santri pun sangat terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh gurunya tersebut.
“Nah ini yang aku makan pertama ketika berbuka puasa di tempatku. Silahkan dicicipi!” Kata Syaikh Nawawi sambil membagikanya kepada para santri di kelasnya mengajar.
Para santri pun langsung mencicipi dan sangat menikmati kemanisan buah rambutan yang diberikan gurunya itu.
6. Kitab Tafsir Munir
Karomah Syaikh Nawawi yang paling tinggi akan kita rasakan saat kita membuka lembar demi lembar Tafsîr Munîr yang beliau karang. Kitab Tafsir fenomenal ini menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami Firman Allah SWT. Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqh, Kâsyifah As-Sajâ, yang menerangkan syariat. Begitu pula ratusan hikmah di dalam kitab Nashâih Al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan beliau.
IMAM NAWAWI KEDUA (ATS-TSANI)
Nama Imam Nawawi begitu dominan, terutama dalam lingkungan ulama-ulama Syafi’iyah. Beliau sangat terkenal karena banyak karangannya yang dikaji pada setiap zaman dari dahulu sampai sekarang. Nama ini adalah milik Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu bin Birri bin Hasan bin Husaini Mukhyiddin An-Nawawi Asy-Syafi’i yang dilahirkan di Nawa sebuah distrik di Damaskus Syiria pada bulan Muharram tahun 631 H.
Pada penghujung abad ke-18, tepatnya tahun 1230 H/1813 M lahir pula seorang yang bernama Nawawi di Banten, Jawa Barat. Setelah dia menuntut ilmu yang sangat banyak, mensyarah kitab-kitab bahasa Arab dalam pelbagai disiplin ilmu yang sangat banyak pula, maka dia digelar Imam Nawawi Ats-Tsani, artinya Imam Nawawi Yang Kedua. Orang pertama memberi gelar tersebut adalah Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.
Gelar yang diungkapkan oleh Syaikh Ahmad Al-Fathani dalam seuntai gubahan syairnya itu akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama yang berasal dari Banten itu. Sekian banyak ulama dunia Islam sejak sesudah Imam Nawawi yang pertama (wafat 676 Hijrah/1277 Masehi) sampai sekarang ini belum ada orang lain yang mendapat gelar Imam Nawawi Ats-Tsani, kecuali Syaikh Nawawi, ulama kelahiran Banten yang dibicarakan ini.
Rasanya gelar tersebut memang dipandang layak. Tidak ada ulama sezaman dengannya maupun sesudahnya yang mempertikai autoritinya dalam bidang ilmiah keislaman menurut metode tradisional yang telah ada sepanjang zaman dan berkesinambungan.
TOKOH SUFI QADIRIYAH
Syaikh Nawawi juga dicatat sebagai tokoh sufi yang beraliran Qadiriyah, yang didasarkan pada ajaran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani (wafat 561 H/ 1166M).
Sayang, hingga riwayat ini rampung ditulis, penulis belum mendapatkan bahan rujukan yang memuaskan tentang Syaikh Nawawi Banten sebagai pengikut tarekat Qadiriyah ataukah tarekat gabungan Qadiriyah wa Naqshabandiyah.
Padahal, pembacaan sejak lama kitab Manaqib Abdul Qadir pada kesempatan tertentu merupakan indikasi kuatnya tarekat ini di Banten. Bahkan, Hikayah Syaikh, terjemahan salah satu versi Manaqib, Khulashah Al-Mafakhir fi Ikhtishar Manaqib Asy-Syaikh ‘Abd Al-Qadir karangan ‘Afifuddin Al-Yafi’i (wafat 1367 M), sangat boleh jadi dikerjakan di Banten pada abad ke-17, mengingat gaya bahasanya yang sangat kuno. Lebih dari itu, pada pertengahan abad ke-18, Sultan Banten Arif Zainul ‘Asyiqin, dalam segel resminya menggelari diri Al-Qadiri.
SUFI BRILIAN
Sejauh itu dalam bidang tasawwuf, Syaikh Nawawi dengan aktivitas intelektualnya mencerminkan ia bersemangat menghidupkan disiplin ilmu-ilmu agama. Dalam bidang ini ia memiliki konsep yang identik dengan tasawwuf ortodok. Dari karyanya saja Syaikh Nawawi menunjukkan seorang sufi brilian. Ia banyak memiliki tulisan di bidang tasawwuf yang dapat dijadikan sebagai rujukan standar bagi seorang sufi.
Brockleman, seorang penulis dari Belanda mencatat ada 3 karya Syaikh Nawawi yang dapat merepresentasikan pandangan tasawwufnya, yaitu: Misbah Az-Zulam, Qami’ Ath-Thugyan dan Salalim Al-Fudhala. Di sana Syaikh Nawawi banyak sekali merujuk kitab Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali. Bahkan kitab ini merupakan rujukan penting bagi setiap tarekat.
Pandangan tasawwufnya meski tidak tergantung pada gurunya Syaikh Khatib Sambas (seorang ulama tasawwuf asal Jawi) yang memimpin sebuah organisasi tarekat, bahkan tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia memiliki pandangan bahwa keterkaitan antara praktek tarekat, syariat dan hakikat sangat erat.
Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini Syaikh Nawawi mengibaratkan syariat dengan sebuah kapal, tarekat dengan lautnya dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut. Dalam proses pengamalannya, syariat (hukum) dan tarekat merupakan awal dari perjalanan (ibtida’i) seorang sufi, sementara hakikat adalah hasil dari syariat dan tarikat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa Syaikh Nawawi tidak menolak praktek-praktek tarekat selama tarekat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, syariat.
Paparan konsep tasawwufnya ini tampak pada konsistensi dengan pijakannya terhadap pengalaman spiritualitas ulama salaf. Tema-tema yang digunakan tidak jauh dari rumusan ulama tasawwuf klasik. Model paparan tasawwuf inilah yang membuat Syaikh Nawawi harus dibedakan dengan tokoh sufi Indonesia lainnya. la dapat dimakzulkan (dibedakan) dari karakteristik tipologi tasawwuf Indonesia, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Abdurrauf Sinkel dan sebagainya.
WAFAT
Masa selama 69 tahun mengabdikan dirinya sebagai guru Umat Islam telah memberikan pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syi’ib Ali, sebuah kawasan di pinggiran kota Mekkah pada tanggal 25 Syawal 1314 H/ 1897 M. Namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/ 1898 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Mekkah. Makam beliau bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar Ash-Shiddîq.
ULAMA PESANTREN YANG MENDUNIA
Nama Syaikh Nawawi Al-Bantani tentu sudah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Lebih-lebih kalangan santri dan Pesantren. Nama Beliau bahkan sering terdengar disamakan kebesarannya dengan tokoh ulama klasik madzhab Syafi’i, yaitu Imam Nawawi (wafat 676 H/l277 M).
Melalui karya-karyanya yang tersebar di pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama Syaikh asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat dengan memberikan wejangan ajaran Islam yang menyejukkan.
Di berbagai majlis ta’lim, utamanya di Pesantren, karyanya kerap dijadikan rujukan utama untuk berbagai fan ilmu; dari ilmu tauhid, fiqh, tasawwuf sampai tafsir. Karya-karya Syaikh Nawawi Al-Bantani sangat berjasa dalam mengarahkan mainstream keilmuan yang dikembangkan di lembaga-Iembaga Pendidikan Islam Pesantren.
Di kalangan komunitas Pesantren Syaikh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tapi juga ia adalah mahaguru sejati (the great scholar). Syaikh Nawawi Al-Bantani telah banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi keilmuan di lembaga pendidikan Pesantren. Ia turut banyak membentuk keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri Pesantren yang sekaligus juga banyak menjadi tokoh pendiri organisasi Nahdhatul Ulama (NU).
Apabila KH. Hasyim Asy’ari sering disebut sebagai tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya NU, maka Syaikh Nawawi Al-Bantani adalah guru utamanya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, seringkali KH. Hasyim Asy’ari bernostalgia bercerita tentang kehidupan Syaikh Nawawi Al-Bantani, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan beliau terhadap Syaikh Nawawi Al-Bantani.
Figur ulama seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani merupakan sosok ulama yang memegang teguh dalam mempertahankan tradisi keilmuan klasik, suatu tradisi keilmuan yang tidak bisa dilepaskan dari kesinambungan secara evolutif dalam pembentukan keilmuan agama Islam. Besarnya pengaruh pola pemahaman dan pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani terhadap para tokoh ulama di Indonesia, sehingga beliau dapat dikatakan sebagai poros dari akar tradisi keilmuan pesantren dan NU. Untuk itu menarik jika di sini diuraikan sosok sang Kyai ini dengan sejumlah pemikiran mendasar yang kelak akan banyak menjadi karakteristik pola pemikiran dan perjuangan para muridnya di Pesantren-pesantren.
KELAHIRAN
Syaikh Nawawi lahir dengan nama Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami’ Syaikh Nawawi Bantani) pada tahun 1230 H atau 1813 M.
Ayahnya bernama Kyai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin Masjid. Ibunya bernama Zubaedah. Dari silsilahnya, Syaikh Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunya Raras (Tajul ‘Arsy), yang makamnya hanya berjarak 500 meter dari bekas kediaman beliau di Tanara. Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW melalui Imam Ja’far Ash-Shadiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husein, Fatimah Az-Zahra.
PENDIDIKAN
Semenjak kecil Syaikh Nawawi memang terkenal cerdas. Otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya ke berbagai Pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan langsung dari ayahnya (yang sehari-harinya menjadi penghulu Kecamatan Tanara), kemudian berguru kepada Kyai Sahal, Banten; setelah itu mengaji kepada Kyai Yusuf, Purwakarta.
Di usia beliau yang belum lagi mencapai 15 tahun, Syaikh Nawawi telah mengajar banyak orang. Sampai kemudian karena karomahnya yang telah mengkilap sebelia itu, beliau mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Pada usia 15 tahun beliau menunaikan haji dan berguru kepada sejumlah ulama terkenal di Mekkah, seperti Syaikh Khâtib As-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Abdul Hamîd Daghestani, Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Ahmad Dimyati, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syaikh Junaid Al-Betawi.
Tapi guru yang paling berpengaruh adalah Syaikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid Al-Betawi dan Syaikh Ahmad Dimyati, ulama terkemuka di Mekkah. Lewat ketiga Syaikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama lain yang berperan besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syaikh Muhammad Khâtib dan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama besar di Madinah.
NASIONALISME
Tiga tahun bermukim di Mekkah, beliau pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Ia melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, gelora jihadpun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja Pemerintah Belanda membatasi gerak-geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825- 1830 M).
Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat Syaikh Nawawi terpaksa menyingkir ke Negeri Mekkah, tepat ketika perlawanan Pangeran Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama Besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje.
Begitu sampai di Mekkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketetapan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib ‘Ali, Mekkah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin banyak jumlahnya. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.
Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram, Syaikh Khâtib Al-Minangkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi ‘Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama, masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekkah dan Madinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia.
Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekkah. Di sanalah beliau menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Belanda pun mengutus Snouck Hourgronje ke Mekkah untuk menemui beliau.
Ketika Snouck --yang kala itu menyamar sebagai orang Arab dengan nama ‘Abdul Ghafûr-- bertanya:
“Mengapa beliau tidak mengajar di Masjidil Haram tapi di perkampungan Jawa?”
Dengan lembut Syaikh Nawawi menjawab:
“Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan seorang professor berbangsa Arab.”
Lalu kata Snouck lagi:
”Bukankah banyak orang yang tidak sepakar seperti anda akan tetapi juga mengajar di sana?”
Syaikh Nawawi menjawab :
“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa."
Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa. Banyak muridnya yang di belakang hari menjadi ulama, misalnya KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), KH. Kholil Bangkalan, KH. Asnawi Kudus, KH. Tb. Bakrie Purwakarta, KH. Arsyad Thawil, dan lain-lainnya.
Konon, KH. Hasyim Asy’ari saat mengajar santri-santrinya di Pesantren Tebu Ireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath Al-Qarîb yang dikarang oleh Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati KH. Hasyim Asy’ari hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath Al-Qarib ia ajarkan pada santri-santrinya.
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah. Sang istri wafat mendahului beliau.
GELAR-GELAR
Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai Al-Imam wa Al-Fahm Al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagai As-Sayyid Al-‘Ulama Al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.
TOKOH UTAMA KITAB KUNING INDONESIA
Ada beberapa nama yang bisa disebut sebagai tokoh Kitab Kuning Indonesia. Sebut misalnya, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Abdul Shamad Al-Palimbani, Syaikh Yusuf Makasar, Syaikh Syamsudin Sumatrani, Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Syaikh Ihsan Al-Jampesi, dan Syaikh Muhammad Mahfudz At-Tirmasi. Mereka ini termasuk kelompok ulama yang diakui tidak hanya di kalangan pesantren di Indonesia, tapi juga di beberapa universitas di luar negeri. Dari beberapa tokoh tadi, nama Syaikh Nawawi Al-Bantani boleh disebut sebagai tokoh utamanya (Bapak Kitab Kuning Indonesia).
Dia layak menempati posisi itu karena hasil karyanya menjadi rujukan utama berbagai pesantren di tanah air, bahkan di luar negeri.
KARYA-KARYA
Kepakaran beliau tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syaikh Umar Abdul Jabbâr dalam kitabnya "Ad-Durûs min Mâdhi At-Ta’lîm wa Hadhirih bi Al-Masjidil Al-Harâm” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa Kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syaikh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Sebagian dari karya-karya Syaikh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:
Ats-Tsamâr Al-Yâni’ah Syarah Ar-Riyâdh Al-Badî’ah, karya Syaikh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
Al-‘Aqd Ats-Tsamîn Syarah Fath Al-Mubîn
Sullam Al-Munâjah Syarah Safînah Ash-Shalâh, karya Abdullah ibn Umar Al-Hadrami
Baĥjah Al-Wasâil Syarah Ar-Risâlah Al-Jâmi’ah Bayn Al-Usûl wa Al-Fiqh wa At-Tasawwuf, karya Sayyid Ahmad ibn Zein Al-Habsyi
At-Tausyîh/Quwt Al-Habîb Al-Gharîb Syarah Fath Al-Qarîb Al-Mujîb, karya Muhammad ibn Qasyim Asy-Syafi’i
Niĥâyah Az-Zayyin Syarah Qurrah Al-‘Ain bi Muĥimmâh Ad-Dîn, karya Zainuddin Abdul Aziz Al-Maliburi.
Marâqi Al-‘Ubûdiyyah Syarah Matan Bidâyah Al-Ĥidâyah, karya Abu Hamid ibn Muhammad Al-Ghazali
Nashâih Al-‘Ibâd Syarah Al-Manbaĥâtu ‘Ala Al-Isti’dâd li Yaum Al-Mi’âd, karya Imam Abi Laits.
Salâlim Al-Fudhalâ΄ Syarah Mandhûmah Ĥidâyah Al-Azkiyâ, karya Zaenuddin ibn Al-Ma’bari Al-Malibari
Qâmi’u At-Thugyân Syarah Mandhûmah Syu’bu Al-Imân, karya Syaikh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad Al-Malibari
At-Tafsir Al-Munîr li Al-Mu’âlim Al-Tanzîl Al-Mufassir ‘an Wujûĥ Mahâsin At-Ta΄wil Musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
Kasyf Al-Marûthiyyah Syarah Matan Al-Jurumiyyah
Fath Al-Ghâfir Al-Khathiyyah Syarah Nadham Al-Jurumiyyah Musammâ Al-Kawâkib Al-Jaliyyah
Nur Adh-Dhalâm ‘Ala Mandhûmah Al-Musammâh bi ‘Aqîdah Al-‘Awwâm
Tanqîh Al-Qaul Al-Hadîts Syarah Lubâb Al-Hadîts, karya Al-Hafizh Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar As-Sayuthi
Madârij Al-Shu’ûd syarah Maulid Al-Barzanji
Targhîb Al-Mustâqîn Syarah Mandhûmah Maulid Al-Barzanjî
Fath Ash-Shamad Al-‘Âlam Syarah Maulid Syarif Al-‘Anâm
Fath Al-Majîd Syarah Ad-Durr Al-Farîd
Tîjân Ad-Darâry Syarah Matan Al-Baijûry
Fath Al-Mujîb Syarah Mukhtashar Al-Khathîb
Murâqah Shu’ûd At-Tashdîq Syarah Sulam At-Taufîq, karya Syaikh Abdullah ibn Husein ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’alawi
Kâsyifah As-Sajâ Syarah Safînah An-Najâh, karya Syaikh Salim ibn Sumair Al-Hadhrami
Al-Futûhâh Al-Madaniyyah Syarah Asy-Syu’ba Al-Îmâniyyah
‘Uqûd Al-Lujain fi Bayân Huqûq Al-Zaujain
Qathr Al-Ghais Syarah Masâil Abî Al-Laits
Naqâwah Al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
An-Naĥjah Al-Jayyidah Syarah Naqâwah Al-‘Aqîdah
Sulûk Al-Jâdah syarah Lam’ah Al-Mafâdah fi Bayân Al-Jumu’ah wa Al-Mu’âdah
Hilyah Ash-Shibyân Syarah Fath Ar-Rahman
Al-Fushûsh Al-Yâqutiyyah ‘Ala Ar-Raudhah Al-Baĥîyyah fi Abwâb At-Tashrîfiyyah
Ar-Riyâdh Al-Fauliyyah
Mishbâh Adh-Dhalâm’Ala Minĥaj Al-Atamma fi Tabwîb Al-Hukm
Dzariyy’ah Al-Yaqîn ‘Ala Umm Al-Barâĥîn fi At-Tauhîd
Al-Ibrîz Al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad As-Sayyid Al-Adnâny
Baghyah Al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid Al-Anâm
Ad-Durrur Al-Baĥiyyah fi Syarah Al-Khashâish An-Nabawiyyah
Lubâb Al-Bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karya tafsirnya, Al-Munîr, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsîr Jalâlain, karya Imâm Jalâluddîn As-Suyûthi dan Imâm Jalâluddîn Al-Mahâlli yang sangat terkenal itu. Sementara Kâsyifah As-Sajâ Syarah merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safînah An-Najâ, karya Syaikh Sâlim bin Sumeir Al-Hadhrami. Para pakar menyebut karya beliau lebih praktis ketimbang matan yang dikomentarinya. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Akidah misalnya Tîjân Ad-Darâri, Nûr Adh-Dhalam, Fath Al-Majîd.
Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih Al-Qaul. Karya-karya beliau di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam Al-Munâjah, Niĥâyah Az-Zain, Kâsyifah As-Sajâ. Adapun Qâmi’u Ath-Thugyân, Nashâih Al-‘Ibâd dan Minhâj Ar-Raghibi merupakan karya tasawwuf. Ada lagi sebuah kitab fiqh karya beliau yang sangat terkenal di kalangan para santri Pesantren di Jawa, yaitu Syarah ’Uqûd Al-Lujain fi Bayân Huqûq Al-Zaujain. Hampir semua Pesantren memasukkan kitab ini dalam daftar paket bacaan wajib, terutama di bulan Ramadhan. Isinya tentang segala persoalan keluarga yang ditulis secara detail. Hubungan antara suami dan istri dijelaskan secara rinci. Kitab yang sangat terkenal ini menjadi rujukan selama hampir seabad.
Tapi kini, seabad kemudian kitab tersebut dikritik dan digugat, terutama oleh kalangan muslimah. Mereka menilai kandungan kitab tersebut sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masa kini. Tradisi syarah atau komentar bahkan kritik-mengkritik terhadap karya beliau, tentulah tidak mengurangi kualitas kepakaran dan intelektual beliau.
Dalam menyusun karyanya Syaikh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar lainnya. Sebelum dicetak, naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang sebagaimana terlihat di atas maka dapat dipastikan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria. Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan padat isinya ini nama Syaikh Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19 M. Karena kemasyhurannya ia mendapat gelar: A ‘yan ‘Ulama’ Al-Qarn Ar-Ram’ ‘Asyar Li Al-Hijrah, AI-Imam Al-Mullaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, dan Sayyid ‘Ulama Al-Hijaz.
Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di Mesir (Dhafier, 86):
Syarah Al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
Lubab Al-Bayyan (1884).
Dhariyat Al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syaikh Sanusi, terbit tahun 1886.
Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya Ad-Durr Al-Farid, karya Syaikh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
Dua jilid komentar tentang syair maulid karya Al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan Al-Barzanji.
Syarah tentang syair Asmaul Husna.
Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
Syarah Suluk Al-Jiddah (1883)
Syarah Sullam Al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
Tafsir Murah Labib.
Syaikh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al-Azhar.
Di Indonesia khususnya di kalangan Pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syaikh Nawawi tentu saja sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di Pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.
Beberapa karya ilmiah tentang Syaikh Nawawi yang ditulis sarjana kita antara lain:
Ahmad Asnawi, Pemikiran Syaikh Nawawi Al-Bantani tentang Af’al Al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
Ahmad Asnawi, Penafsiran Syaikh Muhammad Nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syaikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
MA Tihami, Pemikiran Fiqh Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi Al-Bantani’s Salalim Al-Fudhala, (Tesis Magister Mc Gill University, Kanada, 1992).
Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi Al-Fiqh Al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).
BIDANG TEOLOGI
Karya-karya besar Nawawi yang gagasan pemikiran pembaharuannya berangkat dari Mesir, sesungguhnya terbagi dalam tujuh kategorisasi bidang yakni bidang tafsir, tauhid, fiqh, tasawwuf, sejarah Nabi, bahasa dan retorika. Hampir semua bidang ditulis dalam beberapa kitab kecuali bidang tafsir yang ditulisnya hanya satu kitab.
Dari banyaknya karya yang ditulisnya ini dapat jadikan bukti bahwa memang Syaikh Nawawi adalah seorang penulis produktif multidisiplin, beliau banyak mengetahui semua bidang keilmuan Islam. Luasnya wawasan pengetahuan Syaikh Nawawi yang tersebar membuat kesulitan bagi pengamat untuk menjelajah seluruh pemikirannya secara komprehensif-utuh.
Dalam beberapa tulisannya seringkali Syaikh Nawawi mengaku dirinya sebagai penganut teologi Asy’ari (Al-Asy’ari Al-I’tiqadi). Karya-karyanya yang banyak dikaji di Indonesia di bidang ini di antaranya Fath Al-Majid, Tijan Ad-Durari, Nur Al-Dzulam, Al-Futuhat Al-Madaniyah, Ats-Tsumar Al-Yaniah, Bahjat Al-Wasail, Kasyifah As-Saja dan Mirqat As-Su’ud.
Sejalan dengan prinsip pola fikir yang dibangunnya, dalam bidang teologi Syaikh Nawawi mengikuti aliran teologi Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagai penganut Asy’ariyah, Syaikh Nawawi banyak memperkenalkan konsep sifat-sifat Allah. Seorang muslim harus mempercayai bahwa Allah memiliki sifat yang dapat diketahui dari perbuatannya (his act), karena sifat Allah adalah perbuatan-Nya.
Dia membagi sifat Allah dalam tiga bagian: wajib, mustahil dan mumkin. Sifat Wajib adalah sifat yang pasti melekat pada Allah dan mustahil tidak adanya, dan mustahil adalah sifat yang pasti tidak melekat pada Allah dan wajib tidak adanya, sementara mumkin adalah sifat yang boleh ada dan tidak ada pada Allah. Meskipun Syaikh Nawawi bukan orang pertama yang membahas konsep sifatiyah Allah, namun dalam konteks Indonesia Syaikh Nawawi dinilai orang yang berhasil memperkenalkan teologi Asy’ari sebagai sistem teologi yang kuat di negeri ini.
Kemudian mengenai dalil naqli dan ‘aqli, menurutnya harus digunakan bersama-sama, tetapi terkadang bila terjadi pertentangan di antara keduanya maka naql harus didahulukan. Kewajiban seseorang untuk meyakini segala hal yang terkait dengan keimanan terhadap keberadaan Allah hanya dapat diketahui oleh naql, bukan dari aql. Bahkan tiga sifat di atas pun diperkenalkan kepada Nabi. Dan setiap mukallaf diwajibkan untuk menyimpan rapih pemahamannya dalam benak akal pikirannya.
Tema yang perlu diketahui di sini adalah tentang Kemahakuasaan Allah (absolutenes of god). Sebagaimana teolog Asy’ari lainnya, Syaikh Nawawi menempatkan dirinya sebagai penganut aliran yang berada di tengah-tengah antara dua aliran teologi ekstrim: Qadariyah dan Jabariyah, sebagaimana dianut oleh Ahlussunnah wal-Jama’ah.
Dia mengakui Kemahakuasaan Tuhan tetapi konsepnya ini tidak sampai pada konsep Jabariyah yang meyakini bahwa sebenamya semua perbuatan manusia itu dinisbatkan pada Allah dan tidak disandarkan pada daya manusia, manusia tidak memiliki kekuatan apa-apa. Untuk hal ini dalam konteks Indonesia sebenarnya Syaikh Nawawi telah berhasil membangkitkan dan menyegarkan kembali ajaran Agama dalam bidang teologi dan berhasil mengeliminir kecenderungan meluasnya konsep absolutisme Jabariyah di Indonesia dengan konsep tawakkal bi Allah.
Sayangnya sebagian sejarawan modern terlanjur menuding teologi Asy’ariyah sebagai sistem teologi yang tidak dapat menggugah perlawanan kolonialisme. Padahal fenomena kolonialisme pada waktu itu telah melanda seluruh daerah Islam dan tidak ada satu kekuatan teologi pun yang dapat melawannya, bahkan daerah yang bukan Asy’ariyah pun turut terkena.
Dalam konteks Islam Jawa teologi Asy’ariyah dalam kadar tertentu sebenarnya telah dapat menumbuhkan sikap merdekanya dari kekuatan lain setelah tawakkal kepada Allah. Melalui konsep penyerahan diri kepada Allah umat Islam disadarkan bahwa tidak ada kekuatan lain kecuali Allah. Kekuatan Allah tidak terkalahkan oleh kekuatan kolonialis. Di sinilah letak peranan Syaikh Nawawi dalam pensosialisasian teologi Asy’ariyahnya yang terbukti dapat menggugah para muridnya di Mekkah berkumpul dalam “koloni Jawa”. Dalam beberapa kesempatan Syaikh Nawawi sering memprovokasi bahwa bekerja sama dengan kolonial Belanda (non muslim) haram hukumnya. Dan seringkali kumpulan semacam ini selalu dicurigai oleh kolonial Belanda karena memiliki potensi melakukan perlawanan pada mereka.
Sementara di bidang fiqh tidak berlebihan jika Syaikh Nawawi dikatakan sebagai “obor” mazhab Imam Syafi’i untuk konteks Indonesia. Melalui karya-karya fiqhnya seperti Syarh Safinat An-Naja, Syarh Sullam At-Taufiq, Nihayat Az-Zain fi Irsyad Al-Mubtadi’in dan Tasyrih Ala Fathul Qarib, sehingga Syaikh Nawawi berhasil memperkenalkan madzhab Syafi’i secara sempurna.
Atas dedikasi Syaikh Nawawi yang mencurahkan hidupnya hanya untuk mengajar dan menulis, mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Hasil tulisannya yang sudah tersebar luas setelah diterbitkan di berbagai daerah memberi kesan tersendiri bagi para pembacanya. Pada tahun 1870 para ulama Universitas Al-Azhar Mesir pernah mengundangnya untuk memberikan kuliah singkat di suatu forum diskusi ilmiah. Mereka tertarik untuk mengundangnya karena nama Syaikh Nawawi sudah dikenal melalui karya-karyanya yang telah banyak tersebar di Mesir.
KAROMAH SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI
1. Telunjuk Menjadi Lampu
Konon, pada suatu waktu pernah beliau mengarang kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam sebuah perjalanan.
Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari kanannya yang untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi Al-‘Ubudiyyah Syarah Matan Bidâyah Al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang.
2. Membetulkan Arah Kiblat
Karomah beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan.
Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah SAW, Sayyid Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya Al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi (sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.
Tak ayal , saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan. Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân. Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat.
“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka΄bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka΄bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka΄bah," Ujar Syaikh Nawawi remaja.
Sayyid Utsmân termangu. Ka΄bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari, remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karomah itu, di mana pun beliau berada Ka΄bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.
3. Mayat Tetap Utuh
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota.
Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.
Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma΄la, Mekkah.
Demikianlah karomah Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Tanah organisme yang hidup di dalamnya sedikitpun tidak merusak jasad beliau. Kasih sayang Allah Ta’ala berlimpah pada beliau.
4. Tidur Di Lidah Ular
Konon pada suatu malam di mana beliau melanjutkan perjalanannya ke Mekkah, beliau kelelahan dan mencari sebuah gubuk yang tak berpenghuni atau saung. Setelah mencari-cari akhirnya beliau menemukan lampu yang sangat redup dan kecil. Akhirnya beliau tiba di suatu tempat tersebut dan memulai untuk beristirahat. Dalam hati beliau bertanya:
“Kok dasar saung ini sangat lembut dan empuk ya??”
Saking lelahnya beliau tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut. Tidurlah beliau dengan meletakkan tongkatnya dalam posisi berdiri.
Pagi pun datang dan beliau terbangun dari tidurnya untuk shalat dan kemudian melanjutkan perjalanannya. Setelah kurang lebih 7 langkah dari tempat peristirahatannya itu, beliau menyentuh darah dari ujung tongkatnya tersebut. Dengan heran kemudian beliau menoleh ke belakang dan menemui ular raksasa yang sedang beranjak pergi. Tanpa disadari ternyata semalam beliau tidur di lidah seekor ular raksasa dan tongkatnya yang berposisi berdiri tersebut merintangi kedua gigi ular itu.
Beliau pun langsung menyebut kalimat istighfar dan memuji kebesaran Allah SWT dengan mengucapkan kalimat kebesaran-Nya.
5. Mengeluarkan Buah Rambutan Dari Tangannya
Di Mekkah beliau mendirikan tempat mengajar/sekolah dengan murid yang lumayan banyak. Di suatu hari beliau menerangkan kepada para santri-santrinya.
Syaikh Nawawi:
“Sunnah Islam kalau berbuka puasa itu hendaknya memakan yang manis-manis terlebih dahulu, kalau di sini terdapat buah kurma, di tempatku ada yang tidak kalah manisnya dengan kurma!!”
Santri-santri:
"Betul Syaikh kalo di tempat kami kurma. Lalu bagaimana dengan tempat Syaikh yang tidak tumbuh buah kurma?”
Syaikh Nawawi:
“Sebentar.”
Syaikh Nawawi langsung menyembunyikan tanganya ke belakang tubuhnya. Santri-santri pun sangat heran apa yang dilakukan gurunya tersebut dan terdengar di telinga para santri-santri suara seperti orang yang sedang mengambil buah-buahan dari pohonnya.
Kemudian Syaikh Nawawi menyuguhkan buah Rambutan yang persis seperti baru diambil dari pohonnya. Para santri pun sangat terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh gurunya tersebut.
“Nah ini yang aku makan pertama ketika berbuka puasa di tempatku. Silahkan dicicipi!” Kata Syaikh Nawawi sambil membagikanya kepada para santri di kelasnya mengajar.
Para santri pun langsung mencicipi dan sangat menikmati kemanisan buah rambutan yang diberikan gurunya itu.
6. Kitab Tafsir Munir
Karomah Syaikh Nawawi yang paling tinggi akan kita rasakan saat kita membuka lembar demi lembar Tafsîr Munîr yang beliau karang. Kitab Tafsir fenomenal ini menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami Firman Allah SWT. Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqh, Kâsyifah As-Sajâ, yang menerangkan syariat. Begitu pula ratusan hikmah di dalam kitab Nashâih Al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan beliau.
IMAM NAWAWI KEDUA (ATS-TSANI)
Nama Imam Nawawi begitu dominan, terutama dalam lingkungan ulama-ulama Syafi’iyah. Beliau sangat terkenal karena banyak karangannya yang dikaji pada setiap zaman dari dahulu sampai sekarang. Nama ini adalah milik Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu bin Birri bin Hasan bin Husaini Mukhyiddin An-Nawawi Asy-Syafi’i yang dilahirkan di Nawa sebuah distrik di Damaskus Syiria pada bulan Muharram tahun 631 H.
Pada penghujung abad ke-18, tepatnya tahun 1230 H/1813 M lahir pula seorang yang bernama Nawawi di Banten, Jawa Barat. Setelah dia menuntut ilmu yang sangat banyak, mensyarah kitab-kitab bahasa Arab dalam pelbagai disiplin ilmu yang sangat banyak pula, maka dia digelar Imam Nawawi Ats-Tsani, artinya Imam Nawawi Yang Kedua. Orang pertama memberi gelar tersebut adalah Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathani.
Gelar yang diungkapkan oleh Syaikh Ahmad Al-Fathani dalam seuntai gubahan syairnya itu akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama yang berasal dari Banten itu. Sekian banyak ulama dunia Islam sejak sesudah Imam Nawawi yang pertama (wafat 676 Hijrah/1277 Masehi) sampai sekarang ini belum ada orang lain yang mendapat gelar Imam Nawawi Ats-Tsani, kecuali Syaikh Nawawi, ulama kelahiran Banten yang dibicarakan ini.
Rasanya gelar tersebut memang dipandang layak. Tidak ada ulama sezaman dengannya maupun sesudahnya yang mempertikai autoritinya dalam bidang ilmiah keislaman menurut metode tradisional yang telah ada sepanjang zaman dan berkesinambungan.
TOKOH SUFI QADIRIYAH
Syaikh Nawawi juga dicatat sebagai tokoh sufi yang beraliran Qadiriyah, yang didasarkan pada ajaran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani (wafat 561 H/ 1166M).
Sayang, hingga riwayat ini rampung ditulis, penulis belum mendapatkan bahan rujukan yang memuaskan tentang Syaikh Nawawi Banten sebagai pengikut tarekat Qadiriyah ataukah tarekat gabungan Qadiriyah wa Naqshabandiyah.
Padahal, pembacaan sejak lama kitab Manaqib Abdul Qadir pada kesempatan tertentu merupakan indikasi kuatnya tarekat ini di Banten. Bahkan, Hikayah Syaikh, terjemahan salah satu versi Manaqib, Khulashah Al-Mafakhir fi Ikhtishar Manaqib Asy-Syaikh ‘Abd Al-Qadir karangan ‘Afifuddin Al-Yafi’i (wafat 1367 M), sangat boleh jadi dikerjakan di Banten pada abad ke-17, mengingat gaya bahasanya yang sangat kuno. Lebih dari itu, pada pertengahan abad ke-18, Sultan Banten Arif Zainul ‘Asyiqin, dalam segel resminya menggelari diri Al-Qadiri.
SUFI BRILIAN
Sejauh itu dalam bidang tasawwuf, Syaikh Nawawi dengan aktivitas intelektualnya mencerminkan ia bersemangat menghidupkan disiplin ilmu-ilmu agama. Dalam bidang ini ia memiliki konsep yang identik dengan tasawwuf ortodok. Dari karyanya saja Syaikh Nawawi menunjukkan seorang sufi brilian. Ia banyak memiliki tulisan di bidang tasawwuf yang dapat dijadikan sebagai rujukan standar bagi seorang sufi.
Brockleman, seorang penulis dari Belanda mencatat ada 3 karya Syaikh Nawawi yang dapat merepresentasikan pandangan tasawwufnya, yaitu: Misbah Az-Zulam, Qami’ Ath-Thugyan dan Salalim Al-Fudhala. Di sana Syaikh Nawawi banyak sekali merujuk kitab Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali. Bahkan kitab ini merupakan rujukan penting bagi setiap tarekat.
Pandangan tasawwufnya meski tidak tergantung pada gurunya Syaikh Khatib Sambas (seorang ulama tasawwuf asal Jawi) yang memimpin sebuah organisasi tarekat, bahkan tidak ikut menjadi anggota tarekat, namun ia memiliki pandangan bahwa keterkaitan antara praktek tarekat, syariat dan hakikat sangat erat.
Untuk memahami lebih mudah dari keterkaitan ini Syaikh Nawawi mengibaratkan syariat dengan sebuah kapal, tarekat dengan lautnya dan hakekat merupakan intan dalam lautan yang dapat diperoleh dengan kapal berlayar di laut. Dalam proses pengamalannya, syariat (hukum) dan tarekat merupakan awal dari perjalanan (ibtida’i) seorang sufi, sementara hakikat adalah hasil dari syariat dan tarikat. Pandangan ini mengindikasikan bahwa Syaikh Nawawi tidak menolak praktek-praktek tarekat selama tarekat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, syariat.
Paparan konsep tasawwufnya ini tampak pada konsistensi dengan pijakannya terhadap pengalaman spiritualitas ulama salaf. Tema-tema yang digunakan tidak jauh dari rumusan ulama tasawwuf klasik. Model paparan tasawwuf inilah yang membuat Syaikh Nawawi harus dibedakan dengan tokoh sufi Indonesia lainnya. la dapat dimakzulkan (dibedakan) dari karakteristik tipologi tasawwuf Indonesia, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar-Raniri, Abdurrauf Sinkel dan sebagainya.
WAFAT
Masa selama 69 tahun mengabdikan dirinya sebagai guru Umat Islam telah memberikan pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi Al-Bantani wafat dalam usia 84 tahun di Syi’ib Ali, sebuah kawasan di pinggiran kota Mekkah pada tanggal 25 Syawal 1314 H/ 1897 M. Namun menurut Al-A’lam dan Mu’jam Mu’allim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/ 1898 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Mekkah. Makam beliau bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar Ash-Shiddîq.
KH Muhammad Dimyati
KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau
dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim
begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad
Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga
mancanegara.
Abuya dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal
menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.
Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan
spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut
diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit
tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.
Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah.
Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu.
Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal
sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga
sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja
mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya
dikenal sebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.
Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh
penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari
kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini
diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari
seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah
maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-
hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.
Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya
Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi
Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih
banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para
kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya
berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.
Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah
unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri
besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol
sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan
mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim
Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri
mengaji.
Alam Spritual
Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik. Dalam
setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan
kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai
ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi
atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust,
diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca
al Quran.
Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah
pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama
berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga
jam 11.30. setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai
sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi
hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga subuh.
Di sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika
bertemu dengannya, Abuya malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk
menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya tidak punya ilmu apa-apa.”
Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun
menjawab,” Mbah Dim, dzikir itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan
memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri
dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian
kalinya dirinya memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya untuk
solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi
KH Baidlowi yang kemudian diijazahi Thariqat Asy Syadziliyah.
Dipenjara Dan Mbah Dalhar
Mah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena
keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah
dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan
pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah.
Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari
penjara.
Ada beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini
isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959
M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula
kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama
isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.
Selanjutnya kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang
berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-
cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu
dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak
pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah
Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun
menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui,
bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan
mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang
sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu
diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.”
Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji,
kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu
saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini,
saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan
punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.
Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyati tak akan tergantikan
lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat
Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH.
Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten
dalam usia 78 tahun.
dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim
begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad
Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga
mancanegara.
Abuya dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal
menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.
Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan
spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut
diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit
tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.
Abuya Dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah.
Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu maupun pencari ilmu.
Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal
sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga
sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok ulama yang mumpuni. Bukan saja
mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya
dikenal sebagai penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.
Tidak salah kalau sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh
penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup , pesantrennya tidak pernah sepi dari
kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini
diambil Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian besar terbuat dari
seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah
maupun para petinggi negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian sehari-
hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.
Abuya berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul Chalim, Abuya
Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi
Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih
banyak lagi. Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata Abuya, para
kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna, setelah Abuya
berguru, tak lama kemudian para kiai sepuh wafat.
Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah
unik ketika Abuya datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada santri-santri
besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti mulai saat masih mondok di Watucongol
sampai di tempat beliau mondok lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan
mengorek kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan ‘Mbah Dim
Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang disinggahinya selalu ada peningkatan santri
mengaji.
Alam Spritual
Dibanding dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik. Dalam
setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain selalu dengan
kegiatan Abuya mengaji dan mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai
ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalam ilmu seni kaligrafi
atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust,
diwani, diwani jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca
al Quran.
Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak salah kalau KH Dimyati Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah
pernah berucap bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya selama
berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak pukul 6 pagi usdah mengajar hingga
jam 11.30. setelah istirahat sejenak selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai
sholat ashar mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu mengaji lagi
hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail hingga subuh.
Di sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika
bertemu dengannya, Abuya malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk
menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya tidak punya ilmu apa-apa.”
Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun
menjawab,” Mbah Dim, dzikir itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan
memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri
dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian
kalinya dirinya memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya untuk
solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi
KH Baidlowi yang kemudian diijazahi Thariqat Asy Syadziliyah.
Dipenjara Dan Mbah Dalhar
Mah Dim dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya. Sampai-sampai karena
keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah
dan dimasukkan ke dalam penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan
pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut dan anti pemerintah.
Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun empat bulan kemudian Abuya keluar dari
penjara.
Ada beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul Ishthifa. Kitab ini
isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959
M. Kemudian kitab Aslul Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula
kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama
isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.
Selanjutnya kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang tarekat yang
berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-
cerita menarik seputar Abuya dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu
dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan selama 40 hari Abuya tidak
pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah
Dalhar. “Sampeyan mau jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun
menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,” Perlu sampeyan ketahui,
bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan
mondok di sini buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan ilmu yang
sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena kitab tersebut masih perlu
diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh orang awam.”
Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab, ”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji,
kok saya malah disuruh pulang lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu
saya karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau tetap di sini,
saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri yang ada di sini dan sampeyan jangan
punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.
Namun, Kini, waliyullah itu telah pergi meninggalkan kita semua. Abuya Dimyati tak akan tergantikan
lagi. Malam Jumat pahing, 3 Oktober 2003 M/07 Sya’ban 1424 H, sekitar pukul 03:00 wib umat
Muslim, khususnya warga Nahdlatul Ulama telah kehilangan salah seorang ulamanya, KH.
Muhammad Dimyati bin KH. Muhammad Amin Al-Bantani, di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten
dalam usia 78 tahun.
KH Masduqi
KH Badri Masduqi merupakan ulama kharismatik yang memiliki jangkauan
luas dari berbagai bidang kehidupan. Wajar bila KH Tauhidullah Badri mengatakan,
bahwa KH Badri Masduqi adalah sosok multidimensi yang memiliki beragam aktivitas
mulai dari pengasuh Pondok Badridduja, Dosen Ma’had Aly serta pemimpin Thariqah
Tijaniyah di Indonesia. Semasa hidupnya KH. Badri Masduqi rajin mengisi di berbagai
forum pengajian, seminar, bahtsul masail hingga menerima tamu dari berbagai
masyarakat yang berkunjung ke rumahnya.
Dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1942, KH Badri Masduqi sejak kecil terlihat
tanda-tanda keistimewaan. Sejak kecil, ia sudah mulai belajar membaca Al-Quran
dengan orang tuanya, Nyai Muyassaroh sekaligus memper oleh didikan yang baik dari
kakeknya, Miftahul Arifin yang tinggal di daerah Pamekasan, Madura. Pendidikan
formalnya diawali dari Sekolah Rakyat ( SR ) meski hanya sampai kelas IV
pada tahun 1950.
Pendidikan informalnya dilakukan melalui pengemba raannya ke berbagai
pesantren di Tanah Air. Beberapa pesantren yang pernah ia jelajahi adalah pesantren
Zainul Hasan, Probolinggo (1950), Pesantren Bata-Bata, Pamekasan, (1956), Pesantren
Sidogiri, Pasuruan ( 1959 ), dan terakhir di Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo (1965).
Di pesantren Bata-Bata, KH Badri Masduqi sering berpuasa dan hapal Alfiyah
Ibnu Malik dalam waktu cukup singkat. Tidak heran bila pujian banyak datang
kepadanya. Semasa mudanya, ia dikenal sebagai pemuda yang tangguh. Dia pernah
menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Anshor, Kraksaan,
Probolinggo. Saat ter jadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965,
ia juga menjadi pelopor anak muda untuk menumpas pemberontakan PKI.
Sebagai seorang kiyai, ia memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan
pesantren. Tidak heran bila aktivitas sehari-harinya ia gunakan untuk mengajar,
mendidik di pesantren Badridduja, Kraksaan, Probolinggo. Pada 1975-1977, ia mulai
berkiprah di Nahdlatul Ulama (NU). Lalu ditunjuk sebagai Rais Syuriyah Pengurus
Cabang NU Kraksaan. Selain berjuang di organisasi, ia juga aktif di jajaran Pengurus
Wilayah NU Jawa Timur. Pada 1982, misalnya, ia dikenal sebagai motor penggerak
tokoh NU: KH Mahrus Ali (Lirboyo, Kediri), KH Kholil (Bangkalan, Madura), KH As’ad
Syamsul Arifin (Situbondo), Kh Ahmad Siddiq dan lain sebagainya.
KH Masduqi juga dikenal sebagai tokoh Muqaddam Tarekat Tijaniyah. Setiap
kali tampil di berbagai forum diskusi ilmiah dan seminar, ia seringkali mewacanakan
tentang Tarekat Tijaniyah. Bukan hanya itu, berbagai kaset rekaman pun ia lakukan
dalam rangka menyebarkan ajaran tarekat Tijaniyah. Meski demikian, ia tidak lantas
bertindak konservatif. Ia dikenal sebagai tokoh moderat yang memandang masalah
melalui jangkauan pemikiran yang luas. Jelasnya, ia berdiri di atas paham
Ahlussunnah wal Jamaah yang menganut setia ajaran Nabi Muhammad beserta
sahabatnya.
Ia merupakan sosok alim yang menguasai segudang ilmu pengetahuan, baik
pengetahuan tentang agama, penguasaan kitab kuning, penguasaan masalah-masalah
hukum, maupun penguasaan bidang pengetahuan umum seperti ketajaman analisa
sosial-politiknya. Di hadapan para kiyai lainnya, ia tidak hanya dikenal sebagai
ulama yang menguasai model pendidikan dan pengajaran kitab-kitab klasik ( salaf),
melainkan juga sebagai ulama yang konsentrasi terhadap model pendidikan pesantren
modern sebagaimana yang dilakukan terhadap pesantren yang didirikannya,
Badridduja.
Pengorbanan yang dilakukannya melalui Pesantren Badridduja amatlah besar
bagi umat, bangsa dan negara. Itulah sebabnya, jasa-jasa perjuangannya yang telah
dirintis selayaknya dilestarikan dan menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar
senantiasa meneladani kiprah perjuangan nya yang selalu memperjuangkan
kesejahteraan umat.
luas dari berbagai bidang kehidupan. Wajar bila KH Tauhidullah Badri mengatakan,
bahwa KH Badri Masduqi adalah sosok multidimensi yang memiliki beragam aktivitas
mulai dari pengasuh Pondok Badridduja, Dosen Ma’had Aly serta pemimpin Thariqah
Tijaniyah di Indonesia. Semasa hidupnya KH. Badri Masduqi rajin mengisi di berbagai
forum pengajian, seminar, bahtsul masail hingga menerima tamu dari berbagai
masyarakat yang berkunjung ke rumahnya.
Dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1942, KH Badri Masduqi sejak kecil terlihat
tanda-tanda keistimewaan. Sejak kecil, ia sudah mulai belajar membaca Al-Quran
dengan orang tuanya, Nyai Muyassaroh sekaligus memper oleh didikan yang baik dari
kakeknya, Miftahul Arifin yang tinggal di daerah Pamekasan, Madura. Pendidikan
formalnya diawali dari Sekolah Rakyat ( SR ) meski hanya sampai kelas IV
pada tahun 1950.
Pendidikan informalnya dilakukan melalui pengemba raannya ke berbagai
pesantren di Tanah Air. Beberapa pesantren yang pernah ia jelajahi adalah pesantren
Zainul Hasan, Probolinggo (1950), Pesantren Bata-Bata, Pamekasan, (1956), Pesantren
Sidogiri, Pasuruan ( 1959 ), dan terakhir di Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo (1965).
Di pesantren Bata-Bata, KH Badri Masduqi sering berpuasa dan hapal Alfiyah
Ibnu Malik dalam waktu cukup singkat. Tidak heran bila pujian banyak datang
kepadanya. Semasa mudanya, ia dikenal sebagai pemuda yang tangguh. Dia pernah
menjabat sebagai Ketua Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Anshor, Kraksaan,
Probolinggo. Saat ter jadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965,
ia juga menjadi pelopor anak muda untuk menumpas pemberontakan PKI.
Sebagai seorang kiyai, ia memiliki komitmen tinggi terhadap pengembangan
pesantren. Tidak heran bila aktivitas sehari-harinya ia gunakan untuk mengajar,
mendidik di pesantren Badridduja, Kraksaan, Probolinggo. Pada 1975-1977, ia mulai
berkiprah di Nahdlatul Ulama (NU). Lalu ditunjuk sebagai Rais Syuriyah Pengurus
Cabang NU Kraksaan. Selain berjuang di organisasi, ia juga aktif di jajaran Pengurus
Wilayah NU Jawa Timur. Pada 1982, misalnya, ia dikenal sebagai motor penggerak
tokoh NU: KH Mahrus Ali (Lirboyo, Kediri), KH Kholil (Bangkalan, Madura), KH As’ad
Syamsul Arifin (Situbondo), Kh Ahmad Siddiq dan lain sebagainya.
KH Masduqi juga dikenal sebagai tokoh Muqaddam Tarekat Tijaniyah. Setiap
kali tampil di berbagai forum diskusi ilmiah dan seminar, ia seringkali mewacanakan
tentang Tarekat Tijaniyah. Bukan hanya itu, berbagai kaset rekaman pun ia lakukan
dalam rangka menyebarkan ajaran tarekat Tijaniyah. Meski demikian, ia tidak lantas
bertindak konservatif. Ia dikenal sebagai tokoh moderat yang memandang masalah
melalui jangkauan pemikiran yang luas. Jelasnya, ia berdiri di atas paham
Ahlussunnah wal Jamaah yang menganut setia ajaran Nabi Muhammad beserta
sahabatnya.
Ia merupakan sosok alim yang menguasai segudang ilmu pengetahuan, baik
pengetahuan tentang agama, penguasaan kitab kuning, penguasaan masalah-masalah
hukum, maupun penguasaan bidang pengetahuan umum seperti ketajaman analisa
sosial-politiknya. Di hadapan para kiyai lainnya, ia tidak hanya dikenal sebagai
ulama yang menguasai model pendidikan dan pengajaran kitab-kitab klasik ( salaf),
melainkan juga sebagai ulama yang konsentrasi terhadap model pendidikan pesantren
modern sebagaimana yang dilakukan terhadap pesantren yang didirikannya,
Badridduja.
Pengorbanan yang dilakukannya melalui Pesantren Badridduja amatlah besar
bagi umat, bangsa dan negara. Itulah sebabnya, jasa-jasa perjuangannya yang telah
dirintis selayaknya dilestarikan dan menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar
senantiasa meneladani kiprah perjuangan nya yang selalu memperjuangkan
kesejahteraan umat.
nafas
Dalam ilmu kedokteran, seseorang bernafas dalam sehari membutuhkan:
Oksigen sebanyak 2.880 liter
Nitrogen sebanyak 11.376 liter
Dalam bisnis, harga dalam tabung gas yang berisi Oksigen dan tabung gas Nitrogen,
Oksigen harganya Rp 25.000,- perliter
Nitrogen harganya Rp 9.950,- perliter
Dari data ilmu kedokteran dan binsnis tersebut, dapat dihitung berapa biaya bernafas seseorang dalam seharinya:
Biaya Oksigen 2.880 x Rp.25.000,- = Rp. 72.000.000,-
Biaya Nitrogen 11.376 x Rp. 9.950,- = Rp. 113.191.200,-
-------------------------------------------------------------------------
Total biaya bernafas sehari = Rp. 185.191.200,-
Total biaya bernafas sebulan (30 hari x Rp.185.191.200,-) = Rp. 5.555.736.000,- (sekitar Rp. 5,5 M)
Total biaya bernafas setahun = Rp.67.594.788.000,- (Rp. 67,5 M)
Jadi berapakah biaya selama hidupmu hanya untuk oksigen dan nitrogen?
Tidak masuk akal bila menghitung hanya satu contoh kenikmatan Allah tersebut yang terlupakan, belum harga otak, jantung, dan seterusnya, lalu lupa dan tidak bersyukur?
Tegakah kenikmatan itu dibalas dengan perbuatan dholim, dan mengingkari dengan tidak sholat, puasa dan tidak beribadah lainnya?,
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)". (QS Ibrahim 34)
"Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?" (QS Arrahman)
Introspeksi pribadi dan semoga bermanfaat untuk kita semua,
Oksigen sebanyak 2.880 liter
Nitrogen sebanyak 11.376 liter
Dalam bisnis, harga dalam tabung gas yang berisi Oksigen dan tabung gas Nitrogen,
Oksigen harganya Rp 25.000,- perliter
Nitrogen harganya Rp 9.950,- perliter
Dari data ilmu kedokteran dan binsnis tersebut, dapat dihitung berapa biaya bernafas seseorang dalam seharinya:
Biaya Oksigen 2.880 x Rp.25.000,- = Rp. 72.000.000,-
Biaya Nitrogen 11.376 x Rp. 9.950,- = Rp. 113.191.200,-
-------------------------------------------------------------------------
Total biaya bernafas sehari = Rp. 185.191.200,-
Total biaya bernafas sebulan (30 hari x Rp.185.191.200,-) = Rp. 5.555.736.000,- (sekitar Rp. 5,5 M)
Total biaya bernafas setahun = Rp.67.594.788.000,- (Rp. 67,5 M)
Jadi berapakah biaya selama hidupmu hanya untuk oksigen dan nitrogen?
Tidak masuk akal bila menghitung hanya satu contoh kenikmatan Allah tersebut yang terlupakan, belum harga otak, jantung, dan seterusnya, lalu lupa dan tidak bersyukur?
Tegakah kenikmatan itu dibalas dengan perbuatan dholim, dan mengingkari dengan tidak sholat, puasa dan tidak beribadah lainnya?,
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)". (QS Ibrahim 34)
"Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?" (QS Arrahman)
Introspeksi pribadi dan semoga bermanfaat untuk kita semua,
Karomah Para Habaib
Bismillahirahmanirahim
kawanku semua yang dirahmati Allah, keistemewaan berupa mukjizat maupun karomah pasti
diberikan kepada manusia yang dicintai Allah, yang dekat dengan Allah, para nabi dan rasul pasti kita
sudah pernah membaca mukjizat mereka. nabi ibrahim yang tidak apa-apa saat dibakar, nambi
musa, nabi isya dan semua nabi… memliki mukjizat, bahkan para wali pun tidak luput Allah
anugerahkan kemulyaan2 kepadanya…
berikut ini kisah-kisah kemulyaan yang diberikan Allah kepada para habaib semoga menambah iman
kita kepada Allah..
Bacalah dengan bismillah terlebih dahulu semoga bermanfaat
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas
------------------------------ ------------------
Karomahnya sudah tampak sejak dalam kandungan ibundanya. Meski kehilangan penglihatan sejak
kecil, ia giat menuntut ilmu. Dialah salah seorang ulama besar Hadramaut.
Di Hadramaut ada seorang ulama besar, seorang wali yang sangat termasyhur karena karomah-
karomahnya. Dialah Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Lahir pada 992 H / 1572 M di Desa
Lisk, dekat Kota Inat, Hadramaut. Dia juga yang mula-mula mendapat gelar Al-Aththas, “orang yang
bersin”. Disebut demikian karena, konon, ketika masih berada dalam kandungan ibundanya, Syarifah
Muznah binti Muhammad Al-Jufri, ia sering bersin. Janin yang masih dalam kandungan bisa bersin,
tentu hal ini merupakan hal yang luar biasa.
Meski sejak kecil ia sudah kehilangan penglihatan, Allah menerangi hatinya, sehingga ia mampu
menyerap dengan baik semua pengetahuan tentang agama yang diajarkan oleh ayahnya, Al-Imam
Abdurrahman bin Aqil. Semangat belajarnya memang sangat besar. Tak bosan-bosannya ia menuntut
ilmu kepada beberapa ulama besar, seperti Syekh Abu Bakar bin Salim, Muhammad bin Abdurrahman
Al-Hadi, Syekh Umar bin Isa As Samarqandi. Sementara guru utama yang paling ia hormati, ialah
Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim.
Ia banyak belajar tasawuf, terutama dari Syekh Umar bin Isa Barakwah As-Samarqandi. Setelah
merasa cukup menuntut ilmu, ia membuka majlis taklim dengan mengajarkan ilmu agama.
Dakwahnya pun menyebar ke segala penjuru Hadramaut.
Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom
anak yatim piatu, janda dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan
Riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang sekali tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karomahnya. Ia sangat
termasyhur, bahkan sampai ke negeri Cina. Suatu hari salah seorang anak Habib Abdurrahman
melawat ke Cina di sana ia bertemu dengan seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal
ia tidak mengenalnya.
“Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah bertemu?” tanyanya.
“Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas, adalah
guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami, dan ia
sangat terkenal di sini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh,
tapi Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, “Suatu kali Habib Umar mendamaikan
beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan
yang baik. Karena itu ia pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah, biji
tasbih itu menjadi ular, barulah mereka sadar dan minta maaf.”
Nama Habib Umar tidak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberi judul: Azizul Manal wa Fathu
Babil Wishal (Anugrah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan),” yang belakangan sangat terkenal
sebagai Ratib Al-Aththas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di
dalam Ratib ini.
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding
dengan Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H / 1651 M oleh Habib Abdullah Al-
Haddad. Sedang Ratib Al-Aththas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak
ada dalam Ratib Al-Aththas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun
seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Aththas biasa dibaca usai shalat maghrib, tapi boleh juga di baca setiap pagi, siang atau
tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau berjema’ah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada
sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Aththas atau Ratib Al-Haddad setiap
malam, Allah akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita,
menganugerahkan kesehatan, dan memudahkan rezeki-Nya kepada setiap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, Ratib tersebut bisa dibaca 7 hingga 41 kali berturut-
turut pendapat ini mengacu kepada beberapa hadits Rasulullah SAW tentang manfaat istighfar dan
doa-doa lainnya. Sebab, dalam Ratib-ratib tersebut antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih,
tahmid dan istighfar.
Orang yang mengamalkan ratib ini tidak akan terluka jika pada suatu hari dipatuk ular, tidak akan
merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Hal ini terlihat ketika
suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Msjidilharam, Habib Muhammad
bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad
menundukan kepala sejenak, lalu berkata, “Layak setiap orang menundukkan kepala kepada Habib
Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di
bawah langit ini, tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Muhammad Al-Aththas wafat pada 23 Rabiul Akhir 1072 H / 1652 M. jenazahnya
dimakamkan di Hadramaut. Sampai sekarang makamnya selalu dikunjungi banyak peziarah dari
berbagai belahan dunia.
Habieb Kramat Bangil
--------------------------
Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad adalah seorang ulama besar pada zamannya. Ia menuntut ilmu
dari beberapa ulama, kuat beribadah, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ulama yang dikenal sangat alim, dan karenanya dikenal sebagai waliyullah itu lahir pada 4 Safar
1261 Hijriyah atau 12 Februari 1840 M. di kota Hawi, Tarim, Hadramaut, Yaman.
Habib Abdullah yang di Indonesia lebih populer dengan sebutan Habib Kramat Bangil, terkenal di
kalangan muslimin sebagai ulama yang konsisten memperjuangkan kebenaran. Di masa hidupnya,
tak jemu-jemunya ia mengajak umat untuk selalu hidup di jalan yang benar, sesuai dengan ajaran Al-
Qur’an dan Sunah Rasul.
Habib Abdullah juga menulis sejumlah kitab, yang tidak hanya kitab-kitab agama, tapi juga menulis
syair yang bermuatan hikmah. Kumpulan syairnya di bukukan dalam diwan (antologi) berjudul Qalaid
al-Lisan fi Ahl al-Islam wa Al-Iman.
Kitab yang ia tulis antara lain, Suliamuthalib li alal Muratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin
fi Tawasul Bisayid al-Mursalin, dan kitab Maulid Al-Haddad, dan lain-lain. Sebagai penghormatan
kepadanya, setiap tanggal 27 Safar digelar acara Haul di makamnya di Sangeng Kramat Bangil,
Pasuruan, Jawa Timur.
Ia dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan nuansa kenabian, kewalian, dan keilmuan. Sejak
kecil ia mendapat bimbingan membaca, mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dari ayahnya, Habib
Ali bin Hasan Al-Haddad, sehingga alam pikirannya selalu terpaut pada Al-Qur’an.
Menjelang dewasa ia meneruskan studinya di kota kelahirannya, Tarim. Disanalah ia mempelajari
beberapa cabang ilmu, seperti fikih, tafsir hadis, dan laian-lain dari para ulama terkemuka. Mufti
Habib Allamah Abdurrahman Al-Mansyur, pengarang kitab Buhgyatul Mustarsyidin, Habib Umar bin
Hasan Al-Haddad di Ghurfah, Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Seiwun, Habib Muhsin bin Alwi
Assegaf, Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.
Dalam hal tasawuf, ia berguru kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terkenal sebagai
pendiri tarekat Haddadiyah. Beberapa tahun setelah belajar kepada guru tasawufnya itu, ia juga
dikenal sebagai sufi terkemuka dan seorang mursyid di kalangan tarekat Haddadiyah.
Pada 1281 H / 1800 M ia meninggalkan kampung halaman menuju kota Do’an dan Gidun untuk
berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thahir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad
bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka ia mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam
Nawawi. Tak lama kemudian, ia mendapatkan ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Akidah, Nas
(pegangan dalam hukum Islam), ilmu Ushul Fiqh (pokok–pokok dalam ilmu pengetahuan tentang
fiqh), periwayatan hadis dan logika.
Sebagai ulama yang haus ilmu, pada 12 94 H / 1813 M, ia meneruskan perjalanan ke Guairah untuk
berguru kepada Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahnya Habib Muhammad bin
Ahmad Al-Mukhdar, Bondowoso, Jawa Timur, ia mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu
pengetahuan.
Bertemu Hansip
Pada salah satu mukaddimah ijazahnya disebutkan, “Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb
Al-Ghaouts, Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad sebagai ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya
ulama salaf. Kelak dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya, dan aku anggap dia
sebagai anakku.”
Pada 1295 H / 1814 M ia menunaikan ibadah haji berziarah ke makam Rasulullah SAW. Selama
berada di Mekah, ia tinggal di rumah Mufti Habib Muhammad bin Husien Al-Habsyi, ayahanda Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penyusun Simthut Durar. Sementara di kota Jarwal, ia mempelajari
ilmu Nahwu dan Mantiq, sehingga memperoleh ijazah dari Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Tak lama kemudian ia menuju Madinah, tinggal 4 bulan di sana, berguru kepada Syekh Muhammad
Abdul Mukti bin Muhammad Al-Azab, seorang fakih dan pakar bahasa Arab, tapi ia tidak mendapat
ijazah, sebelum mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Setelah mendapat ijazah
dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berupa wirid dan kitab-kitab karangannya, barulah ia
memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad bin Abdul Mkti.
Pada 1297 H / 1819 M ia mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor.
Di sana ia bersahabat dengan Sayid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim
yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana kesultanan Johor, ia ditemui
oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi Mufti di sana. Namun Habib Abdullah
menolak dengan halus.
Setelah kurang lebih 4 tahun berdakwah di Johor, ia meneruskan perjalanan dakwahnya ke Jawa,
Indonesia mula-mula ia tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-
kota tersebut, ia merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin sempat menyambutnya dengan
antusias. Pada akhir syawal 1301 H, ia tiba di Bangil, Jawa Timur. Disinilah ia merasakan
kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, ia menggelar
pengajian, dan setiap Kamis mengisi Majlis Taklim di Masjid Kalianyar.
Ia mengisi hari-harinya dengan ibadah, sejak maghrib hingga Isya, ia selalu membaca Al-Qur’an
dengan hafalan, selepas salat Isya berjema’ah, ia beristirahat selama dua jam, setelah itu membaca
Ratib bersama anak dan para sahabatnya. Kemudian ia belajar sampai jam 24.00.
Dua jam kemudian, ia beristirahat, lalu salat sunnah, setelah itu berkeliling Kota Bangil. Pukul 03 dini
hari pulang, lalu salah Tahajud hingga menjelang fajar. Setelah salat subuh berjema’ah bersama
keluarga, ia membaca wirid sampai menjelang Dhuha, lalu salat Dhuha delapan raka’at. Begitulah
amalan ulama besar ini setiap hari.
Pada suatu malam ketika mengelilingi kota Bangil, ia bertemu dengan seorang Hansip, “Kenapa
malam-malam begini Habib berkeliling di jalanan?” tanya si Hansip keheranan. “Mengapa kamu juga
berada di Pos penjagaan ini?” Habib Abdullah balik bertanya. “Kami ditugasi oleh pak Camat
menjaga daerah sekitar sini,” jawab si Hansip. Maka Habib Abdullah pun menimpali, “Saya juga
mendapat tugas dari penguasa alam semesta.”
Suatu hari ia membacakan kitab-kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad di masjid
Kalianyar. Setiap kali hadir di majlis taklim yang dihadiri kurang lebih 60 orang itu, ia biasa
membawa ketel kecil berisi kopi, usai pengajian menjelang magrib, dihidangkanlah kopi itu pada para
jema’ah. Ternyata kopi itu cukup untuk 60 orang yang hadir.
Ketel Kopi
Suatu hari, tanpa diduga, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar bersama rombongan sebanyak
60 orang berkunjung ke majlis taklim tersebut. Habib Abdullah meminta Syekh Mubarak Jabil
menuangkan kopi dan menghidangkannya kepada mereka. Setelah menuangkan kop ke beberapa
cangkir, ternyata kopinya habis, dan ia berhenti menghidangkan kopi. “Tuangkan lagi kopinya,” kata
Habib Abdullah.
Dengan bingung, Syekh Mubarak berbisik kepada Habib Muhammad, putra Habib Abdullah, “Ketelnya
sudah kosong.” Tapi kata Habib Muhammad, “Turuti saja perintahnya.” Maka Syekh Mubarak pun
kembali mencoba menuangkan kopi ke cangkir-cangkir dari ketel kosong itu. Betapa terkejutnya ia
manakala dilihatnya dari ketel kosong itu tetap mengucur kopi hangat hingga seluruh tamu kebagian.
Suatu sore seorang bangsawan Bugis dari Makasar bertandang ke Bangil, dan menghadiahkan
sebuah peti dari emas berisi kayu Gaharu dan sejumlah besar uang untuk Habib Abdullah. Sebelum
menerima hadiah, ia bertanya, ”Apakah di negaramu ada orang yang berhak menerima sedekah?”
bangsawan itu menjawab, “Ya, ada.” Maka Habib Abdullah minta agar hadiah itu di bagi-bagikan
kepada fakir miskin di Makasar.
“Alhamdulillah, kami dalam keadaan mampu,” ujar Habib Abdullah seraya menunjukkan sebuah
kantung penuh berisi uang emas. Maka sang bangsawan bugis itu segera mohon maaf dan berjanji
akan melaksanakan amanatnya. Habib Abdullah memang terkenal sangat dekat dengan fakir miskin.
Setiap bulan, ia membantu sekitar 70 keluarga fakir miskin.
Suatu hari, Residen Pasuruan datang ke Bangil, begitu ia turun dari kereta berkuda, semua orang
berdiri menghormatinya. Kebetulan saat itu, Habib Abdullah berada di situ, mengantar pamannya,
Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, hendak pulang ke Surabaya. Ketika sang Residen lewat persis di
depan Habib Abdullah, ia tidak mengindahkannya, ia tetap duduk santai, tidak berdiri
menghormatinya.
Maka datanglah seorang anggota polisi memerintahkan datang ke kantor Residen Pasuruan. Tanpa
pikir panjang ia berangkat kesana. Sampai disana, ia menunggu di ruang depan, tapi tak seorang
petugas pun menemuinya. Anehnya, bahkan ada beberapa orang petugas yang lari ketakutan ketika
melihat kehadiran Habib Abdullah.
Akhirnya, seorang pegawai keresidenan menemuinya sambil berkata gemetaran, “Sebaiknya Habib
kembali saja, sebab Residen dan semua stafnya takut melihat kedatangan Habib yang di dampingi
dua ekor harimau dengan mulut terbuka.” Setelah kejadian itu, sang Residen meletakkan jabatan.
Suatu hari Sayid Umar Syatta, Mufti Haramain dari Mekah, menerima Ru’yah (penampakan dalam
mimpi) bahwa Rasulullah menganjurkan untuk menemui Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad. “Dia
adalah cucuku yang sebenarnya,” kata Nabi dalam Ru’yah tersebut. Dalam pertemuan itu, Sayid Umar
Syatta menciumi lutut dan kaki serta mohon maaf kepada Habib Abdullah kerena tidak tahu
kedudukan Habib Abdullah, seandainya Nabi tidak memberitahukannya.
Ada satu hal yang selalu ia tekankan kepada murid-muridnya, juga dalam tulisan di beberapa
kitabnya ia selalau mengajarkan untuk berperilaku tawadu’ (rendah hati), tidak takabur, sombong dan
riya’. Sebab kata Habib Abdullah, semua itu adalah sifat-sifat setan.
Habieb Noh singapura.
---------------------------
Singapura, Negeri Melayu yang berpenduduk mayoritas Chinese dan beragama Nasrani, ternyata tetap
melestarikan tradisi dan peninggalan bersejarah kaum muslimin. Misalnya karamat Habib Noh.
Makam sufi yang berusia lebih dari seabad itu tetap terpelihara dengan baik.
Di ketinggian sebuah bukit terlihat bangunan yang dikelilingi taman asri, bersih dan tenteram. Dari
Jalan Palmer, semua tampak jelas. Burung-burung merpati yang bebas berterbangan atau bertengger
disekitarnya menambah kesejukan suasana di tengah kesibukan Bandar Raya Negeri Singa tersebut.
Penduduk setempat, dari rumpun melayu atau kaum muallaf, juga orang-orang dari berbagai negeri,
seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia masih banyak menziarahi tempat yang dikenal sebagai
keramat Habib Noh ini.
Keramat Habib Noh ini dibangun pada 1890 oleh Syed Mohammad bin Ahmad Alsagoff. Bangunan di
atas bukit itu – orang harus melalui 49 anak tangga untuk mencapainya – dibiayai para dermawan.
Di masa lalu pemeliharaan tempat keramat itu dilakukan olah para sukarelawan, yaitu orang-orang
yang percaya dan mengharap berkah dari memelihara makam wali sakti itu. Tetapi sejak 1936
ditangani Dewan Muslim dan Hindu, yang akhirnya dialihkan kepada Muslim Cuoncil of Singapore
(MUIS).
Sekarang makam tersebut dijaga dan dirawat oleh seorang Imam dibantu asistennya. Tugasnya
antara lain menertibkan para peminta-peminta. Para peziarah yang ingin memberikan uang kepada
para pengemis diminta untuk menyerahkannya kepada mereka, lalu sang asisten Imam akan
membagi-bagikannya dengan sama rata. Penduduk di sekitar makampun masih meneruskan tradisi
menyumbang sesuatu bagi kepentingan peziarah, dari mulai memberikan makanan sampai kipas
angin.
Batu nisan makam dililit kain berwarna kuning terang, yang diasosiasikan dengan kesucian,
sementara makamnya diselimuti kain hijau, warna yang selalu dihubungkan dengan Islam. Harumnya
wewangian dan bunga memenuhi segenap ruangan makam. Di luar, berterbangan dan bertengger
bebas burung-burung merpati sehingga menambah keyakinan para peziarah bahwa makam ini
memang amat keramat, burung, ayam dan kelinci pun merasa aman di sana.
Cinta Anak
Siapa sebenarnya Habib Noh? Mengapa ia masih sangat dihormati meski telah meninggal seabad
lalu? Sayyid Noh bin Mohammad Alhabshe atau Habib Noh, begitu panggilannya, datang ke Singapura
dari Kedah, semenanjung Malaysia. Setelah Sir Stamford Raffles menduduki Malaysia. Ia bermukim
selama 30 tahun. Namun ia tetap sering berkeliling Malaysia, kebanyakan ke Johor Baru, untuk
berdakwah.
Semasa hidupnya, Habib Noh sangat memperhatikan anak-anak serta orang miskin dan melarat. Ia
selalu memberikan anak-anak permen dan menyumbangkan uang untuk orang miskin. Ia amat
dicintai orang yang mengenalnya. Tidak aneh bila Habib Noh selalu dikelilingi teman-temannya. Ia
juga rajin berziarah kubur, berdoa untuk mereka yang sudah meninggal, meskipun ia tidak
mengenalnya secara pribadi.
Menurut catatan, Habib Noh menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Provinsi Wellesly,
Penang. Mereka memiliki seorang putri yang bernama Sharigah Badaniah. Kemudian Sharifah
Badaniah menikah dengan Syed Mohammad bin Hasan Al-Shatri di Jelutong, Penang. Dari
pernikahan itu mereka memiliki seorang putri bernama Sharifah Ruqayah yang menikah dengan Syed
Alwi bin Ali Al-Junaid. Dari pasangan inilah Habib Noh memperoleh lima cicit: Syed Abdurrahman,
Syed Abdullah, Sharifah Muznah, Sharifah Zainah, dan Sharifah Zubaidah.
Habib Noh sendiri memiliki tiga orang adik laki-laki. Mereka adalah Habib Arifin, dan Habib Zain,
keduanya meninggal di Penang. Dan yang termuda Habib Salikin yang meninggal di Daik (?)
Indonesia.
Tidak mengherankan jika orang seperti Habib Noh, pendakwah yang banyak beramal, dianugerahi
kemampuan istimewa. Banyak yang percaya, ia memiliki kemampuan untuk menghilang dan terlihat
berada di beberapa tempat pada saat yang sama. Konon, ketika ia berada di Singapura, ada beberapa
orang – pada saat yang sama – melihatnya sedang berdoa di Masjidil Haram Mekah, Arab Saudi.
Kelebihan yang muncul dari rasa cintanya terhadap anak-anak. Pernah ia menyembuhkan luka di
kaki seorang anak, hanya dengan melatakkan tangannya di atas luka tersebut sambil berdoa. Hanya
dalam beberapa saat, si anak itu dapat berlari kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa
dengannya. Ayah si anak yang begitu bahagia, memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima
kasih. Habib Noh menerima hadiah itu, tapi kemudian menyerahkan kembali kepada orang yang
membutuhkan.
Kisah-kisah Habib Noh
Bahkan dikisahkan Habib Noh pernah menembus hujan badai untuk menyembuhkan sakit seorang
anak. Ia berjalan ke Paya Lebar dari rumahnya di Teluk Belangah. Ketika ia tiba di tempat pasiennya,
percaya atau tidak, orang tua si anak yang sakit tadi menyaksikan bahwa jubah Habib Noh tetap
kering, tidak basah, atau tanda-tanda lain layaknya orang yang kehujanan.
Di lain waktu Habib Noh pernah terbangun dari tidurnya, karena suara tangis anak kecil
berkepanjangan. Ia kemudian menyadari bahwa tangis itu berasal dari sebuah rumah keluarga
miskin. Jelas itu tangis bocah yang kelaparan. Habib Noh lalu mengambil daging buah kelapa,
diperas menjadi santan, dan dicampurnya dengan air. Setelah itu dibacanya sebuah doa, atas
kehendak Allah, santan itu berubah jadi susu dan untuk sementara dapat menghentikan tangis
kelaparan bocah papa tersebut.
Habib Noh juga dengan kekuatannya yang akurat membaca pertanda, seakan-akan ia bisa tahu
apakah seseorang membutuhkan bantuan atau mempunyai niat yang tidak baik terhadap dirinya.
Konon, ada seorang pria India, Muslim yang akan mengunjungi keluarganya di India dengan
menggunakan kapal laut. Secara rahasia ia bernazar bila dapat kembali ke Singapura dengan
selamat, ia akan memberi hadiah kepada Habib Noh.
Saat tiba kembali di Singapura, ia sangat terkejut mendapati Habib Noh telah menunggunya di
pelabuhan. Habib Noh berkata, “Saya yakin Anda telah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada
saya.” Dengan terkejut si India itu menjawab, “Katakan, wahai orang bijak, apa yang engkau inginkan,
maka akan aku berikan kepadamu.” Sang Habib berkata lagi, “Saya ingin memiliki beberapa gulung
kain Kuning, yang akan saya berikan kepada orang miskin dan anak-anak.” Yang diminta kain itu
pun kemudian memeluk Habib Noh dan sambil menangis, ia berkata, “Demi Allah aku sangat bersedia
untuk menghadiahkannya kepada orang yang dimuliakan Tuhan karena kebaikannya terhadap
kemanusiaan. Berikan aku waktu tiga hari untuk mempersembahkan kepadamu.” Dan orang India itu
pun menepati janjinya.
Habib Noh rupanya sudah merasa bahwa ia akan segera meninggal dunia. Beberapa hari sebelum
saatnya tiba, ia melakukan apa saja agar dapat menyampaikan sebanyak mungkin nasihat kepada
teman-temannya yang dicintai. Beberapa kata bijak yang patut kita ingat adalah: “Jangan serakah
akan harta dan materi yang bersifat duniawi, atau memiliki perasaan benci kepada siapapun
sepanjang hidupmu.”
Pada akhir Juli 1866, pada usia 78 tahun, Habib Noh meninggal di kediaman Johor Temenggong Abu
Bakar di Teluk Belangah. Ketika berita meninggalnya menyebar, banyak orang dari berbagai kalangan,
termasuk para muallaf dan pnduduk dari pulau tetangga, datang untuk memberikan penghormatan
terakhir. Bahkan semua Kusir di Pulau Singa menghentikan kegiatannya mencari uang, untuk
mengantarkan orang tua, wanita, dan anak-anak ke pemakaman secara gratis.
Namun sebelum rombongan meninggalkan kediaman Temenggong menuju pemakaman Muslil Bidari,
terjadi sebuah peristiwa, keranda tidak bisa bergerak meski puluhan orang telah mengerahkan tenaga
untuk mengangkatnya. Suasana panik dan tangis hampir-hampir tak terbendung. Untunglah saat itu
seorang kerabat ingat pesan terakhir almarhum.
Sebelum wafat, rupanya Habib Noh pernah berwasiat kepada kerabatnya bahwa ia ingin dimakamkan
di puncak Gunung Palmer – sebuah pekuburan kecil. Namun entah mengapa, di hari itu kerabatnya
melupakan pesan tersebut. Begitu para kerabat dan sahabatnya memutuskan hendak membawa
jenazah ke tempat yang diwasiatkan, keranda menjadi enteng, dipikul dari bahu ke bahu, bak
melayang mendaki bukit, diiringi gemuruh takbir. Hingga sekarang makam disebelah Gedung YMCA,
atau yang dikenal sebgai Bestway Building, itu tetap diziarahi orang.
Meskipun ia telah pergi, tinggal makamnya yang dikeramatkan, ada sebuah keajaiban yang masih
diingat penduduk Singapura. Ketika Perang Dunia II, tanpa ampun sebuah bom menghancurkan area
di Gunung Palmer, termasuk taman pemakaman yang ada di sana. Tetapi sungguh ajaib, keramat
Habib Noh tetap berdiri tegak seakan tak tersentuh sama sekali. Allahu Akbar…!
Habieb Munzir Almussawa
------------------------------ -
Ketika ada orang yg iseng bertanya padanya : wahai habib, bukankah Rasul saw juga punya rumah
walau sederhana??, beliau tertegun dan menangis, beliau berkata : iya betul, tapikan Rasul saw juga
tidak beli tanah, beliau diberi tanah oleh kaum anshar, lalu bersama sama membangun rumah.., saya
takut dipertanyakan Allah kalau ada orang muslim yg masih berumahkan koran di pinggir jalan dan
di gusur gusur, sedangkan bumi menyaksikan saya tenang tenang dirumah saya..
pernah ada seorang wali besar di Tarim, guru dari Guru Mulia Almusnid alhabib Umar bin Hafidh,
namanya Hb Abdulqadir Almasyhur, ketika hb munzir datang menjumpainya, maka habib itu yg sudah
tua renta langsung menangis.. dan berkata : WAHAI MUHAMMAD…! (saw), maka Hb Munzir berkata :
saya Munzir, nama saya bukan Muhammad.., maka habib itu berkata : ENGKAU MUHAMMAD SAW..!,
ENGKAU MUHAMMAD.. SAW!, maka hb Munzir diam… lalu ketika ALhabib Umar bin Hafidh datang
maka segera alhabib Abdulqadir almasyhur berkata : wahai umar, inilah Maula Jawa (Tuan Penguasa
Pulau Jawa), maka Alhabib Umar bin Hafidh hanya senyam senyum.. (kalo ga percaya boleh tanya
pada alumni pertama DM)
lihat kemanapun beliau pergi pasti disambut tangis ummat dan cinta, bahkan sampai ke pedalaman
irian, ongkos sendiri, masuk ke daerah yg sudah ratusan tahun belum dijamah para da’i, ratusan
orang yg sudah masuk islam ditangannya, banyak orang bermimpi Rasul saw selalu hadir di
majelisnya,
bahkan ada orang wanita dari australia yg selalu mimpi Rasul saw, ia sudah bai’at dengan banyak
thariqah, dan 10 tahun ia tak lagi bisa melihat Rasul saw entah kenapa, namun ketika ia hadir di
Majelis Hb Munzir di masjid almunawar, ia bisa melihat lagi Rasulullah saw..
maka berkata orang itu, sungguh habib yg satu ini adalah syeikh Futuh ku, dia membuka hijabku
tanpa ia mengenalku, dia benar benar dicintai oleh Rasul saw, kabar itu disampaikan pada hb munzir,
dan beliau hanya menunduk malu..
beliau itu masyhur dalam dakwah syariah, namun mastur (menyembunyikan diri) dalam keluasan
haqiqah dan makrifahnya. .
bukan orang yg sembarangan mengobral mimpi dan perjumpaan gaibnya ke khalayak umum
ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenagn
tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat, dan Hb Umar Maulakhela masih
panjang usianya.. benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar maulakhela
sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg lalu..
ketika Hb Anis Alhabsyi solo sakit keras dan dalam keadaan kritis, orang orang mendesak hb munzir
untuk menyambangi dan mendoakan Hb Anis, maka beliau berkata pd orang orang dekatnya, hb anis
akan sembuh dan keluar dari opname, Insya Allah kira kira masih sebulan lagi usia beliau,..
betul saja, Hb Anis sembuh, dan sebulan kemudian wafat..
ketika gunung papandayan bergolak dan sudah dinaikkan posisinya dari siaga 1 menjadi “awas”,
maka Hb Munzir dg santai berangkat kesana, sampai ke ujung kawah, berdoa, dan melemparkan
jubahnya ke kawah, kawah itu reda hingga kini dan kejadian itu adalah 7 tahun yg lalu (VCD nya
disimpan di markas dan dilarang disebarkan)
demikian pula ketika beliau masuk ke wilayah Beji Depok, yg terkenal dg sihir dan dukun dukun
jahatnya., maka selesai acara hb munzir malam itu, keesokan harinya seorang dukun mendatangi
panitya, ia berkata : saya ingin jumpa dg tuan guru yg semalam buat maulid disini..!, semua
masyarakat kaget, karena dia dukun jahat dan tak pernah shalat dan tak mau dekat dg ulama dan
sangat ditakuti, ketika ditanya kenapa??, ia berkata : saya mempunyai 4 Jin khodam, semalam
mereka lenyap., lalu subuh tadi saya lihat mereka (Jin jin khodam itu) sudah pakai baju putih dan
sorban, dan sudah masuk islam, ketika kutanya kenapa kalian masuk islam, dan jadi begini??, maka
jin jin ku berkata : apakah juragan tidak tahu?, semalam ada Kanjeng Rasulullah saw hadir di acara
Hb Munzir, kami masuk islam..!
kejadian serupa di Beji Depok seorang dukun yg mempunyai dua ekor macan jadi jadian yg menjaga
rumahnya, malam itu Macan jejadiannya hilang, ia mencarinya, ia menemukan kedua macan jadi2an
itu sedang duduk bersimpuh didepan pintu masjid mendengarkan ceramah hb munzir..
demikian pula ketika berapa muridnya berangkat ke Kuningan Cirebon, daerah yg terkenal ahli santet
dan jago jago sihirnya, maka hb munzir menepuk bahu muridnya dan berkata : MA’ANNABIY.. !,
berangkatlah, Rasul saw bersama kalian..
maka saat mereka membaca maulid, tiba tiba terjadi angin ribut yg mengguncang rumah itu dg
dahsyat, lalu mereka mnta kepada Allah perlindungan, dan teringat hb munzir dalam hatinya, tiba
tiba angin ribut reda, dan mereka semua mencium minyak wangi hb munzir yg seakan lewat
dihadapan mereka, dan terdengarlah ledakan bola bola api diluar rumah yg tak bisa masuk kerumah
itu..
ketika mereka pulang mereka cerita pd hb munzir, beliau hanya senyum dan menunduk malu..
demikian pula pedande pndande Bali, ketika Hb Munzir kunjung ke Bali, maka berkata muslimin
disana, habib, semua hotel penuh, kami tempatkan hb ditempat yg dekat dengan kediaman Raja Leak
(raja dukun leak) di Bali, maka hb munzir senyum senyum saja, keesokan harinya Raja Leak itu
berkata : saya mencium wangi Raja dari pulau Jawa ada disekitar sini semalam..
maaf kalo gue ceplas ceplos, cuma gue lebih senang guru yg mengajar syariah namun tawadhu, tidak
sesohor, sebagaimana Rasul saw yg hakikatnya sangat berkuasa di alam, namun membiarkan musuh
musuhnya mencaci dan menghinanya, beliau tidak membuat mereka terpendam dibumi atau ditindih
gunung, bahkan mendoakan mereka,
demikian pula ketika hb munzir dicaci maki dg sebutan Munzir ghulam ahmad..!, karena ia tidak mau
ikut demo anti ahmadiyah, beliau tetap senyum dan bersabar, beliau memilih jalan damai dan
membenahi ummat dg kedamaian daripada kekerasan, dan beliau sudah memaafkan pencaci itu
sebelum orang itu minta maaf padanya, bahkan menginstruksikan agar jamaahnya jangan ada yg
mengganggu pencaci itu, kemarin beberapa minggu yg lalu di acara almakmur tebet hb munzir malah
duduk berdampingan dg si pencaci itu, ia tetap ramah dan sesekali bercanda dg Da’i yg mencacinya
sebagai murtad dan pengikut ahmadiyah..
Habieb Sholeh Tanggul
----------------------------
Membicarakan karamah Habib Sholeh tidak bisa lepas dari peristiwa yang mempertemukan dirinya
dengan Nabi Khidir AS. Kala itu, layaknya pemuda keturunan Arab lainnya, orang masih
memanggilnya Yik, kependekan dari kata Sayyid, yang artinya Tuan, sebuah gelar untuk keturunan
Rasulullah.
Suatu ketika Yik Sholeh sedang menuju stasiun Kereta Api Tanggul yang letaknya memang dekat
dengan rumahnya. Tiba-tiba datang seorang pengemis meminta uang. Sholeh yang sebenarnya
membawa sepuluh rupiah menjawab tidak ada, karena hanya itu yang dimiliki. Pengemis itupun pergi,
tetapi kemudian datang dan minta uang lagi. Karena dijawab tidak ada, ia pergi lagi, tetapi lalu
datang untuk ketiga kalinya. Ketika didapati jawaban yang sama, orang itu berkata, “Yang sepuluh
rupiah di saku kamu?” seketika Yik Sholeh meresakan ada yang aneh. Lalu ia menjabat tangan
pengemis itu. Ketika berjabat tangan, jempol si pengemis terasa lembut seperti tak bertulang.
Keadaan seperti itu, menurut beberapa kitab klasik, adalah cirri fisik nabi Khidir. Tangannyapun
dipegang erat-erat oleh Yek Sholeh, sambil berkata, “Anda pasti Nabi Khidir, maka mohon doakan
saya.” Sang pengemispun berdoa, lalu pergi sambil berpesan bahwa sebentar lagi akan datang
seorang tamu.
Tak lama kemudian, turun dari kereta api seorang yang berpakaian serba hitam dan meminta Yik
Sholeh untuk menunjukkan rumah habib Sholeh. Karena di sekitar sana tidak ada yang nama Habib
Sholeh, dijawab tidak ada. Karena orang itu menekankan ada, Yik Sholeh menjawab, “Di daerah sini
tidak ada, tuan, nama Habib Sholeh, yang ada Sholeh, saya sendiri, “Kalau begitu andalah yang saya
cari,” jawab orang itu lalu pergi, membuat Yik Sholeh tercengang.
Sejak itu, rumah Habib Sholeh selalu ramai dikunjungi oraang, mujlai sekedar silaturrahmi, sampai
minta berkah doa. Tidak hanya dari tanggul, tetapi juga luar Jawa bahkan luar negeri, seperti
Belanda, Afrika, Cina, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Mantan wakil Presiden Adam malik adalah
satu dari sekian pejabat yang sering sowan kerumahnya. Satu bukti kemasyhuran beliau, jika Habib
Sholeh ke Jakarta, menjemputnya bejibun, melebihi penjemputan Presiden,” ujar KH. Abdillah yang
mengenal dengan baik Habib, menggambarkan.
KH.Ahmad Qusyairi bin Shiddiq adalah sahabat karib habib. Dulunya Habib Sholeh sering mengikuti
pengajian KH. Ahmad Qusyairi di Tanggul, tetapi setelah tanda-tanda kewalian Habib mulai
menampak, ganti KH. Qusyairi yang mengaji kepada Habib.
Menjelang wafat, KH. Qusyairi sowan kepada Habib. Tidak seperti biasa, kala itu sambutan Habib
begitu hangat, sampai dipeluk erat-erat. Habib pun mnyembelih seekor kambing khusus menjamu
sang teman karib. Disela-sela bercengkrama, Habib mengatakan bahwa itu terakhir kali yang ia
lakukan. Ternyata beberapa hari kemudian KH. Qusyairi wafat di kediamannya di Pasuruan.
Tersebutlah seorang jenderal yang konon pernah mendapat hadiah pulpen dari Presiden AS D.
Esenhower. Suatu ketika pulpen itu raib saat dibawa ajudannya kepasar (kecopetan). Karuan saja
sang ajudan kalang kabut, sehingga disarankan oleh seorang kenalannya agar minta tolong ke Habib
Sholeh.
Sampai di sana, Habib menyuruh mencari di Pasar Tanggul. Sekalipun aneh, dituruti saja, dan
ternyata pulpen itu tidak ditemukan. Habib menyuruh lagi, lagi-lagi tidak ditemukan. Karena
memaksa, Habib masuk kedalam kamarnya, dan tak lama kemudian keluar dengan menjulurkan
sebuah Pulpen. “Apa seperti ini pulpen itu? Sang ajudan tertegun, karena ternyata itulah pulpen sang
jenderal yang sudah pindah ke genggaman pencopet.
Nama Habib Sholeh kian terkenal dan harum. Kisah-kisah yang menuturkan karamah beliau tak
terhitung. Tetapi perlu dicatat, karamah hanyalah suatu indikasi kewalian seseorang. Kelebihan itu
dapat dicapai setelah melalui proses panjang yaitu pelaksanaan ajaran Islam secara Kaffah. Dan itu
dilakukan secara konsekwen dan terus menerus (istiqamah), sampai dikatakan bahwa Istiqamah itu
lebih mulia dari seribu karamah.
Tengok saja komitmen Habib terhadap nilai-nilai keislaman, termasuk keperduliannya terhadap fakir
miskin, janda dan anak yatim, menjadi juru damai ketika ada perselisihan. Beliau dikenal karena
akhlak mulianya, tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan berusaha menyenangkan hati mereka,
sampai-sampai dikenal tidak pernah permintaan orang. Siapapun yang bertamu akan dijamu sebaik
mungkin. Habib Sholeh sering menimba sendiri air sumur untuk mandi dan wudu para tamunya.
Maka buah yang didapat, seperti ketika Habib Ahmad Al-Hamid pernah berkata kepada baliau,
kenapa Allah selalu mengabulkan doanya. Habib Sholeh menjawab, “Bagaimana tidak? Sedangkan
aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya Murka.”
Karomah Waliullah KH. Chamim Jazuli ( Gus Miek )
------------------------------ ----------------------------
Nama lengkap beliau adalah KH. Chamim Jazuli lahir dari seorang ulama besar di daerah ploso,
mojo, kediri jawa timur. beliau adalah pendiri sema’an alquran dan jamaah dzikrul ghofilin.. sejak
kecil gus miek panggilan akrab beliau sudah memiliki keanehan-keanehan. beliau sering pergi dari
rumah sampai Kyai Jazuli ayah beliau menganggap putranya hilang. Pada waktu di pesantren
ayahnya gus miek jarang sekali mengikuti pengajian di madrasah tetapi anehnya itu semua tidak
membuat gus miek ketinggalan pemahaman tentang agama (kitab kuning) dengan santri-santri ayah
beliau. ketika diuji kemampuan gus miek dalam memahami agama malahan jauh melebihi santri-
santri ayahnya yang setiap hari masuk dan mengaji di madrasah.
Beliau kemudian berguru pada Kyai Dalhar watucongol, Kyai Hamid Pasuruan, dll semua guru dari
gus miek tersebut telah dikenal oleh masyarakat sebagai tokoh agama yang paling berpengaruh di
daerahnya.Pada zaman beliau terdapat suatu ketetapan di organisasi Nahdhatul Ulama (NU) tentang
thoriqoh. Organisasi NU menetepkan bahwa thoriqoh yang resmi dan diakui keberadaannya hanyalah
thoriqoh yang mu’tabaroh artinya silsilah dari thoriqoh itu jelas sampai ke Nabi Muhammad SAW
sedangkan thoriqoh yang tidak mu’tabaroh seperti thoriqohnya sunan kalijogo, syaikh siti jenar itu
tidak diakui keberadaannya. Sungguh tindakan yang sangat bijaksana menurut saya karena pada saat
itu gus miek tidak memihak salah satu thoriqoh seperti yang dilakukan oleh kebanyakan kyai, tetapi
gus miek malahan membuat suatu jama’ah dimana jama’ah tersebut berkumpul melakukan dzikir
bersama tanpa harus diembel-embeli thoriqoh mu’tabaroh atau ghoiru mu’tabaroh yang diberi nama
jama’ah dzikrul ghofilin.
Ini merupakan suatu solusi yang bijaksana dimana beliau mampu mengakomodir segala kepentingan.
setiap orang bisa masuk ke jama’ah yang beliau dirikan baik dari kelompok mu’tabaroh atau ghiru
mu’tabaroh bahkan orang bukan thoriqohpun bisa masuk pokoknya syarat utama untuk masuk
jama’ah dzikrul ghofilin adalah islam.gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga
dikenal sebagai orang yang nyeleneh beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang
melakukan maksiat dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang
mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur
keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan
hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-
ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran
jalan pintas.
Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa
dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur.
Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang
terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama
yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya
sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau
intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek
mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad
Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa).
Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk
warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar
Jawa.Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam
praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para
pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun
akhirat.
GUS MIEK PUTRA KH.ACHMAD DJAZULI USTMANGus Miek seorang hafizh (penghafal) Al-Quran.
Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang
tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek
merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an
alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh
beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti discotiq ,club
malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan
santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur keluar masuk
club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk
memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau
yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas.
Pernah di ceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq dan disana bertemu dengan Pengunjung
yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil
sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali
Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek.” Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ?
sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ? lalu Gus Miek Menjawab “aku
tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…hal ini membuat mereka
bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa
keanehan ,Gus miek angkat bicara “sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi
membuangnya kelaut..? lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget
didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut
dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt untuk bertaubat dan
meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah
kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.
jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong.
Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika
melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.
Ketika beliau dakwah di semarang tepatnya di NIAC di pelabuhan tanjung mas.Niac adalah surga
perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan ,Gus Miek yang
masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-
cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian
menjadi neraka yang sangat menakutkan.
Satu contoh lagi ketika Gus miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus
miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu gus miek
langsung menuju watries (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil
meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus di kejar oleh Gus miek
sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga
terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak
lagi di club malam itu.
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek)
mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek
tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan
mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada”jawab Gus
miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik
itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku
diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan
seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang
tidak tahu bahwa aku sedang menagis “jawab Gus miek.
Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya
sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak
sanggup melakukan dakwah seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga
seorang waliyalloh.
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi
mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan
menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.
HABIB ‘UMAR BIN HAFIDZ
------------------------------ -
Cerita ini berasal dari anak pondok, Suatu ketika saat habib munzir sedang mondok di yaman,
kebetulan saat itu dlm kondisi perang, shg sglanya serba sulit, disaat stok makanan sudah menipis
karena saat itu pengiriman makanan dari luar yaman di blokir oleh pihak penjajah, makanan hanya
cukup untuk keluarga habib umar. tapi ketika habib munzir slsai mkn memergoki anak habib umar
sedang mengambil sisa2 makanan dri habib munzir dan santri2 yg lain, tanya habib munzir kpd anak
trsbt sedang apa? Kata anak itu, saya mengambil sisa2 makanan yg tersisa buat abah (habib umar)
belum makan, Masya Allah sungguh ahlaknya begitu mulia walaupun habib umar dan keluarganya
tidak makan asal santri2nya tidak kelaparan. adakah diantara kita yg sanggup mencontoh ahlaknya
habib umar bin hafid yg rela mementingkan orang lain daripada diri sendiri meskipun dalam kondisi
yg sangat sulit.
Abah Anom
--------------
Ada cerita menarik dari Subhan seorang Dosen IAILM Suryalaya pernah silaturahmi kepada Tuan
Guru Ijai Martapura Kalimantan Selatan. Tuan guru Ijai menyebutkan SYEH A. SHOHIBUL WAFA
TAJUL ARIFIN ADALAH LAUTAN THORIQOH
Tuan Guru Ijai dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yg masyhur yang di kunjungi para alim ulama
Habaib dari belahan dunia nama lengkapnya Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad
Zaini Abd. Ghani ( Tuan Guru Ijai ) bin Al ‘arif Billah Syekh Abd. Ghani bin Syekh Abd. Manaf bin
Syekh Muh. Seman bin Syekh. M, Sa’ad bin Syekh Abdullah bin ‘Alimul ‘allamah Mufti Syekh. M.
Khalid bin ‘Alimul ‘allamah Khalifah Syekh. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Seorang Wali besar Mufti Kesultanan Indragiri Syekh Abd Rahman Shiddiq, berpendapat bahwa Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid
Mindanao.
Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan
Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein
bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu
Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark
bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad
Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi
Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An
Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al
Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah
wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Syekh M. Zaini Abd. Ghani adalah seorang ulama yang menghimpun
antara thariqat dan haqiqat, dan beliau seorang yang Hafazh AI-Quran beserta hafazh Tafsirnya, yaitu
Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim Lil-Imamain Al-Jalalain. Beliau seorang yang “mahfuzh”, yaitu suatu
keadaan yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih oleh Allah
SWT. beliau tidak pernah ihtilam.
Pada usia 9 tahun di malam jumat beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di
depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis
“Safinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun
terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam
jumat ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau dipersilahkan masuk dan disambut
oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka orang yang pertama kali
menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut
Dalam usia 10 tahun sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu
melihat dan mendengar apa-apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Pernah rumput-rumputan
memberi salam kepada beliau dan menyebutkan manfaatnya untuk pengobatan dari beberapa
penyakit, begitu pula batu-batuan dan besi
Petikan ceramah Habib ‘Umar hafizahUllah pada 25/02/2006 di kediaman Sayyid Thohir bin Yahya,
Semarang, sebagaimana tercatat dalam buku “Singa Podium” halaman 34 – 37:-
Di dalam hadis, Rasulullah bersabda: “Aku adalah orang yang pertama sekali memohon syafa`at dan
aku adalah orang yang pertama kali diterima syafa`atnya oleh Allah”. Lihatlah di dalam hadis ini !
Rasulullah mengajar agar kita menjalin hubungan dengannya, menjalin hubungan yang erat dengan
Rasulullah SAW. Dahulu para sahabat berkumpul yang dalam perkumpulan itu para sahabat
mengingat Allah, mereka berkumpul mengingat Nabi Muhammad, mengingat orang-orang yang
dimuliakan oleh Allah.
Lihat keadaan kaum muslimin sekarang, berbeda dengan keadaan para sahabat Rasulullah, kaum
muslimin di zaman kita berkumpul mengingat orang-orang yang tidak beriman kepada Allah,
menyebut nama-nama orang yang hina di sisi Allah, sehingga betapa banyak kaum muslimin yang
terpengaruh dengan pemikiran barat, pemikiran orang-orang yang tidak pernah sujud kepada Allah.
Kewajiban kita kaum muslimin adalah kita menyuburkan keimanan di dalam hati kita, kita tingkatkan
keimanan kepada Allah dan tanamkan pada hati-hati kita bahwa kemuliaan hanya milik Allah dan
Rasulullah, keagungan hanyalah milik Allah dan RasulNya. Allah berfirman di dalam al-Quran:
“Kemuliaan, keagungan adalah milik Allah, milik Rasulullah dan milik mereka yang beriman kepada
Allah. Adapun mereka orang-orang munafiqin tidak mengetahui kalau kemuliaan adalah milik Allah.”
Oleh kerana itu ayyuhal ikhwan, mari kita agungkan Allah, kita agungkan mereka orang-orang yang
diagungkan Allah, muliakanlah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah. Kewajiban kita
mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah, mengagungkan para sahabat Rasulullah,
mengagungkan para auliya` Allah. Disebutkan ketika pada suatu hari para sahabat berkumpul,
mereka menyebut tentang keistimewaan para Nabi-Nabi yang terdahulu. Beberapa dari mereka
mengatakan: “Lihatlah Nabi Ibrahim yang dijadikan oleh Allah sebagai Khalilullah.” Maka beberapa
sahabat yang lain mengatakan: “Tapi lihat Nabi Musa yang lebih agung yang dijadikan oleh Allah
sebagai kalimullah, orang yang bicara langsung dengan Allah.” Beberapa lagi mengatakan: “Lihat
Nabi Isa a.s. yang dijadikan oleh Allah sebagai ruhullah sebagai kalimatullah!” Beberapa lagi
mengatakan tentang Nabi Adam yang diciptakan oleh Allah secara langsung.
Ketika mereka sedang menyebutkan keistimewaan para nabi yang terdahulu, datang kepada mereka
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, ketika Nabi Muhammad datang pada mereka dan
mengucapkan salam kepada mereka, Rasulullah mengatakan kepada mereka: “Wahai para sahabatku,
kalian berkumpul pada saat ini menyebutkan tentang keistimewaan para nabi utusan-utusan Allah,
kalian mengatakan bahawa Nabi Ibrahim adalah khalilullah dan memang demikian Nabi Ibrahim
adalah khalilullah. Dan kalian menyebutkan bahwa Nabi Musa adalah kalimullah, nabi yang berbicara
langsung dengan Allah, yang bermunajat langsung dengan Allah, dan memang demikian adanya Nabi
Musa sebagai kalimullah. Dan demikian pula dengan Nabi Isa dan Nabi Adam, yang mereka adalah
orang yang mulia di sisi Allah `azza wa jalla.” Kemudian Nabi mengatakan kepada mereka:- “Dan
ketahuilah wahai para sahabatku bahwa aku adalah habibullah, aku adalah kekasih Allah, aku adalah
orang pertama yang akan memberikan syafa`at kepada umat manusia di hari kiamat nanti, aku
adalah orang yang termulia dari semua makhluk yang diciptakan Allah, aku adalah nabi pertama yang
akan memasuki surga dan bersamaku orang-orang fuqara` dari kalangan orang-orang mukminin
(orang-orang yang beriman kepada Allah).”
Lihatlah Rasulullah, bagaimana beliau mengajarkan kita agar kita menjalinkan hubungan dengannya,
agar kita selalu menguatkan hubungan dengan Rasulullah. Allah dan RasulNya lebih pantas kita
agungkan, lebih pantas kita muliakan kalau memang kita beriman kepada Allah dan Rasulullah
kawanku semua yang dirahmati Allah, jangan bersedih jika kita bukan golongan orang yang tidak
sampai nasabnya pada Rosullullah…
ingat kawan al istiqomatu khairun min alfi karamah.. istiqomah itu lebih baik daripada seribu
karomah..
mari kita istiqomah sholat berjamaah, mari kita istiqomah membaca qurannya, mari kita istiqomah
puasa sunnahnya, mari kita istiqomah sholat malamnya.. mari kita istiqomah memperbaiki akhlak
dan prilaku kita… mari kita istiqomah bertbuat baik kepada sesama.. mari kita istiqomah
mengamalakan ilmu kita… cukup dengan itu saja kawan, insyaAllah kemulyaan kita akan melebihi
karamah para habaib..
bagaimana kawan, maukah engkau istiqomah??
semoga bermanfaat..
kawanku semua yang dirahmati Allah, keistemewaan berupa mukjizat maupun karomah pasti
diberikan kepada manusia yang dicintai Allah, yang dekat dengan Allah, para nabi dan rasul pasti kita
sudah pernah membaca mukjizat mereka. nabi ibrahim yang tidak apa-apa saat dibakar, nambi
musa, nabi isya dan semua nabi… memliki mukjizat, bahkan para wali pun tidak luput Allah
anugerahkan kemulyaan2 kepadanya…
berikut ini kisah-kisah kemulyaan yang diberikan Allah kepada para habaib semoga menambah iman
kita kepada Allah..
Bacalah dengan bismillah terlebih dahulu semoga bermanfaat
Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas
------------------------------
Karomahnya sudah tampak sejak dalam kandungan ibundanya. Meski kehilangan penglihatan sejak
kecil, ia giat menuntut ilmu. Dialah salah seorang ulama besar Hadramaut.
Di Hadramaut ada seorang ulama besar, seorang wali yang sangat termasyhur karena karomah-
karomahnya. Dialah Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Lahir pada 992 H / 1572 M di Desa
Lisk, dekat Kota Inat, Hadramaut. Dia juga yang mula-mula mendapat gelar Al-Aththas, “orang yang
bersin”. Disebut demikian karena, konon, ketika masih berada dalam kandungan ibundanya, Syarifah
Muznah binti Muhammad Al-Jufri, ia sering bersin. Janin yang masih dalam kandungan bisa bersin,
tentu hal ini merupakan hal yang luar biasa.
Meski sejak kecil ia sudah kehilangan penglihatan, Allah menerangi hatinya, sehingga ia mampu
menyerap dengan baik semua pengetahuan tentang agama yang diajarkan oleh ayahnya, Al-Imam
Abdurrahman bin Aqil. Semangat belajarnya memang sangat besar. Tak bosan-bosannya ia menuntut
ilmu kepada beberapa ulama besar, seperti Syekh Abu Bakar bin Salim, Muhammad bin Abdurrahman
Al-Hadi, Syekh Umar bin Isa As Samarqandi. Sementara guru utama yang paling ia hormati, ialah
Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim.
Ia banyak belajar tasawuf, terutama dari Syekh Umar bin Isa Barakwah As-Samarqandi. Setelah
merasa cukup menuntut ilmu, ia membuka majlis taklim dengan mengajarkan ilmu agama.
Dakwahnya pun menyebar ke segala penjuru Hadramaut.
Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom
anak yatim piatu, janda dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan
Riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang sekali tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karomahnya. Ia sangat
termasyhur, bahkan sampai ke negeri Cina. Suatu hari salah seorang anak Habib Abdurrahman
melawat ke Cina di sana ia bertemu dengan seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal
ia tidak mengenalnya.
“Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah bertemu?” tanyanya.
“Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas, adalah
guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami, dan ia
sangat terkenal di sini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh,
tapi Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, “Suatu kali Habib Umar mendamaikan
beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan
yang baik. Karena itu ia pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah, biji
tasbih itu menjadi ular, barulah mereka sadar dan minta maaf.”
Nama Habib Umar tidak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberi judul: Azizul Manal wa Fathu
Babil Wishal (Anugrah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan),” yang belakangan sangat terkenal
sebagai Ratib Al-Aththas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di
dalam Ratib ini.
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding
dengan Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H / 1651 M oleh Habib Abdullah Al-
Haddad. Sedang Ratib Al-Aththas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak
ada dalam Ratib Al-Aththas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun
seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Aththas biasa dibaca usai shalat maghrib, tapi boleh juga di baca setiap pagi, siang atau
tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau berjema’ah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada
sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Aththas atau Ratib Al-Haddad setiap
malam, Allah akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita,
menganugerahkan kesehatan, dan memudahkan rezeki-Nya kepada setiap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, Ratib tersebut bisa dibaca 7 hingga 41 kali berturut-
turut pendapat ini mengacu kepada beberapa hadits Rasulullah SAW tentang manfaat istighfar dan
doa-doa lainnya. Sebab, dalam Ratib-ratib tersebut antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih,
tahmid dan istighfar.
Orang yang mengamalkan ratib ini tidak akan terluka jika pada suatu hari dipatuk ular, tidak akan
merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Hal ini terlihat ketika
suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Msjidilharam, Habib Muhammad
bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad
menundukan kepala sejenak, lalu berkata, “Layak setiap orang menundukkan kepala kepada Habib
Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di
bawah langit ini, tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Muhammad Al-Aththas wafat pada 23 Rabiul Akhir 1072 H / 1652 M. jenazahnya
dimakamkan di Hadramaut. Sampai sekarang makamnya selalu dikunjungi banyak peziarah dari
berbagai belahan dunia.
Habieb Kramat Bangil
--------------------------
Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad adalah seorang ulama besar pada zamannya. Ia menuntut ilmu
dari beberapa ulama, kuat beribadah, dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ulama yang dikenal sangat alim, dan karenanya dikenal sebagai waliyullah itu lahir pada 4 Safar
1261 Hijriyah atau 12 Februari 1840 M. di kota Hawi, Tarim, Hadramaut, Yaman.
Habib Abdullah yang di Indonesia lebih populer dengan sebutan Habib Kramat Bangil, terkenal di
kalangan muslimin sebagai ulama yang konsisten memperjuangkan kebenaran. Di masa hidupnya,
tak jemu-jemunya ia mengajak umat untuk selalu hidup di jalan yang benar, sesuai dengan ajaran Al-
Qur’an dan Sunah Rasul.
Habib Abdullah juga menulis sejumlah kitab, yang tidak hanya kitab-kitab agama, tapi juga menulis
syair yang bermuatan hikmah. Kumpulan syairnya di bukukan dalam diwan (antologi) berjudul Qalaid
al-Lisan fi Ahl al-Islam wa Al-Iman.
Kitab yang ia tulis antara lain, Suliamuthalib li alal Muratib, Syarah Ratib Haddad, Hujjatul Mukminin
fi Tawasul Bisayid al-Mursalin, dan kitab Maulid Al-Haddad, dan lain-lain. Sebagai penghormatan
kepadanya, setiap tanggal 27 Safar digelar acara Haul di makamnya di Sangeng Kramat Bangil,
Pasuruan, Jawa Timur.
Ia dibesarkan dalam keluarga yang akrab dengan nuansa kenabian, kewalian, dan keilmuan. Sejak
kecil ia mendapat bimbingan membaca, mempelajari dan menghafal Al-Qur’an dari ayahnya, Habib
Ali bin Hasan Al-Haddad, sehingga alam pikirannya selalu terpaut pada Al-Qur’an.
Menjelang dewasa ia meneruskan studinya di kota kelahirannya, Tarim. Disanalah ia mempelajari
beberapa cabang ilmu, seperti fikih, tafsir hadis, dan laian-lain dari para ulama terkemuka. Mufti
Habib Allamah Abdurrahman Al-Mansyur, pengarang kitab Buhgyatul Mustarsyidin, Habib Umar bin
Hasan Al-Haddad di Ghurfah, Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Seiwun, Habib Muhsin bin Alwi
Assegaf, Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.
Dalam hal tasawuf, ia berguru kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang terkenal sebagai
pendiri tarekat Haddadiyah. Beberapa tahun setelah belajar kepada guru tasawufnya itu, ia juga
dikenal sebagai sufi terkemuka dan seorang mursyid di kalangan tarekat Haddadiyah.
Pada 1281 H / 1800 M ia meninggalkan kampung halaman menuju kota Do’an dan Gidun untuk
berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thahir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad
bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka ia mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam
Nawawi. Tak lama kemudian, ia mendapatkan ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Akidah, Nas
(pegangan dalam hukum Islam), ilmu Ushul Fiqh (pokok–pokok dalam ilmu pengetahuan tentang
fiqh), periwayatan hadis dan logika.
Sebagai ulama yang haus ilmu, pada 12 94 H / 1813 M, ia meneruskan perjalanan ke Guairah untuk
berguru kepada Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahnya Habib Muhammad bin
Ahmad Al-Mukhdar, Bondowoso, Jawa Timur, ia mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu
pengetahuan.
Bertemu Hansip
Pada salah satu mukaddimah ijazahnya disebutkan, “Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb
Al-Ghaouts, Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad sebagai ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya
ulama salaf. Kelak dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya, dan aku anggap dia
sebagai anakku.”
Pada 1295 H / 1814 M ia menunaikan ibadah haji berziarah ke makam Rasulullah SAW. Selama
berada di Mekah, ia tinggal di rumah Mufti Habib Muhammad bin Husien Al-Habsyi, ayahanda Habib
Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penyusun Simthut Durar. Sementara di kota Jarwal, ia mempelajari
ilmu Nahwu dan Mantiq, sehingga memperoleh ijazah dari Sayid Ahmad Zaini Dahlan.
Tak lama kemudian ia menuju Madinah, tinggal 4 bulan di sana, berguru kepada Syekh Muhammad
Abdul Mukti bin Muhammad Al-Azab, seorang fakih dan pakar bahasa Arab, tapi ia tidak mendapat
ijazah, sebelum mendapat ijazah dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Setelah mendapat ijazah
dari Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berupa wirid dan kitab-kitab karangannya, barulah ia
memperoleh ijazah dari Syekh Muhammad bin Abdul Mkti.
Pada 1297 H / 1819 M ia mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor.
Di sana ia bersahabat dengan Sayid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim
yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana kesultanan Johor, ia ditemui
oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi Mufti di sana. Namun Habib Abdullah
menolak dengan halus.
Setelah kurang lebih 4 tahun berdakwah di Johor, ia meneruskan perjalanan dakwahnya ke Jawa,
Indonesia mula-mula ia tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-
kota tersebut, ia merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin sempat menyambutnya dengan
antusias. Pada akhir syawal 1301 H, ia tiba di Bangil, Jawa Timur. Disinilah ia merasakan
kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, ia menggelar
pengajian, dan setiap Kamis mengisi Majlis Taklim di Masjid Kalianyar.
Ia mengisi hari-harinya dengan ibadah, sejak maghrib hingga Isya, ia selalu membaca Al-Qur’an
dengan hafalan, selepas salat Isya berjema’ah, ia beristirahat selama dua jam, setelah itu membaca
Ratib bersama anak dan para sahabatnya. Kemudian ia belajar sampai jam 24.00.
Dua jam kemudian, ia beristirahat, lalu salat sunnah, setelah itu berkeliling Kota Bangil. Pukul 03 dini
hari pulang, lalu salah Tahajud hingga menjelang fajar. Setelah salat subuh berjema’ah bersama
keluarga, ia membaca wirid sampai menjelang Dhuha, lalu salat Dhuha delapan raka’at. Begitulah
amalan ulama besar ini setiap hari.
Pada suatu malam ketika mengelilingi kota Bangil, ia bertemu dengan seorang Hansip, “Kenapa
malam-malam begini Habib berkeliling di jalanan?” tanya si Hansip keheranan. “Mengapa kamu juga
berada di Pos penjagaan ini?” Habib Abdullah balik bertanya. “Kami ditugasi oleh pak Camat
menjaga daerah sekitar sini,” jawab si Hansip. Maka Habib Abdullah pun menimpali, “Saya juga
mendapat tugas dari penguasa alam semesta.”
Suatu hari ia membacakan kitab-kitab karangan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad di masjid
Kalianyar. Setiap kali hadir di majlis taklim yang dihadiri kurang lebih 60 orang itu, ia biasa
membawa ketel kecil berisi kopi, usai pengajian menjelang magrib, dihidangkanlah kopi itu pada para
jema’ah. Ternyata kopi itu cukup untuk 60 orang yang hadir.
Ketel Kopi
Suatu hari, tanpa diduga, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar bersama rombongan sebanyak
60 orang berkunjung ke majlis taklim tersebut. Habib Abdullah meminta Syekh Mubarak Jabil
menuangkan kopi dan menghidangkannya kepada mereka. Setelah menuangkan kop ke beberapa
cangkir, ternyata kopinya habis, dan ia berhenti menghidangkan kopi. “Tuangkan lagi kopinya,” kata
Habib Abdullah.
Dengan bingung, Syekh Mubarak berbisik kepada Habib Muhammad, putra Habib Abdullah, “Ketelnya
sudah kosong.” Tapi kata Habib Muhammad, “Turuti saja perintahnya.” Maka Syekh Mubarak pun
kembali mencoba menuangkan kopi ke cangkir-cangkir dari ketel kosong itu. Betapa terkejutnya ia
manakala dilihatnya dari ketel kosong itu tetap mengucur kopi hangat hingga seluruh tamu kebagian.
Suatu sore seorang bangsawan Bugis dari Makasar bertandang ke Bangil, dan menghadiahkan
sebuah peti dari emas berisi kayu Gaharu dan sejumlah besar uang untuk Habib Abdullah. Sebelum
menerima hadiah, ia bertanya, ”Apakah di negaramu ada orang yang berhak menerima sedekah?”
bangsawan itu menjawab, “Ya, ada.” Maka Habib Abdullah minta agar hadiah itu di bagi-bagikan
kepada fakir miskin di Makasar.
“Alhamdulillah, kami dalam keadaan mampu,” ujar Habib Abdullah seraya menunjukkan sebuah
kantung penuh berisi uang emas. Maka sang bangsawan bugis itu segera mohon maaf dan berjanji
akan melaksanakan amanatnya. Habib Abdullah memang terkenal sangat dekat dengan fakir miskin.
Setiap bulan, ia membantu sekitar 70 keluarga fakir miskin.
Suatu hari, Residen Pasuruan datang ke Bangil, begitu ia turun dari kereta berkuda, semua orang
berdiri menghormatinya. Kebetulan saat itu, Habib Abdullah berada di situ, mengantar pamannya,
Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, hendak pulang ke Surabaya. Ketika sang Residen lewat persis di
depan Habib Abdullah, ia tidak mengindahkannya, ia tetap duduk santai, tidak berdiri
menghormatinya.
Maka datanglah seorang anggota polisi memerintahkan datang ke kantor Residen Pasuruan. Tanpa
pikir panjang ia berangkat kesana. Sampai disana, ia menunggu di ruang depan, tapi tak seorang
petugas pun menemuinya. Anehnya, bahkan ada beberapa orang petugas yang lari ketakutan ketika
melihat kehadiran Habib Abdullah.
Akhirnya, seorang pegawai keresidenan menemuinya sambil berkata gemetaran, “Sebaiknya Habib
kembali saja, sebab Residen dan semua stafnya takut melihat kedatangan Habib yang di dampingi
dua ekor harimau dengan mulut terbuka.” Setelah kejadian itu, sang Residen meletakkan jabatan.
Suatu hari Sayid Umar Syatta, Mufti Haramain dari Mekah, menerima Ru’yah (penampakan dalam
mimpi) bahwa Rasulullah menganjurkan untuk menemui Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad. “Dia
adalah cucuku yang sebenarnya,” kata Nabi dalam Ru’yah tersebut. Dalam pertemuan itu, Sayid Umar
Syatta menciumi lutut dan kaki serta mohon maaf kepada Habib Abdullah kerena tidak tahu
kedudukan Habib Abdullah, seandainya Nabi tidak memberitahukannya.
Ada satu hal yang selalu ia tekankan kepada murid-muridnya, juga dalam tulisan di beberapa
kitabnya ia selalau mengajarkan untuk berperilaku tawadu’ (rendah hati), tidak takabur, sombong dan
riya’. Sebab kata Habib Abdullah, semua itu adalah sifat-sifat setan.
Habieb Noh singapura.
---------------------------
Singapura, Negeri Melayu yang berpenduduk mayoritas Chinese dan beragama Nasrani, ternyata tetap
melestarikan tradisi dan peninggalan bersejarah kaum muslimin. Misalnya karamat Habib Noh.
Makam sufi yang berusia lebih dari seabad itu tetap terpelihara dengan baik.
Di ketinggian sebuah bukit terlihat bangunan yang dikelilingi taman asri, bersih dan tenteram. Dari
Jalan Palmer, semua tampak jelas. Burung-burung merpati yang bebas berterbangan atau bertengger
disekitarnya menambah kesejukan suasana di tengah kesibukan Bandar Raya Negeri Singa tersebut.
Penduduk setempat, dari rumpun melayu atau kaum muallaf, juga orang-orang dari berbagai negeri,
seperti Malaysia, Thailand dan Indonesia masih banyak menziarahi tempat yang dikenal sebagai
keramat Habib Noh ini.
Keramat Habib Noh ini dibangun pada 1890 oleh Syed Mohammad bin Ahmad Alsagoff. Bangunan di
atas bukit itu – orang harus melalui 49 anak tangga untuk mencapainya – dibiayai para dermawan.
Di masa lalu pemeliharaan tempat keramat itu dilakukan olah para sukarelawan, yaitu orang-orang
yang percaya dan mengharap berkah dari memelihara makam wali sakti itu. Tetapi sejak 1936
ditangani Dewan Muslim dan Hindu, yang akhirnya dialihkan kepada Muslim Cuoncil of Singapore
(MUIS).
Sekarang makam tersebut dijaga dan dirawat oleh seorang Imam dibantu asistennya. Tugasnya
antara lain menertibkan para peminta-peminta. Para peziarah yang ingin memberikan uang kepada
para pengemis diminta untuk menyerahkannya kepada mereka, lalu sang asisten Imam akan
membagi-bagikannya dengan sama rata. Penduduk di sekitar makampun masih meneruskan tradisi
menyumbang sesuatu bagi kepentingan peziarah, dari mulai memberikan makanan sampai kipas
angin.
Batu nisan makam dililit kain berwarna kuning terang, yang diasosiasikan dengan kesucian,
sementara makamnya diselimuti kain hijau, warna yang selalu dihubungkan dengan Islam. Harumnya
wewangian dan bunga memenuhi segenap ruangan makam. Di luar, berterbangan dan bertengger
bebas burung-burung merpati sehingga menambah keyakinan para peziarah bahwa makam ini
memang amat keramat, burung, ayam dan kelinci pun merasa aman di sana.
Cinta Anak
Siapa sebenarnya Habib Noh? Mengapa ia masih sangat dihormati meski telah meninggal seabad
lalu? Sayyid Noh bin Mohammad Alhabshe atau Habib Noh, begitu panggilannya, datang ke Singapura
dari Kedah, semenanjung Malaysia. Setelah Sir Stamford Raffles menduduki Malaysia. Ia bermukim
selama 30 tahun. Namun ia tetap sering berkeliling Malaysia, kebanyakan ke Johor Baru, untuk
berdakwah.
Semasa hidupnya, Habib Noh sangat memperhatikan anak-anak serta orang miskin dan melarat. Ia
selalu memberikan anak-anak permen dan menyumbangkan uang untuk orang miskin. Ia amat
dicintai orang yang mengenalnya. Tidak aneh bila Habib Noh selalu dikelilingi teman-temannya. Ia
juga rajin berziarah kubur, berdoa untuk mereka yang sudah meninggal, meskipun ia tidak
mengenalnya secara pribadi.
Menurut catatan, Habib Noh menikah dengan Anchik Hamidah yang berasal dari Provinsi Wellesly,
Penang. Mereka memiliki seorang putri yang bernama Sharigah Badaniah. Kemudian Sharifah
Badaniah menikah dengan Syed Mohammad bin Hasan Al-Shatri di Jelutong, Penang. Dari
pernikahan itu mereka memiliki seorang putri bernama Sharifah Ruqayah yang menikah dengan Syed
Alwi bin Ali Al-Junaid. Dari pasangan inilah Habib Noh memperoleh lima cicit: Syed Abdurrahman,
Syed Abdullah, Sharifah Muznah, Sharifah Zainah, dan Sharifah Zubaidah.
Habib Noh sendiri memiliki tiga orang adik laki-laki. Mereka adalah Habib Arifin, dan Habib Zain,
keduanya meninggal di Penang. Dan yang termuda Habib Salikin yang meninggal di Daik (?)
Indonesia.
Tidak mengherankan jika orang seperti Habib Noh, pendakwah yang banyak beramal, dianugerahi
kemampuan istimewa. Banyak yang percaya, ia memiliki kemampuan untuk menghilang dan terlihat
berada di beberapa tempat pada saat yang sama. Konon, ketika ia berada di Singapura, ada beberapa
orang – pada saat yang sama – melihatnya sedang berdoa di Masjidil Haram Mekah, Arab Saudi.
Kelebihan yang muncul dari rasa cintanya terhadap anak-anak. Pernah ia menyembuhkan luka di
kaki seorang anak, hanya dengan melatakkan tangannya di atas luka tersebut sambil berdoa. Hanya
dalam beberapa saat, si anak itu dapat berlari kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa
dengannya. Ayah si anak yang begitu bahagia, memberikan sejumlah uang sebagai tanda terima
kasih. Habib Noh menerima hadiah itu, tapi kemudian menyerahkan kembali kepada orang yang
membutuhkan.
Kisah-kisah Habib Noh
Bahkan dikisahkan Habib Noh pernah menembus hujan badai untuk menyembuhkan sakit seorang
anak. Ia berjalan ke Paya Lebar dari rumahnya di Teluk Belangah. Ketika ia tiba di tempat pasiennya,
percaya atau tidak, orang tua si anak yang sakit tadi menyaksikan bahwa jubah Habib Noh tetap
kering, tidak basah, atau tanda-tanda lain layaknya orang yang kehujanan.
Di lain waktu Habib Noh pernah terbangun dari tidurnya, karena suara tangis anak kecil
berkepanjangan. Ia kemudian menyadari bahwa tangis itu berasal dari sebuah rumah keluarga
miskin. Jelas itu tangis bocah yang kelaparan. Habib Noh lalu mengambil daging buah kelapa,
diperas menjadi santan, dan dicampurnya dengan air. Setelah itu dibacanya sebuah doa, atas
kehendak Allah, santan itu berubah jadi susu dan untuk sementara dapat menghentikan tangis
kelaparan bocah papa tersebut.
Habib Noh juga dengan kekuatannya yang akurat membaca pertanda, seakan-akan ia bisa tahu
apakah seseorang membutuhkan bantuan atau mempunyai niat yang tidak baik terhadap dirinya.
Konon, ada seorang pria India, Muslim yang akan mengunjungi keluarganya di India dengan
menggunakan kapal laut. Secara rahasia ia bernazar bila dapat kembali ke Singapura dengan
selamat, ia akan memberi hadiah kepada Habib Noh.
Saat tiba kembali di Singapura, ia sangat terkejut mendapati Habib Noh telah menunggunya di
pelabuhan. Habib Noh berkata, “Saya yakin Anda telah berjanji untuk memberikan sesuatu kepada
saya.” Dengan terkejut si India itu menjawab, “Katakan, wahai orang bijak, apa yang engkau inginkan,
maka akan aku berikan kepadamu.” Sang Habib berkata lagi, “Saya ingin memiliki beberapa gulung
kain Kuning, yang akan saya berikan kepada orang miskin dan anak-anak.” Yang diminta kain itu
pun kemudian memeluk Habib Noh dan sambil menangis, ia berkata, “Demi Allah aku sangat bersedia
untuk menghadiahkannya kepada orang yang dimuliakan Tuhan karena kebaikannya terhadap
kemanusiaan. Berikan aku waktu tiga hari untuk mempersembahkan kepadamu.” Dan orang India itu
pun menepati janjinya.
Habib Noh rupanya sudah merasa bahwa ia akan segera meninggal dunia. Beberapa hari sebelum
saatnya tiba, ia melakukan apa saja agar dapat menyampaikan sebanyak mungkin nasihat kepada
teman-temannya yang dicintai. Beberapa kata bijak yang patut kita ingat adalah: “Jangan serakah
akan harta dan materi yang bersifat duniawi, atau memiliki perasaan benci kepada siapapun
sepanjang hidupmu.”
Pada akhir Juli 1866, pada usia 78 tahun, Habib Noh meninggal di kediaman Johor Temenggong Abu
Bakar di Teluk Belangah. Ketika berita meninggalnya menyebar, banyak orang dari berbagai kalangan,
termasuk para muallaf dan pnduduk dari pulau tetangga, datang untuk memberikan penghormatan
terakhir. Bahkan semua Kusir di Pulau Singa menghentikan kegiatannya mencari uang, untuk
mengantarkan orang tua, wanita, dan anak-anak ke pemakaman secara gratis.
Namun sebelum rombongan meninggalkan kediaman Temenggong menuju pemakaman Muslil Bidari,
terjadi sebuah peristiwa, keranda tidak bisa bergerak meski puluhan orang telah mengerahkan tenaga
untuk mengangkatnya. Suasana panik dan tangis hampir-hampir tak terbendung. Untunglah saat itu
seorang kerabat ingat pesan terakhir almarhum.
Sebelum wafat, rupanya Habib Noh pernah berwasiat kepada kerabatnya bahwa ia ingin dimakamkan
di puncak Gunung Palmer – sebuah pekuburan kecil. Namun entah mengapa, di hari itu kerabatnya
melupakan pesan tersebut. Begitu para kerabat dan sahabatnya memutuskan hendak membawa
jenazah ke tempat yang diwasiatkan, keranda menjadi enteng, dipikul dari bahu ke bahu, bak
melayang mendaki bukit, diiringi gemuruh takbir. Hingga sekarang makam disebelah Gedung YMCA,
atau yang dikenal sebgai Bestway Building, itu tetap diziarahi orang.
Meskipun ia telah pergi, tinggal makamnya yang dikeramatkan, ada sebuah keajaiban yang masih
diingat penduduk Singapura. Ketika Perang Dunia II, tanpa ampun sebuah bom menghancurkan area
di Gunung Palmer, termasuk taman pemakaman yang ada di sana. Tetapi sungguh ajaib, keramat
Habib Noh tetap berdiri tegak seakan tak tersentuh sama sekali. Allahu Akbar…!
Habieb Munzir Almussawa
------------------------------
Ketika ada orang yg iseng bertanya padanya : wahai habib, bukankah Rasul saw juga punya rumah
walau sederhana??, beliau tertegun dan menangis, beliau berkata : iya betul, tapikan Rasul saw juga
tidak beli tanah, beliau diberi tanah oleh kaum anshar, lalu bersama sama membangun rumah.., saya
takut dipertanyakan Allah kalau ada orang muslim yg masih berumahkan koran di pinggir jalan dan
di gusur gusur, sedangkan bumi menyaksikan saya tenang tenang dirumah saya..
pernah ada seorang wali besar di Tarim, guru dari Guru Mulia Almusnid alhabib Umar bin Hafidh,
namanya Hb Abdulqadir Almasyhur, ketika hb munzir datang menjumpainya, maka habib itu yg sudah
tua renta langsung menangis.. dan berkata : WAHAI MUHAMMAD…! (saw), maka Hb Munzir berkata :
saya Munzir, nama saya bukan Muhammad.., maka habib itu berkata : ENGKAU MUHAMMAD SAW..!,
ENGKAU MUHAMMAD.. SAW!, maka hb Munzir diam… lalu ketika ALhabib Umar bin Hafidh datang
maka segera alhabib Abdulqadir almasyhur berkata : wahai umar, inilah Maula Jawa (Tuan Penguasa
Pulau Jawa), maka Alhabib Umar bin Hafidh hanya senyam senyum.. (kalo ga percaya boleh tanya
pada alumni pertama DM)
lihat kemanapun beliau pergi pasti disambut tangis ummat dan cinta, bahkan sampai ke pedalaman
irian, ongkos sendiri, masuk ke daerah yg sudah ratusan tahun belum dijamah para da’i, ratusan
orang yg sudah masuk islam ditangannya, banyak orang bermimpi Rasul saw selalu hadir di
majelisnya,
bahkan ada orang wanita dari australia yg selalu mimpi Rasul saw, ia sudah bai’at dengan banyak
thariqah, dan 10 tahun ia tak lagi bisa melihat Rasul saw entah kenapa, namun ketika ia hadir di
Majelis Hb Munzir di masjid almunawar, ia bisa melihat lagi Rasulullah saw..
maka berkata orang itu, sungguh habib yg satu ini adalah syeikh Futuh ku, dia membuka hijabku
tanpa ia mengenalku, dia benar benar dicintai oleh Rasul saw, kabar itu disampaikan pada hb munzir,
dan beliau hanya menunduk malu..
beliau itu masyhur dalam dakwah syariah, namun mastur (menyembunyikan diri) dalam keluasan
haqiqah dan makrifahnya. .
bukan orang yg sembarangan mengobral mimpi dan perjumpaan gaibnya ke khalayak umum
ketika orang ramai minta agar Hb Umar maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenagn
tenang saja, dan berkata : Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat, dan Hb Umar Maulakhela masih
panjang usianya.. benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar maulakhela
sembuh dan keluar dari opname.., itu beberapa tahun yg lalu..
ketika Hb Anis Alhabsyi solo sakit keras dan dalam keadaan kritis, orang orang mendesak hb munzir
untuk menyambangi dan mendoakan Hb Anis, maka beliau berkata pd orang orang dekatnya, hb anis
akan sembuh dan keluar dari opname, Insya Allah kira kira masih sebulan lagi usia beliau,..
betul saja, Hb Anis sembuh, dan sebulan kemudian wafat..
ketika gunung papandayan bergolak dan sudah dinaikkan posisinya dari siaga 1 menjadi “awas”,
maka Hb Munzir dg santai berangkat kesana, sampai ke ujung kawah, berdoa, dan melemparkan
jubahnya ke kawah, kawah itu reda hingga kini dan kejadian itu adalah 7 tahun yg lalu (VCD nya
disimpan di markas dan dilarang disebarkan)
demikian pula ketika beliau masuk ke wilayah Beji Depok, yg terkenal dg sihir dan dukun dukun
jahatnya., maka selesai acara hb munzir malam itu, keesokan harinya seorang dukun mendatangi
panitya, ia berkata : saya ingin jumpa dg tuan guru yg semalam buat maulid disini..!, semua
masyarakat kaget, karena dia dukun jahat dan tak pernah shalat dan tak mau dekat dg ulama dan
sangat ditakuti, ketika ditanya kenapa??, ia berkata : saya mempunyai 4 Jin khodam, semalam
mereka lenyap., lalu subuh tadi saya lihat mereka (Jin jin khodam itu) sudah pakai baju putih dan
sorban, dan sudah masuk islam, ketika kutanya kenapa kalian masuk islam, dan jadi begini??, maka
jin jin ku berkata : apakah juragan tidak tahu?, semalam ada Kanjeng Rasulullah saw hadir di acara
Hb Munzir, kami masuk islam..!
kejadian serupa di Beji Depok seorang dukun yg mempunyai dua ekor macan jadi jadian yg menjaga
rumahnya, malam itu Macan jejadiannya hilang, ia mencarinya, ia menemukan kedua macan jadi2an
itu sedang duduk bersimpuh didepan pintu masjid mendengarkan ceramah hb munzir..
demikian pula ketika berapa muridnya berangkat ke Kuningan Cirebon, daerah yg terkenal ahli santet
dan jago jago sihirnya, maka hb munzir menepuk bahu muridnya dan berkata : MA’ANNABIY.. !,
berangkatlah, Rasul saw bersama kalian..
maka saat mereka membaca maulid, tiba tiba terjadi angin ribut yg mengguncang rumah itu dg
dahsyat, lalu mereka mnta kepada Allah perlindungan, dan teringat hb munzir dalam hatinya, tiba
tiba angin ribut reda, dan mereka semua mencium minyak wangi hb munzir yg seakan lewat
dihadapan mereka, dan terdengarlah ledakan bola bola api diluar rumah yg tak bisa masuk kerumah
itu..
ketika mereka pulang mereka cerita pd hb munzir, beliau hanya senyum dan menunduk malu..
demikian pula pedande pndande Bali, ketika Hb Munzir kunjung ke Bali, maka berkata muslimin
disana, habib, semua hotel penuh, kami tempatkan hb ditempat yg dekat dengan kediaman Raja Leak
(raja dukun leak) di Bali, maka hb munzir senyum senyum saja, keesokan harinya Raja Leak itu
berkata : saya mencium wangi Raja dari pulau Jawa ada disekitar sini semalam..
maaf kalo gue ceplas ceplos, cuma gue lebih senang guru yg mengajar syariah namun tawadhu, tidak
sesohor, sebagaimana Rasul saw yg hakikatnya sangat berkuasa di alam, namun membiarkan musuh
musuhnya mencaci dan menghinanya, beliau tidak membuat mereka terpendam dibumi atau ditindih
gunung, bahkan mendoakan mereka,
demikian pula ketika hb munzir dicaci maki dg sebutan Munzir ghulam ahmad..!, karena ia tidak mau
ikut demo anti ahmadiyah, beliau tetap senyum dan bersabar, beliau memilih jalan damai dan
membenahi ummat dg kedamaian daripada kekerasan, dan beliau sudah memaafkan pencaci itu
sebelum orang itu minta maaf padanya, bahkan menginstruksikan agar jamaahnya jangan ada yg
mengganggu pencaci itu, kemarin beberapa minggu yg lalu di acara almakmur tebet hb munzir malah
duduk berdampingan dg si pencaci itu, ia tetap ramah dan sesekali bercanda dg Da’i yg mencacinya
sebagai murtad dan pengikut ahmadiyah..
Habieb Sholeh Tanggul
----------------------------
Membicarakan karamah Habib Sholeh tidak bisa lepas dari peristiwa yang mempertemukan dirinya
dengan Nabi Khidir AS. Kala itu, layaknya pemuda keturunan Arab lainnya, orang masih
memanggilnya Yik, kependekan dari kata Sayyid, yang artinya Tuan, sebuah gelar untuk keturunan
Rasulullah.
Suatu ketika Yik Sholeh sedang menuju stasiun Kereta Api Tanggul yang letaknya memang dekat
dengan rumahnya. Tiba-tiba datang seorang pengemis meminta uang. Sholeh yang sebenarnya
membawa sepuluh rupiah menjawab tidak ada, karena hanya itu yang dimiliki. Pengemis itupun pergi,
tetapi kemudian datang dan minta uang lagi. Karena dijawab tidak ada, ia pergi lagi, tetapi lalu
datang untuk ketiga kalinya. Ketika didapati jawaban yang sama, orang itu berkata, “Yang sepuluh
rupiah di saku kamu?” seketika Yik Sholeh meresakan ada yang aneh. Lalu ia menjabat tangan
pengemis itu. Ketika berjabat tangan, jempol si pengemis terasa lembut seperti tak bertulang.
Keadaan seperti itu, menurut beberapa kitab klasik, adalah cirri fisik nabi Khidir. Tangannyapun
dipegang erat-erat oleh Yek Sholeh, sambil berkata, “Anda pasti Nabi Khidir, maka mohon doakan
saya.” Sang pengemispun berdoa, lalu pergi sambil berpesan bahwa sebentar lagi akan datang
seorang tamu.
Tak lama kemudian, turun dari kereta api seorang yang berpakaian serba hitam dan meminta Yik
Sholeh untuk menunjukkan rumah habib Sholeh. Karena di sekitar sana tidak ada yang nama Habib
Sholeh, dijawab tidak ada. Karena orang itu menekankan ada, Yik Sholeh menjawab, “Di daerah sini
tidak ada, tuan, nama Habib Sholeh, yang ada Sholeh, saya sendiri, “Kalau begitu andalah yang saya
cari,” jawab orang itu lalu pergi, membuat Yik Sholeh tercengang.
Sejak itu, rumah Habib Sholeh selalu ramai dikunjungi oraang, mujlai sekedar silaturrahmi, sampai
minta berkah doa. Tidak hanya dari tanggul, tetapi juga luar Jawa bahkan luar negeri, seperti
Belanda, Afrika, Cina, Malaysia, Singapura dan lain-lain. Mantan wakil Presiden Adam malik adalah
satu dari sekian pejabat yang sering sowan kerumahnya. Satu bukti kemasyhuran beliau, jika Habib
Sholeh ke Jakarta, menjemputnya bejibun, melebihi penjemputan Presiden,” ujar KH. Abdillah yang
mengenal dengan baik Habib, menggambarkan.
KH.Ahmad Qusyairi bin Shiddiq adalah sahabat karib habib. Dulunya Habib Sholeh sering mengikuti
pengajian KH. Ahmad Qusyairi di Tanggul, tetapi setelah tanda-tanda kewalian Habib mulai
menampak, ganti KH. Qusyairi yang mengaji kepada Habib.
Menjelang wafat, KH. Qusyairi sowan kepada Habib. Tidak seperti biasa, kala itu sambutan Habib
begitu hangat, sampai dipeluk erat-erat. Habib pun mnyembelih seekor kambing khusus menjamu
sang teman karib. Disela-sela bercengkrama, Habib mengatakan bahwa itu terakhir kali yang ia
lakukan. Ternyata beberapa hari kemudian KH. Qusyairi wafat di kediamannya di Pasuruan.
Tersebutlah seorang jenderal yang konon pernah mendapat hadiah pulpen dari Presiden AS D.
Esenhower. Suatu ketika pulpen itu raib saat dibawa ajudannya kepasar (kecopetan). Karuan saja
sang ajudan kalang kabut, sehingga disarankan oleh seorang kenalannya agar minta tolong ke Habib
Sholeh.
Sampai di sana, Habib menyuruh mencari di Pasar Tanggul. Sekalipun aneh, dituruti saja, dan
ternyata pulpen itu tidak ditemukan. Habib menyuruh lagi, lagi-lagi tidak ditemukan. Karena
memaksa, Habib masuk kedalam kamarnya, dan tak lama kemudian keluar dengan menjulurkan
sebuah Pulpen. “Apa seperti ini pulpen itu? Sang ajudan tertegun, karena ternyata itulah pulpen sang
jenderal yang sudah pindah ke genggaman pencopet.
Nama Habib Sholeh kian terkenal dan harum. Kisah-kisah yang menuturkan karamah beliau tak
terhitung. Tetapi perlu dicatat, karamah hanyalah suatu indikasi kewalian seseorang. Kelebihan itu
dapat dicapai setelah melalui proses panjang yaitu pelaksanaan ajaran Islam secara Kaffah. Dan itu
dilakukan secara konsekwen dan terus menerus (istiqamah), sampai dikatakan bahwa Istiqamah itu
lebih mulia dari seribu karamah.
Tengok saja komitmen Habib terhadap nilai-nilai keislaman, termasuk keperduliannya terhadap fakir
miskin, janda dan anak yatim, menjadi juru damai ketika ada perselisihan. Beliau dikenal karena
akhlak mulianya, tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan berusaha menyenangkan hati mereka,
sampai-sampai dikenal tidak pernah permintaan orang. Siapapun yang bertamu akan dijamu sebaik
mungkin. Habib Sholeh sering menimba sendiri air sumur untuk mandi dan wudu para tamunya.
Maka buah yang didapat, seperti ketika Habib Ahmad Al-Hamid pernah berkata kepada baliau,
kenapa Allah selalu mengabulkan doanya. Habib Sholeh menjawab, “Bagaimana tidak? Sedangkan
aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya Murka.”
Karomah Waliullah KH. Chamim Jazuli ( Gus Miek )
------------------------------
Nama lengkap beliau adalah KH. Chamim Jazuli lahir dari seorang ulama besar di daerah ploso,
mojo, kediri jawa timur. beliau adalah pendiri sema’an alquran dan jamaah dzikrul ghofilin.. sejak
kecil gus miek panggilan akrab beliau sudah memiliki keanehan-keanehan. beliau sering pergi dari
rumah sampai Kyai Jazuli ayah beliau menganggap putranya hilang. Pada waktu di pesantren
ayahnya gus miek jarang sekali mengikuti pengajian di madrasah tetapi anehnya itu semua tidak
membuat gus miek ketinggalan pemahaman tentang agama (kitab kuning) dengan santri-santri ayah
beliau. ketika diuji kemampuan gus miek dalam memahami agama malahan jauh melebihi santri-
santri ayahnya yang setiap hari masuk dan mengaji di madrasah.
Beliau kemudian berguru pada Kyai Dalhar watucongol, Kyai Hamid Pasuruan, dll semua guru dari
gus miek tersebut telah dikenal oleh masyarakat sebagai tokoh agama yang paling berpengaruh di
daerahnya.Pada zaman beliau terdapat suatu ketetapan di organisasi Nahdhatul Ulama (NU) tentang
thoriqoh. Organisasi NU menetepkan bahwa thoriqoh yang resmi dan diakui keberadaannya hanyalah
thoriqoh yang mu’tabaroh artinya silsilah dari thoriqoh itu jelas sampai ke Nabi Muhammad SAW
sedangkan thoriqoh yang tidak mu’tabaroh seperti thoriqohnya sunan kalijogo, syaikh siti jenar itu
tidak diakui keberadaannya. Sungguh tindakan yang sangat bijaksana menurut saya karena pada saat
itu gus miek tidak memihak salah satu thoriqoh seperti yang dilakukan oleh kebanyakan kyai, tetapi
gus miek malahan membuat suatu jama’ah dimana jama’ah tersebut berkumpul melakukan dzikir
bersama tanpa harus diembel-embeli thoriqoh mu’tabaroh atau ghoiru mu’tabaroh yang diberi nama
jama’ah dzikrul ghofilin.
Ini merupakan suatu solusi yang bijaksana dimana beliau mampu mengakomodir segala kepentingan.
setiap orang bisa masuk ke jama’ah yang beliau dirikan baik dari kelompok mu’tabaroh atau ghiru
mu’tabaroh bahkan orang bukan thoriqohpun bisa masuk pokoknya syarat utama untuk masuk
jama’ah dzikrul ghofilin adalah islam.gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga
dikenal sebagai orang yang nyeleneh beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang
melakukan maksiat dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang
mengajarkan santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur
keluar masuk club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan
hanya untuk memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-
ajaran beliau yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran
jalan pintas.
Gus Miek salah-satu tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pejuang Islam yang masyhur di tanah Jawa
dan memiliki ikatan darah kuat dengan berbagai tokoh Islam ternama, khususnya di Jawa Timur.
Maka wajar, jika Gus Miek dikatakan pejuang agama yang tangguh dan memiliki kemampuan yang
terkadang sulit dijangkau akal. Selain menjadi pejuang Islam yang gigih, dan pengikut hukum agama
yang setia dan patuh, Gus Miek memiliki spritualitas atau derajat kerohanian yang memperkaya
sikap, taat, dan patuh terhadap Tuhan. Namun, Gus Miek tidak melupakan kepentingan manusia atau
intraksi sosial (hablum minallah wa hablum minannas). Hal itu dilakukan karena Gus Miek
mempunyai hubungan dan pergaulan yang erat dengan (alm) KH. Hamid Pasuruan, dan KH. Achmad
Siddiq, serta melalui keterikatannya pada ritual ”dzikrul ghafilin” (pengingat mereka yang lupa).
Gerakan-gerakan spritual Gus Miek inilah, telah menjadi budaya di kalangan Nahdliyin (sebutan untuk
warga NU), seperti melakukan ziarah ke makam-makam para wali yang ada di Jawa maupun di luar
Jawa.Hal terpenting lain untuk diketahui juga bahwa amalan Gus Miek sangatlah sederhana dalam
praktiknya. Juga sangat sederhana dalam menjanjikan apa yang hendak didapat oleh para
pengamalnya, yakni berkumpul dengan para wali dan orang-orang saleh, baik di dunia maupun
akhirat.
GUS MIEK PUTRA KH.ACHMAD DJAZULI USTMANGus Miek seorang hafizh (penghafal) Al-Quran.
Karena, bagi Gus Miek, Al-Quran adalah tempat mengadukan segala permasalahan hidupnya yang
tidak bisa dimengerti orang lain. Dengan mendengarkan dan membaca Al-Quran, Gus Miek
merasakan ketenangan dan tampak dirinya berdialog dengan Tuhan ,beliaupun membentuk sema’an
alquran dan jama’ah Dzikrul Ghofilin.
gus miek selain dikenal sebagai seorang ulama besar juga dikenal sebagai orang yang nyeleneh
beliau lebih menyukai da’wah di kerumunan orang yang melakukan maksiat seperti discotiq ,club
malam dibandingkan dengan menjadi seorang kyai yang tinggal di pesantren yang mengajarkan
santrinya kitab kuning. hampir tiap malam beliau menyusuri jalan-jalan di jawa timur keluar masuk
club malam, bahkan nimbrung dengan tukang becak, penjual kopi di pinggiran jalan hanya untuk
memberikan sedikit pencerahan kepada mereka yang sedang dalam kegelapan. Ajaran-ajaran beliau
yang terkenal adalah suluk jalan terabas atau dalam bahasa indonesianya pemikiran jalan pintas.
Pernah di ceritakan Suatu ketika Gus Miek pergi ke discotiq dan disana bertemu dengan Pengunjung
yang sedang asyik menenggak minuman keras, Gus Miek menghampiri mereka dan mengambil
sebotol minuman keras lalu memasukkannya ke mulut Gus Miek salah satu dari mereka mengenali
Gus Miek dan bertanya kepada Gus Miek.” Gus kenapa sampeyan ikut Minum bersama kami ?
sampeyankan tahu ini minuman keras yang diharamkan oleh Agama ? lalu Gus Miek Menjawab “aku
tidak meminumnya …..!! aku hanya membuang minuman itu kelaut…hal ini membuat mereka
bertanya-tanya, padahal sudah jelas tadi Gus Miek meminum minuman keras tersebut. Diliputi rasa
keanehan ,Gus miek angkat bicara “sampeyan semua ga percaya kalo aku tidak meminumnya tapi
membuangnya kelaut..? lalu Gus Miek Membuka lebar Mulutnya dan mereka semua terperanjat kaget
didalam Mulut Gus miek terlihat Laut yang bergelombang dan ternyata benar minuman keras tersebut
dibuang kelaut. Dan Saat itu juga mereka diberi Hidayah Oleh Alloh SWt untuk bertaubat dan
meninggalkan minum-minuman keras yang dilarang oleh agama. Itulah salah salah satu Karomah
kewaliyan yang diberikan Alloh kepada Gus Miek.
jika sedang jalan-jalan atau keluar, Gus Miek sering kali mengenakan celana jeans dan kaos oblong.
Tidak lupa, beliau selalu mengenakan kaca mata hitam lantaran lantaran beliau sering menangis jika
melihat seseorang yang “masa depannya” suram dan tak beruntung di akherat kelak.
Ketika beliau dakwah di semarang tepatnya di NIAC di pelabuhan tanjung mas.Niac adalah surga
perjudian bagi para cukong-cukong besar baik dari pribumi maupun keturunan ,Gus Miek yang
masuk dengan segala kelebihannya mampu memenangi setiap permainan, sehingga para cukong-
cukong itu mengalami kekalahan yang sangat besar. Niac pun yang semula menjadi surga perjudian
menjadi neraka yang sangat menakutkan.
Satu contoh lagi ketika Gus miek berjalan-jalan ke Surabaya, ketika tiba di sebuah club malam Gus
miek masuk kedalam club yang di penuhi dengan perempuan-perempuan nakal, lalu gus miek
langsung menuju watries (pelayan minuman) beliau menepuk pundak perempuan tersebut sambil
meniupkan asap rokok tepat di wajahnya, perempuan itupun mundur tapi terus di kejar oleh Gus miek
sambil tetap meniupkan asap rokok diwajah perempuan tersebut. Perempuan tersebut mundur hingga
terbaring di kamar dengan penuh ketakutan, setelah kejadian tersebut perempuan itu tidak tampak
lagi di club malam itu.
Pernah suatu ketika Gus Farid (anak KH.Ahamad Siddiq yang sering menemani Gus Miek)
mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek
tentang Wanita ? “Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan
mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja jadi jalan untuk syahwat tidak ada”jawab Gus
miek.
Pertanyaan kedua Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik
itu dijalan maupun saat bertemu dengan tamu…”Apabila aku bertemu orang dijalan atau tamu aku
diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan
seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang
tidak tahu bahwa aku sedang menagis “jawab Gus miek.
Adanya sistem Dakwah yang dilakukan Gus miek tidak bisa di contoh begitu saja karena resikonya
sangat berat bagi mereka yang Alim pun Sekaliber KH.Abdul Hamid (pasuruan) mengaku tidak
sanggup melakukan dakwah seperti yang dilakukan oleh Gus Miek padahal Kh.Abdul Hamid juga
seorang waliyalloh.
Tepat tanggal 5 juni 1993 Gus Miek menghembuskan napasnya yang terakhir di rumah sakit Budi
mulya Surabaya (sekarang siloam). Kyai yang nyeleneh dan unik akhirnya meninggalkan dunia dan
menuju kehidupan yang lebih abadi dan bertemu dengan Tuhannya yang selama ini beliau rindukan.
HABIB ‘UMAR BIN HAFIDZ
------------------------------
Cerita ini berasal dari anak pondok, Suatu ketika saat habib munzir sedang mondok di yaman,
kebetulan saat itu dlm kondisi perang, shg sglanya serba sulit, disaat stok makanan sudah menipis
karena saat itu pengiriman makanan dari luar yaman di blokir oleh pihak penjajah, makanan hanya
cukup untuk keluarga habib umar. tapi ketika habib munzir slsai mkn memergoki anak habib umar
sedang mengambil sisa2 makanan dri habib munzir dan santri2 yg lain, tanya habib munzir kpd anak
trsbt sedang apa? Kata anak itu, saya mengambil sisa2 makanan yg tersisa buat abah (habib umar)
belum makan, Masya Allah sungguh ahlaknya begitu mulia walaupun habib umar dan keluarganya
tidak makan asal santri2nya tidak kelaparan. adakah diantara kita yg sanggup mencontoh ahlaknya
habib umar bin hafid yg rela mementingkan orang lain daripada diri sendiri meskipun dalam kondisi
yg sangat sulit.
Abah Anom
--------------
Ada cerita menarik dari Subhan seorang Dosen IAILM Suryalaya pernah silaturahmi kepada Tuan
Guru Ijai Martapura Kalimantan Selatan. Tuan guru Ijai menyebutkan SYEH A. SHOHIBUL WAFA
TAJUL ARIFIN ADALAH LAUTAN THORIQOH
Tuan Guru Ijai dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yg masyhur yang di kunjungi para alim ulama
Habaib dari belahan dunia nama lengkapnya Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad
Zaini Abd. Ghani ( Tuan Guru Ijai ) bin Al ‘arif Billah Syekh Abd. Ghani bin Syekh Abd. Manaf bin
Syekh Muh. Seman bin Syekh. M, Sa’ad bin Syekh Abdullah bin ‘Alimul ‘allamah Mufti Syekh. M.
Khalid bin ‘Alimul ‘allamah Khalifah Syekh. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Seorang Wali besar Mufti Kesultanan Indragiri Syekh Abd Rahman Shiddiq, berpendapat bahwa Syekh
Muhammad Arsyad Al-Banjari adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid
Mindanao.
Jalur nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan
Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein
bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu
Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark
bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad
Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi
Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An
Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al
Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah
wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW.
‘Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Syekh M. Zaini Abd. Ghani adalah seorang ulama yang menghimpun
antara thariqat dan haqiqat, dan beliau seorang yang Hafazh AI-Quran beserta hafazh Tafsirnya, yaitu
Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim Lil-Imamain Al-Jalalain. Beliau seorang yang “mahfuzh”, yaitu suatu
keadaan yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih oleh Allah
SWT. beliau tidak pernah ihtilam.
Pada usia 9 tahun di malam jumat beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di
depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis
“Safinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Beliaupun
terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, beliau kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam
jumat ketiga, beliau kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini beliau dipersilahkan masuk dan disambut
oleh salah seorang syaikh. Ketika sudah masuk beliau melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka orang yang pertama kali
menyambut beliau dan menjadi guru adalah orang yang menyambut beliau dalam mimpi tersebut
Dalam usia 10 tahun sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu
melihat dan mendengar apa-apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Pernah rumput-rumputan
memberi salam kepada beliau dan menyebutkan manfaatnya untuk pengobatan dari beberapa
penyakit, begitu pula batu-batuan dan besi
Petikan ceramah Habib ‘Umar hafizahUllah pada 25/02/2006 di kediaman Sayyid Thohir bin Yahya,
Semarang, sebagaimana tercatat dalam buku “Singa Podium” halaman 34 – 37:-
Di dalam hadis, Rasulullah bersabda: “Aku adalah orang yang pertama sekali memohon syafa`at dan
aku adalah orang yang pertama kali diterima syafa`atnya oleh Allah”. Lihatlah di dalam hadis ini !
Rasulullah mengajar agar kita menjalin hubungan dengannya, menjalin hubungan yang erat dengan
Rasulullah SAW. Dahulu para sahabat berkumpul yang dalam perkumpulan itu para sahabat
mengingat Allah, mereka berkumpul mengingat Nabi Muhammad, mengingat orang-orang yang
dimuliakan oleh Allah.
Lihat keadaan kaum muslimin sekarang, berbeda dengan keadaan para sahabat Rasulullah, kaum
muslimin di zaman kita berkumpul mengingat orang-orang yang tidak beriman kepada Allah,
menyebut nama-nama orang yang hina di sisi Allah, sehingga betapa banyak kaum muslimin yang
terpengaruh dengan pemikiran barat, pemikiran orang-orang yang tidak pernah sujud kepada Allah.
Kewajiban kita kaum muslimin adalah kita menyuburkan keimanan di dalam hati kita, kita tingkatkan
keimanan kepada Allah dan tanamkan pada hati-hati kita bahwa kemuliaan hanya milik Allah dan
Rasulullah, keagungan hanyalah milik Allah dan RasulNya. Allah berfirman di dalam al-Quran:
“Kemuliaan, keagungan adalah milik Allah, milik Rasulullah dan milik mereka yang beriman kepada
Allah. Adapun mereka orang-orang munafiqin tidak mengetahui kalau kemuliaan adalah milik Allah.”
Oleh kerana itu ayyuhal ikhwan, mari kita agungkan Allah, kita agungkan mereka orang-orang yang
diagungkan Allah, muliakanlah orang-orang yang dimuliakan oleh Allah. Kewajiban kita
mengagungkan Allah, mengagungkan Rasulullah, mengagungkan para sahabat Rasulullah,
mengagungkan para auliya` Allah. Disebutkan ketika pada suatu hari para sahabat berkumpul,
mereka menyebut tentang keistimewaan para Nabi-Nabi yang terdahulu. Beberapa dari mereka
mengatakan: “Lihatlah Nabi Ibrahim yang dijadikan oleh Allah sebagai Khalilullah.” Maka beberapa
sahabat yang lain mengatakan: “Tapi lihat Nabi Musa yang lebih agung yang dijadikan oleh Allah
sebagai kalimullah, orang yang bicara langsung dengan Allah.” Beberapa lagi mengatakan: “Lihat
Nabi Isa a.s. yang dijadikan oleh Allah sebagai ruhullah sebagai kalimatullah!” Beberapa lagi
mengatakan tentang Nabi Adam yang diciptakan oleh Allah secara langsung.
Ketika mereka sedang menyebutkan keistimewaan para nabi yang terdahulu, datang kepada mereka
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, ketika Nabi Muhammad datang pada mereka dan
mengucapkan salam kepada mereka, Rasulullah mengatakan kepada mereka: “Wahai para sahabatku,
kalian berkumpul pada saat ini menyebutkan tentang keistimewaan para nabi utusan-utusan Allah,
kalian mengatakan bahawa Nabi Ibrahim adalah khalilullah dan memang demikian Nabi Ibrahim
adalah khalilullah. Dan kalian menyebutkan bahwa Nabi Musa adalah kalimullah, nabi yang berbicara
langsung dengan Allah, yang bermunajat langsung dengan Allah, dan memang demikian adanya Nabi
Musa sebagai kalimullah. Dan demikian pula dengan Nabi Isa dan Nabi Adam, yang mereka adalah
orang yang mulia di sisi Allah `azza wa jalla.” Kemudian Nabi mengatakan kepada mereka:- “Dan
ketahuilah wahai para sahabatku bahwa aku adalah habibullah, aku adalah kekasih Allah, aku adalah
orang pertama yang akan memberikan syafa`at kepada umat manusia di hari kiamat nanti, aku
adalah orang yang termulia dari semua makhluk yang diciptakan Allah, aku adalah nabi pertama yang
akan memasuki surga dan bersamaku orang-orang fuqara` dari kalangan orang-orang mukminin
(orang-orang yang beriman kepada Allah).”
Lihatlah Rasulullah, bagaimana beliau mengajarkan kita agar kita menjalinkan hubungan dengannya,
agar kita selalu menguatkan hubungan dengan Rasulullah. Allah dan RasulNya lebih pantas kita
agungkan, lebih pantas kita muliakan kalau memang kita beriman kepada Allah dan Rasulullah
kawanku semua yang dirahmati Allah, jangan bersedih jika kita bukan golongan orang yang tidak
sampai nasabnya pada Rosullullah…
ingat kawan al istiqomatu khairun min alfi karamah.. istiqomah itu lebih baik daripada seribu
karomah..
mari kita istiqomah sholat berjamaah, mari kita istiqomah membaca qurannya, mari kita istiqomah
puasa sunnahnya, mari kita istiqomah sholat malamnya.. mari kita istiqomah memperbaiki akhlak
dan prilaku kita… mari kita istiqomah bertbuat baik kepada sesama.. mari kita istiqomah
mengamalakan ilmu kita… cukup dengan itu saja kawan, insyaAllah kemulyaan kita akan melebihi
karamah para habaib..
bagaimana kawan, maukah engkau istiqomah??
semoga bermanfaat..