Dzuriyyah Rasul SAW ( Imam al Faqih Muqaddam )
Imam Al-Faqih Muqaddam Muhammad bin ‘Ali Ba’Alawiy
[Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad - Ali - Muhammad Shohib Mirbath - Ali Khali' Qasam -
Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib -
Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-
Zahra - Muhammad SAW]
Beliau adalah Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin
Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus
bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW. Beliau dijuluki dengan Al-Faqih Al-Muqaddam
(seorang faqih yang diunggulkan).
Beliau adalah al-’arif billah, seorang ulama besar, pemuka para imam dan guru, suri tauladan bagi
al-’arifin, penunjuk jalan bagi as-salikin, seorang qutub yang agung, imam bagi Thariqah Alawiyyah,
seorang yang mendapatkan kewalian rabbani dan karomah yang luar biasa, seorang yang mempunyai
jiwa yang bersih dan perjalanan hidupnya terukir dengan indah.
Beliau adalah seorang yang diberikan keistimewaan oleh Allah SWT, sehingga beliau mampu
menyingkap rahasia ayat-ayat-Nya. Ditambah lagi Allah memberikannya kemampuan untuk
menguasai berbagai macam ilmu, baik yang dhohir ataupun yang bathin.
Beliau dilahirkan pada tahun 574 H. Beliau mengambil ilmu dari para ulama besar di jamannya. Di
antaranya adalah Al-Imam Al-Allamah Al-Faqih Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Salim Marwan Al-
Hadhrami At-Tarimi. Al-Imam Abul Hasan ini adalah seorang guru yang agung, pemuka para ulama
besar di kota Tarim. Selain itu beliau (Al-Faqih Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari Al-Faqih
Asy-Syeikh Salim bin Fadhl dan Al-Imam Al-Faqih Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Ubaid
(pengarang kitab Al-Ikmal Ala At-Tanbih). Gurunya itu, yakni Al-Imam Abdullah bin Abdurrahman,
tidak memulai pelajaran kecuali kalau Al-Faqih Al-Muqaddam sudah hadir. Selain itu beliau (Al-Fagih
Al-Muqaddam) juga mengambil ilmu dari beberapa ulama besar lainnya, diantaranya Al-Qadhi Al-
Faqih Ahmad bin Muhammad Ba’isa, Al-Imam Muhammad bin Ahmad bin Abul Hubbi, Asy-Syeikh
Sufyan Al-Yamani, As-Sayyid Al-Imam Al-Hafidz Ali bin Muhammad bin Jadid, As-Sayyid Al-Imam
Salim bin Bashri, Asy-Syeikh Muhammad bin Ali Al-Khatib, Asy-Syeikh As-Sayyid Alwi bin
Muhammad Shohib Mirbath (paman beliau) dan masih banyak lagi.
Dalam mengambil sanad keilmuan dan thariqahnya, beliau mengambil dari dua jalur sekaligus. Jalur
pertama adalah beliau mengambil dari orangtua dan pamannya, orangtua dan pamannya mengambil
dari kakeknya, dan terus sambung-menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Adapun jalur yang kedua, beliau mengambil dari seorang ulama besar dan pemuka ahli sufi, yaitu
Sayyidina Asy-Syeikh Abu Madyan Syu’aib, melalui dua orang murid Asy-Syeikh Abu Madyan, yaitu
Abdurrahman Al-Maq’ad Al-Maghrobi dan Abdullah Ash-Sholeh Al-Maghrobi. Kemudian Asy-Syeikh
Abu Madyan mengambil dari gurunya, gurunya mengambil dari gurunya, dan terus sambung-
menyambung dan akhirnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Di masa-masa awal pertumbuhannya, beliau menjalaninya dengan penuh kesungguhan dan mencari
segala hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Beliau berpegang teguh pada Kitab Allah dan
Sunnah Rasulullah, serta mengikuti jejak-jejak para Sahabat Nabi dan para Salafus Sholeh. Beliau
ber-mujahadah dengan keras dalam mendidik akhlaknya dan menghiasinya dengan adab-adab yang
sesuai dengan syariah.
Beliau juga giat dalam menuntut ilmu, sehingga mengungguli ulama-ulama di jamannya dalam
penguasaan berbagai macam ilmu. Para ulama di jamannya pun mengakui akan ketinggian dan
penguasaannya dalam berbagai macam ilmu. Mereka juga mengakui kesempurnaan yang ada pada
diri beliau untuk menyandang sebagai imam di jamannya.
Mujahadah beliau di masa-masa awal pertumbuhannya bagaikan mujahadahnya orang-orang yang
sudah mencapai maqam al-’arif billah. Allah-lah yang mengaruniai kekuatan dan keyakinan di dalam
diri beliau. Allah-lah juga yang mengaruniai beliau berbagai macam keistimewaan dan kekhususan
yang tidak didapatkan oleh para qutub yang lainnya. Hati beliau tidak pernah kosong sedetikpun
untuk selalu berhubungan dengan Allah. Sehingga tampak pada diri beliau asrar, waridad, mawahib
dan mukasyafah.
Beliau adalah seorang yang tawadhu dan menyukai ketertutupan di setiap keadaannya. Beliau pernah
berkirim surat kepada seorang pemuka para ahli sufi yang bernama Asy-Syeikh Sa’ad bin Ali Adz-
Dzofari. Setelah Asy-Syeikh Sa’ad membaca surat itu dan merasakan kedalaman isi suratnya, ia
terkagum-kagum dan merasakan asrar dan anwar yang ada di dalamnya. Kemudian ia membalas
surat tersebut, dan di akhir suratnya ia berkata, “Engkau, wahai Faqih, orang yang diberikan karunia
oleh Allah yang tidak dipunyai oleh siapapun. Engkau adalah orang yang paling mengerti dengan
syariah dan haqiqah, baik yang dhohir maupun yang bathin.”
Berkata Al-Imam Asy-Syeikh Abdurrahman As-Saggaf tentang diri Al-Faqih Al-Muqaddam, “Aku tidak
pernah melihat atau mendengar suatu kalam yang lebih kuat daripada kalamnya Al-Faqih Muhammad
bin Ali, kecuali kalamnya para Nabi alaihimus salam. Kami tidak dapat mengunggulkan seorang wali
pun terhadapnya (Al-Faqih Al-Muqaddam), kecuali dari golongan Sahabat Nabi, atau orang yang
diberikan kelebihan melalui Hadits seperti Uwais (Al-Qarni) atau selainnya.”
Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, pernah berkata, “Aku terhadap masyakaratku seperti awan.” Suatu
hari dikisahkan bahwa beliau pernah tertinggal pada saat ziarah ke kubur Nabiyallah Hud AS. Beliau
berkisah, “Pada suatu saat aku duduk di suatu tempat yang beratap tinggi. Tiba-tiba datanglah
Nabiyallah Hud ke tempatku sambil membungkukkan badannya agar tak terkena atap. Lalu ia berkata
kepadaku, ‘Wahai Syeikh, jika engkau tidak berziarah kepadaku, maka aku akan berziarah
kepadamu.’”
Dikisahkan juga bahwa pada suatu saat ketika beliau sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya,
datanglah Nabi Khidir AS menyerupai seorang badui dan diatas kepalanya terdapat kotoran.
Bangunlah Al-Faqih Al-Muqaddam, lalu mengambil kotoran tersebut dari kepalanya dan kemudian
memakannya. Kejadian tersebut membuat para sahabatnya terheran-heran. Akhirnya mereka
bertanya, “Siapakah orang itu?.” Maka Al-Faqih Al-Muqaddam menjawab, “Dia adalah Nabi Khidir
alaihis salam.”
Beliau, Al-Faqih Al-Muqaddam, banyak menghasilkan para ulama besar di jamannya. Beberapa
ulama besar berhasil dalam didikan beliau. Yang paling terutama adalah dua orang muridnya, yaitu
Asy-Syeikh Abdullah bin Muhammad ‘Ibad dan Asy-Syeikh Sa’id bin Umar Balhaf. Selain keduanya,
banyak juga ulama-ulama besar yang berhasil digembleng oleh beliau, diantaranya Asy-Syekh Al-
Kabir Abdullah Baqushair, Asy-Syeikh Abdurrahman bin Muhammad ‘Ibad, Asy-Syeikh Ali bin
Muhammad Al-Khatib dan saudaranya Asy-Syeikh Ahmad, Asy-Syeikh Sa’ad bin Abdullah Akdar dan
saudara-saudara sepupunya, dan masih banyak lagi.
Beliau wafat pada tahun 653 H, akhir dari bulan Dzulhijjah. Jazad beliau disemayamkan di pekuburan
Zanbal, di kota Tarim. Banyak masyarakat yang berduyun-duyun menghadiri prosesi pemakaman
beliau. Beliau meninggalkan 5 orang putra, yaitu Alwi, Abdullah, Abdurrahman, Ahmad dan Ali.
Radhiyallohu anhu wa ardhah…
[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad
Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar