KH. Badruzzaman lahir tahun 1900 di
Pesantren Al-Falah Biru Garut, putra kelima
dari sembilan bersaudara dari KH. Faqih bin
KH. Adza’i. Beliau mengaji kepada ayahnya,
dan pamannya dari pihak Ibu di Pesantren
Pangkalan Tarogong yakni KH. R. Qurtubi
dan selanjutnya pindah ke pondok yang di
asuh oleh kakaknya KH. Bunyamin ( Syekh
Iming ) di Ciparay Bandung. Kemudian ia
mendalami ilmu di Pondok Pesantren Cilenga Tasikmalaya,
selanjutnya di Pondok Pesantren Balerante Cirebon.
Pada tahun 1920 M Badruzzaman bersama kakaknya Bunyamin
berangkat ke Tanah Suci untuk mendalami ilmu agama, bermukim
selama 3 tahun. Tahun 1926 M beliau ke Makkah lagi untuk kedua
kalinya bermukim selama 7 tahun. Di antara guru-gurunya di Makkah
adalah : Syekh Alawi al-Maliki ( Mufti Makkah dari madzhab Maliki )
dan Syekh Sayyid Yamani ( Mufti Makkah dari madzhab Syafi’I ). Di
Makkah, beliau mempunyai teman diskusi yaitu, KH. Kholil dari
Bangkalan Madura. Sedangkan di Madinah beliau ber guru pada Syekh
Umar Hamdan ( seorang ulama ahli hadits dari mazhab Maliki ).
Pada tahun 1933 KH. Badruzzaman kembali ke Tanah Air dan
langsung memimpin Pondok Pesantren Al-Falah Biru melanjutkan
ayahandanya bersama dengan kakaknya KH. Bunyamin. Di
pesantrennya beliau mengem bangkan berbagai disiplin ilmu ke-
Islaman : Tafsir, Hadits, Fiqih dan Usul Fiqih ilmu Tasawuf, Nahwu,
Sharaf, Ma’ani, Badi’, Bayan, ilmu Arud dan ilmu Maqulat.
Ketika Revolusi beliau terjun dan bergabung dengan Hizbullah
memimpin perlawanan terhadap penjajah Belanda dengan mengkader
para mujahid melalui khalwat. Karena Pesantren Al-Falah Biru tidak
aman dan menjadi sasaran se rangan musuh, beliaupun mengungsi di
Cikalong Wetan ( Purwakarta ), Padalarang, Majenang ( Jawa Tengah )
dan Taraju ( Tasik ) dengan terus mengembangkan ilmu agama di
tempat-tempat itu.
Dalam kehidupan politik dan organisasi, KH. Badruz zaman
beserta Kyiai lain diantaranya KH. Mustafa Kamil mendirikan
Organisasi Al-Muwafaqoh sebagai wadah penya lur aspirasi umat
Islam untuk mengusir penjajah Belanda dan dipercaya sebagai
Ketua. Pada Tahun 1942 M, KH. Badruzzaman bersama dengan KH.
Ahmad Sanusi Sukabu mi mendirikan Persatuan Ulama, untuk
mengikat Ulama dalam satu wadah, tahun 1951 M organisasi ini
berfusi dengan Persyarikatan Ummat Islam di Majalengka yang
kemudian menjadi Persatuan Ummat Islam (PUI).
Setelah kemerdekaan, tepatnya tahun 1945 M KH.
Badruzzaman bergabung dengan Masyumi dan dipercaya sebagai
anggota Majlis Syura dan kemudian aktif di PSII sebagai Ketua Masywi
( Majelis Syar’i wal Ibadat ) wilayah Jawa Barat dan pada tahun 1967
M atas ajakan keluarga dekatnya KH. Badruzzaman masuk Partai
PERTI ( Persatuan Tarbiyah Islamiyah ) duduk sebagai Majlis Tahkim.
Beliau mempelajari kitab-kitab yang membahas Tarekat
Tijaniyah diantaranya Kitab Jawahir al-Ma’ani yang disusun oleh
Syekh Ali Harazim, Kitab Bughyah al-Mustafid yang disusun oleh
Sayyid Al-Arobi dan Kitab Al-Jaisyulkafil yang dikarang oleh
Muhammad Al-Sinqiti untuk selanjutnya mendiskusikan hasil
Muthala’ahnya dengan Muqaddam Tarekat Tijaniyyah, yaitu dengan
Syekh KH. Usman Dhomiri ( salah seorang Muqadam Tarekat
Tijaniyyah Jawa Barat ), Syekh Abbas Buntet Cirebon, KH. Sya’roni
dari Jatibarang ( Brebes Jawa Tengah ) untuk selanjutnya beliau
mengamal kan Tarekat Tijaniyyah dengan mendapatkan ijazah dari
Syekh Usman Dhomiri.Ketika beliau di Makkah beliau mendalami
ilmu Tarekat Tijaniyyah, salah satu Tarikat Mu’tabaroh dari Syekh Ali
At-Thoyyib ( Mufti Harommain dari madzhab Syafi’I ) dan beliau
diangkat sebagai Muqoddam.
Dalam mengembangkan tarekat Tijaniyah, beliau mengangkat
beberapa wakilnya di beberapa daerah diantaranya KH. Mukhtar
Gozali di Pondok Pesantren Al-Falah, KH. Ma’mun, tokoh masyarakat
dan ulama di Samarang ( Garut ), KH. Endung ( Ulama di Cioyod-
Cibodas Garut ), KH. Imam Abdussalam ( Ulama dan Pimpinan
Pondok Pesantren Darul-Falihin Ciheulang Bandung ), KH. Mahmud
( Ulama di Padalarang Bandung ) dan KH. M. Fariqi ( Ulama di
Pekalongan Jawa Tengah ).
KH. Badruzzaman masih sempat menyusun karya ilmiah dalam
berbagai bidang disiplin ilmu ke-Islaman, diantaranya Risalah Tauhid
dan Allohu Robbuna ( Bidang Tauhid ) Kaifiyat Shalat, Kaifiyat
Wudhu ( bidang Fiqih ) yang mana kedua buku tersebut berdasarkan
Fiqih Madzhab Syafi’i, selain itu beliau juga menyusun Nadhom
Taqrib dan memberi Sarah Safinatun Naja karya Syekh Nawawi al-
Bantani; Risalah ilmu Nahwu, Risalah Ilmu Saraf, Nadhom Jurumiah
( Bidang Nahwu Sharaf ); dan beliau menyusun ilmu Bayan dalam
bentuk Nadhom; serta kitab Siklus Sunni ( bidang Tashawuf ). Beliau
wafat pada awal tahun 1972 M tepatnya pada tanggal 3 Ramadhan 1390
H dalam usia kurang lebih 72 tahun, dan dimakamkan di samping
masjid Pondok Pesantren Al-Falah Biru Garut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar